Sejarah Gayo

Kejayaan Orang Gayo, Pernah Latih Pasukan Kerajaan Raya Simalungun Hadapi Kolonialisme Belanda

Kejayaan Orang Gayo Hadapi Belanda, Latih Pasukan Kerajaan Raya Simalungun di Sumatera Utara.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Budi Fatria
dok foto repro (gayonusantara.blogspot.co.id)
Foto Ilustrasi : Pejuang Gayo masa penjajah Belanda. 

Laporan Fikar W.Eda/Jakarta

TRIBUN GAYO.COM, JAKARTA - Sejarawan Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Johan Wahyudi mengungkapkan orang Gayo pernah melatih pasukan Kerajaan Raya Simalungun untuk menghadapi kolonial Belanda.

Orang Gayo secara khusus didatangkan oleh Raja Kerajaan Raya, Tuan Rondahaim Saragih guna mengajar bela diri, ilmu perang, dan strategi perang menghadapi Belanda.

Fakta mengejutkan itu diungkapkan Johan Wahyudi  dalam “Bincang Sejarah” Peran Orang Gayo Menghadapi Belanda di Sumatera secara virtual, Senin (1/8/2022) malam.

Bincang sejarah itu merupakan seri ke-25, diselenggarakan Pusat Kajian Kebudayaan Gayo.

Bincang itu dimoderatori Yusradi Usman Al-Gayoni.

Johan Wahyudi, dosen Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ikut dalam tim peneliti “Peradaban Islam Awal di Aceh Tengah; Studi Atas Kerajaan Linge Abad XI-XIV.”

Baca juga: Bagaimana Peran Orang Gayo Menghadapi Belanda? Ikuti Bincang Sejarah Pusat Kajian Kebudayaan Gayo

Juga, menulis buku "Sejiran Tak Sejalan: Diplomasi Kesultanan Aceh dengan Johor Abad XVI-XVII (Mahara Publishing, 2016).

Editor buku "Sejarah Aceh" di Yayasan Tun Sri Lanang, Jakarta (2011-2012) dan "Sejarah Awal Islam di Gayo Abad XI-XIV" yang ditulis sejarawan Prof. Dr. M. Dien Madjid (Mahara Publishing, 2020).

Kerajaan Raya Simalungun pada masa kepemimpinan Raja Tuan Rondahaim Saragih tidak pernah takluk kepada Belanda.

Ia terkenal gigih dan ulet menentang Belanda.

Tuan Rondahaim Saragih Garingging atau Tuan Rondahaim merupakan sosok pejuang asal Kerajaan Raya, Simalungun, Sumatera Utara (dahulu Pantai Timur Sumatera).

Masa perjuangannya terentang dari 1880 hingga 1891.

Awal keterlibatannya dalam perang melawan kolonialisme Belanda, adalah ketika mengetahui pemerintah Belanda membuka perkebunan secara sepihak di wilayah yang dihuni orang Simalungun.

Baca juga: Danau Lut Tawar Terbentuk Bukan dari Kawah Gunung Berapi, Begini Penjelasan Guru Besar Berdarah Gayo

Berbagai tindak kejahatan seperti pemerkosaan, perampokan dan penyiksaan diperoleh orang Simalungun.

Sepanjang tahun 1874 hingga 1878, Tuan Rondahaim sudah mulai mendengar kabar ini.

Tuan Rondahaim telah mengetahui bahwa pasukan Belanda terdiri dari pasukan yang kuat dengan dukungan persenjataan modern.

Untuk itu, terlebih dahulu, ia siapkan pasukannya untuk digembleng dalam pelatihan-pelatihan militer guna mempersiapkan diri menyongsong pertempuran.

Keberhasilan Tuan Rondahaim menahan serangan Belanda, salah satunya atas keterlibatan orang-orang Gayo, Alas dan Aceh yang didatangkan secara khusus ke Simalungun.

“Orang Gayo selain  melatih pasukan kerajaan bela diri, ilmu perang,  dan strategi perang, juga ikut berperang bersama orang-orang Batak melawan Belanda,” kata Johan Wahyudi.

Ia mengetahui fakta sejarah ini secara tidak sengaja saat melakukan penelitian tentang sosok dan peran Raja Tuan Rondahaim Saragih yang akan diusulkan menjadi pahlawan nasional dari Simalungun Sumatera Utara.

Baca juga: Sudah 11 Tahun Saman Gayo jadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia, Begini Sejarah Masuk ke Unesco

Penelitian dilakukan Johan Wahyudi bersama  sejarawan UIN Syarif Hidayatullah lainnya, Prof Dien Madjid.

“Saya dan Prof Dien membongkar laporan  Belanda di Arsip Nasional di Jakarta Selatan.

Saat itulah kita temukan, ternyata banyak peran dan keterlibatan orang Gayo dalam perang melawan Belanda di Simalungun,” cerita Johan Wahyudi.

Penelitian dokumen ini dilakukan pada 2020 lalu.

Disebutkan selain orang Gayo, Tuan Rondahaim juga mendatangkan orang Alas dan Aceh untuk maksud yang sama.

Johan Wahyudi menjelaskan, sebelumnya Raja Tuan Rondahaim memang pernah berkunjung ke Aceh dan Gayo-Alas.

“Dia sangat terkesan dengan kemampuan ilmu bela diri orang Gayo dan kemudian mendatangkan nya ke Simalungun untuk melatih bela diri, ilmu perang dan strategis perang menghadapi Belanda.”

Johan Wahyudi menyebutkan, ternyata peran dan perlawanan orang Gayo dalam menghadapi Belanda bukan hanya di tingkat lokal seperti yang banyak dibicarakan dalam beberapa buku sejarah.

“Melainkan perjuangannya memiliki dimensi yang luas, hampir di setengah Pulau Sumatera.

Fakta ini tidak banyak  diangkat ke permukaan.

Kami dalam penulisan sejarah ingin mengungkap fakta yang belum terungkap, bukan mengungkap fakta yang sudah terungkap,” ujar Johan Wahyudi.

Hadir dalam Bincang Sejarah Pusat Kajian Kebudayaan Gayo tersebut Prof Dien Madjid  dan sejumlah pemerhati dan peminat sejarah lainnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved