Puasa Ramadhan 2023

Menjelang Ramadhan 2023, Masih Bolehkah Mengqadha Puasa Tahun Lalu?

Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa yang tidak boleh puasa itu adalah orang-orang yang memulai puasa sunah setelah Nisfu Syaban.

Penulis: Cut Eva Magfirah | Editor: Mawaddatul Husna
Tribunnewsmaker.com
Umat muslim tak lama lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan 1444 H. 

TRIBUNGAYO.COM - Menjelang puasa Ramadhan 2023 umat muslim di seluruh dunia mulai menantikan masuknya bulan yang penuh kemuliaan ini.

Bagi kaum muslimin kini telah mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan 1444 H/ 2023.

Diantara persiapan yang dapat dilakukan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yaitu memperbanyak ibadah dan berpuasa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Baca juga: Resep Sahur Ramadhan 2023, Chicken Mentai Rice Hidangan Lezat untuk Buah Hati yang Belajar Puasa

Tidak hanya itu bagi Anda yang masih memiliki hutang puasa pada bulan Ramadhan tahun lalu untuk segera mengqadhanya.

Hal ini menjadi penting karena puasa yang tinggal di bulan Ramadhan tahun lalu layaknya hutang yang harus dibayar.

Dimana kita yang masih memiliki hutang puasa harus segera menggantinya sebelum masuk bulan Ramadhan 2023.

Tidak terasa kini kita telah berada di bulan Syaban yang menjadi gerbang kita memasuki bulan Ramadhan.

Baca juga: 14 Hari Jelang Sidang Isbat Penentuan Puasa Ramadhan 2023, Baca Doa Ini untuk Sambut Ramadhan

Dan baru saja kita merasakan salah satu malam yang paling mulia di bulan Syaban yaitu malam Nisfu Syaban.

Pada malam Nisfu Syaban seluruh amalan yang kita kerjakan selama satu tahun terakhir diangkat oleh Allah Swt.

Setelah malam Nisfu Syaban kita akan memulai lembaran baru, dimana kita akan mengisi buku amalan kita tentunya dengan kebaikan dan amal ibadah kepada Allah SWT.

Lantas setelah melewati malam Nisfu Syaban bolehkah kita mengqadha puasa yang tinggal?

Baca juga: Ide Jualan Ramadhan 2023, Resep Kolak Pelangi Takjil Buka Puasa Kekinian

Ustad Abdul Somad memberi penjelasan mengenai salah satu hadist yang tidak membolehkan berpuasa setelah nisfu Syaban.

Hadist larangan berpuasa setelah nisfu Syaban memiliki penjelasan.

“Jangan dibaca hadist itu bulat-bulat” kata Ustad Abdul Somad dalam tayangan YouTube Fans Ustad.

Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa yang tidak boleh puasa itu adalah orang-orang yang memulai puasa sunah setelah Nisfu Syaban.

Selain itu maka boleh untuk tetap berpuasa setelah Nisfu Syaban.

Baca juga: Resep Es Jagung Hawai, Ide Jualan Takjil di Bulan Puasa Ramadhan Dijamin Laris Manis

Seperti orang-orang yang telah terbiasa puasa sunah Senin Kamis dapat melanjutkan puasa sunahnya tersebut setelah malam Nisfu Syaban.

Dan orang-orang yang terbiasa puasa Daud dapat melanjutkan puasa sunahnya tersebut hingga akhir bulan Syaban.

Yang tidak dibolehkan yaitu bagi orang-orang yang sebelum Nisfu Syaban tidak pernah melakukan puasa sunah.

Lalu setelah Nisfu Syaban ia mulai berpuasa sunah, maka ini tidak boleh.

Baca juga: Spicy Chicken Wings, Bisa Jadi Pilihan Menu Puasa Ramadhan 2023 untuk Sahur Ala Resto

Kemudian ustadz Abdul Somad menjelaskan ketegori kedua yang boleh melakukan puasa setelah nisfu Syaban yaitu mengqadha puasa.

Ustadz Abdul Somad menjelaskan hikmah dianjurkannya berpuasa pada bulan Syaban supaya kita sudah merasakan manisnya puasa sehingga pada bulan Ramadhan kita dapat menjalankan ibadah puasa dengan lancar.

Maka dari itu rakan sebet bagi yang masih memiliki hutang puasa dapat segera mengqadhanya.

Tata Cara dan Niat Qadha Puasa

Bagi umat muslim yang pada tahun lalu tak mampu menunaikan ibadah puasa selama 1 bulan penuh, Allah memberikan keringanan untuknya dengan cara mengqadha puasa.

Mengqadha puasa wajib hukumnya yaitu dengan mengganti puasa di hari lain.

Dikutip dari kepri.kemenag.com, utang puasa harus dibayar atau qadha sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.

Ketentuan membayar hutang puasa Ramadan dapat dilihat jelas dalam firman Allah pada Q.S. Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu, Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.

Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.

Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dikutip dari Surya.co.id "Niat dan Tata Cara Qadha Utang Puasa Ramadhan", puasa qadha adalah puasa wajib yang dilaksanakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan.

Seseorang boleh meninggalkan puasa Ramadhan jika memiliki halangan, di antaranya karena haid, sakit, sudah tua, hamil dan menyusui.

Namun harus menggantinya di bulan selain Bulan Ramadan.

Niat Puasa Qadha

Adapun niat puasa Qadha bulan Ramadan adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu Shouma Ghodin 'an qadaa'in fardho ramadhoona lillahi ta'alaa

Artinya :

"Saya niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadan karena Allah Ta'ala".

Membaca niat Puasa Qadha harus dilakukan sebelum fajar, atau pada malam hari seperti halnya Puasa Ramadan.

Batas waktu melaksanakan Puasa Qadha

Batas waktu melaksanakan Puasa Qadha adalah sebelum satu atau dua hari terakhir bulan Sya'ban, sehingga tidak boleh mepet dengan penetapan Bulan Ramadan.

Hari terakhir di Bulan Syaban itu tersebut merupakan hari syak, atau hari meragukan.

Haram hukumnya berpuasa

Lantas bagaimana hukumnya jika tidak melaksanakan Puasa Qadha padahal punya utang puasa Ramadan?

Dikutip dari kepri.kemenag.com, utang puasa harus dibayar atau qadha sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.

Dikutip dari tayangan Tanya ustaz Tribunnews.com, Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Shidiq M. Ag menganjurkan bahwa mengqadha puasa dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin secara berurutan.

Dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa kita tidak tahu di hari esok kita akan melakukan apa dan wafat di hari apa.

Karena ajal seseorang tidak diketahui pastinya, dan membayar hutang puasa adalah suatu hal yang wajib, maka sebaiknya hutang puasa harus disegerakan.

Namun, dalam Islam juga diperbolehkan jika membayar hutang tidak bisa secara berurutan, karena alasan tertentu.

Yang paling penting qadha atau membayar hutang puasa wajib ini dilakukan sebelum tiba waktu ramadan berikutnya.

Mengqadha puasa menjelang bulan ramadan juga diperbolehkan dalam Islam atau hingga akhir bulan syaban.

Lalu bagaimana jika orang tersebut belum sempat mengqadha puasa hingga tiba ramadan berikutnya tiba?

Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Shidiq MAg mengatakan bahwa orang tersebut tetap boleh menjalankan ibadah puasa Ramadhan, namun dia harus segera membayar hutang puasanya setelah bulan Ramadhan berikutnya selesai.

Namun jika ada unsur kelalaian, maka selain mengqadha, orang tersebut dituntut untuk membayar fidyah.

Fidyah ini adalah kegiatan memberi makanan fakir miskin sebesar biaya makan dan minum yang dikalikan dengan jumlah hari orang yang bersangkutan ketika tak melaksanakan puasanya.

Fidyah ini juga berlaku bagi orang yang tidak sanggup berpuasa. (TribunGayo.com/Cut Eva Magfirah)

Update berita lainnya di TribunGayo.com dan Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved