Berita Aceh Tengah

Maestro Didong Ceh Daud Kalampan Terima Tape Recorder dari Bupati HM Beni Bantacut pada 1971

Maestro didong Gayo, Ceh Daud Kalampan, penerima pin emas dalam Kongres Peradaban Aceh 2015, ternyata pernah menerima hadiah berupa satu tape recorder

|
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jafaruddin
For Tribungayo.com
Maestro didong Gayo, Ceh Daud Kalampan, penerima pin emas dalam Kongres Peradaban Aceh 2015. 

Laporan Fikar W.Eda I Aceh Tengah

TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Maestro didong Gayo, Ceh Daud Kalampan, penerima pin emas dalam Kongres Peradaban Aceh 2015, ternyata pernah menerima hadiah berupa satu tape recorder dari Bupati Aceh Tengah HM Beni Bantacut pada 1971.

Kisah ini disampaikan Ceh Daud, begitu ia biasa dipanggil, dalam perbincangan di kediamannya di Belang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah, Minggu (7/5/2023).

Kisah ini terkuak saat penyair dan akademisi didong Dr Salman Yoga menanyakan tentang sebuah tape recorder tua yang tergantung di dinding rumah Ceh Daud.

Menjawab pertanyaan itulah, Ceh Daud kemudian menjelaskan tentang asal muasal tape recorder tersebut.

"Bupati Beni Bantacut memberikan hadiah tape recorder ini atas didong Inen Mayak Pangan Kule," cerita Ceh Daud.

Hadiah itu diserahkan Bupati Beni dalam satu acara didong di Buntul Kubu Takengon.

Ketika itu, Ceh Daud diminta tampil mendidongkan "Inen Mayak Pangan Kule" yang ia ciptakan.

Baca juga: Seorang Ibu Muda asal Aceh Mengaku Dirudapaksa di Jakarta, Kini Trauma Berat Diancam Pelaku

Itu adalah kisah nyata, yang dialami sendiri oleh Ceh Daud.

Dimana pengantin perempuan yang ia sunting secara tragis ditimpa musibah keganasan hewan Harimau.

"Saya melihat ibu bupati menyeka air mata saat saya lantunkan didong itu," kata Ceh Daud.

Bagi Ceh Daud, itu adalah kali pertama ia tampil berdidong di depan publik.

Ia mengaku gugup dan gemetar.

Ia datang dari Kampung Kalampan.

Ceh Daud mengaku "dunia rasanya terbang" saat Bupati Beni Bantacut menyerahkan tape recorder tadi setelah ia berdidong.

Baca juga: Alhamdulillah! Empat BLT Ini Cair di Bulan Mei 2023, Mulai PKH hingga Bansos Kemiskinan Ekstrem

"Sudah lama saya mengimpikan punya tape recorder. Dunia rasae muterbang," katanya dalam bahasa Gayo.

Selain tape recorder, ia juga mendapat hadiah sepeda dari pemilik toko elektronik di Takengon.

Esoknya ia pulang ke kampung Kalampan, Ceh Daud sanggar bahagia karena mendapat dua hadiah terpenting dan jarang-jarang diperoleh oleh orang kebanyakan.

"Wah bangganya luar biasa. Saya bawa sepeda dan tape recorder," kenang Ceh Daud.

Pin Emas:
Perjalanan waktu, 44 tahun kemudian, Ceh Daud  Kalampan kembali  tak kuasa menahan haru ketika Ahmad Farhan Hamid menyematkan pin emas seberat 10 gram di dada kirinya.

Itu adalah anugerah peradaban yang diterima Ceh Daud, sebagai penghargaan atas kesetiaannya merawat bahasa Gayo dalam bentuk seni tutur didong.

Ahmad Farhan Hamid adalah Ketua Kongres Peradaban Aceh, yang salah satu agendanya memberikan anugerah peradaban kepada tiga "penjaga gawang kelestarian bahasa."

Baca juga: Kunker ke Subulussalam, Penjabat Gubernur Aceh Minta Semua Pihak Bekerja Maksimal Tangani Stunting

Penghargaan untuk Ceh Daud Kalampan diserahkan dalam acara diskusi "Penguatan Bahasa Gayo" di Aula Kantor Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olagraga Aceh Tengah, beberapa waktu lalu, disaksikan sejumlah seniman tradisi Gayo.

"Gumpalan awan itu kini telah jadi embun membasahi bumi," kata Ceh Daud saat menyampaikan sambutan singkat.

Ia juga mendendangkan puisi didong yang menceritakan tentang gumpalan awan.

"Ini adalah penghargaan pertama selama karir didong saya.

Saya sangat terharu dan kaget, sama sekali tidak pernah menyangka," kata Ceh Daud mengenai penghargaan "Anugerah Peradaban" tersebut.

Di Tanah Gayo, Ceh Daud Kalampan sangat terkenal.

Dua didongnya, "Kriting Salon" dan "Dunie" dihafal banyak orang.

Baca juga: BREAKING NEWS  Kecelakaan Maut Menelan 6 Korban di Aceh Jaya, Ini Identitasnya

Dua karya berisi kritik sosial.

Ceh Daud kini tergabung dalam Biak Cacak, grup didong yang masih eksis.

Ia berdidong di banyak tempat di Aceh Tengah, Bener .eriah, Gayo Lues dan Jakarta.

Ceh Daud lahir di Gayo, 1953.

Menggeluti kesenian didong sejak masih kanak-kanak.

Tapi baru tampil di panggung "didong jalu" atau didong tanding pada usia 18 tahun.

Menciptakan lebih 114 puisi didong.

Baca juga: Satu Keluarga di Aceh Tengah Mengungsi, BPBD Imbau Warga Waspadai Angin Kencang

Sebahagian puisi didongnya  sudah direkam dalam bentuk kaset dan video compact disk atau VCD.

Ceh Daud Kalampan, hanya menjalani pendidikan formal sampai tingkat sekolah dasar. 

"Bagi orang Gayo, didong adalah darah daging, seperti halnya kopi," kata Ceh Daud.

Didong merupakan salah satu jenis seni tutur yang paling akrab dalam masyarakat.

Kesenian didong dipentaskan semalam suntuk antara dua grup didong.

Dimulai selepas isya dan baru berakhir menjelang shubuh esoknya.

Didong mengandalkan kekuatan sastra atau puisi, yang disampaikan dengan cara didendangkan.

Sehari-hari bekerja sebagai petani kopi dan berdagang kecil-kecilan.

Baca juga: 126 Personel Polres Bener Meriah Amankan Pilkades Serentak

Dikarunia lima putra-putri dan 11 cucu.

Ia selalu berpenampilan necis.

Rambut disisir rapi dan mengenakan rompi.

Ia juga memainkan alat musik tiup, suling bambu yang dibuatnya sendiri.

Ia gusar dengan perkembangan kesenian didong sekarang ini.

Banyak tata krama didong yang sudah dilanggar.

Puisi didong banyak yang tidak puitis lagi. Beda dengan didong masa lalu yang penuh simbol.

"Didong sekarang kasar," katanya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Angin Kencang Rusak Rumah Warga di Jagong Jeget Aceh Tengah

Ia makin gusar karena sempat terjadi perkelahian di arena didong.

Ia berharap marwah didong bisa dikembalikan sebagai karya agung.

"Ceh adalah pemimpin. Orang Arab menyebutnya syekh.

Karena itu tidak pantas seorang ceh berbicara kasar dalam didong ya," ujar Ceh Daud.

Kiranya ini menjadi renungan bersama.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved