Berita Aceh Tenggara

WALHI Aceh Minta Aparat Penegak Hukum Tindak Pelaku Perambah Hutan di Jambur Latong Aceh Tenggara

Sebelum pembangunan jalan tembus itu dikerjakan, kawasan hutan lindung Sibolangit sudah marak terjadi perambahan dan illegal logging sejak tahun 2018 

Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Mawaddatul Husna
TRIBUNGAYO.COM/ASNAWI LUWI
Material bebatuan dan kayu gelondongan menumpuk di lokasi banjir bandang, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, Minggu (26/11/2023). 

Kondisi tutupan hutannya pun kian terdegradasi saat ini.

Sebelum pembangunan jalan tembus itu dikerjakan, kawasan hutan lindung Sibolangit sudah marak terjadi perambahan dan illegal logging sejak tahun 2018  hingga tahun 2020.

Ini mengakibatkan terjadinya banjir bandang yang berdampak putusnya  jembatan dan merusak lahan pertanian di Kecamatan Deleng Pokhkison, Lawe Bulan, Kecamatan Lawe Lawe Sumur.

Kemudian pada 2019 dan 2020 telah dibuka jalan dengan sepanjang 9 kilometer, sedang sisanya terhenti karena harus menunggu izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca juga: Miliki 3 Paket Sabu, Warga Aceh Tenggara Diringkus Polisi

Faktanya, baru 9 kilometer dibuka jalan di lokasi itu, akibatnya kawasan hutan lindung Sibolangit menjadi terbuka yang kemudian semakin menyuburkan kegiatan perambahan hutan tanpa ada pengawasan oleh pihak terkait.

Berdasarkan temuan WALHI Aceh di lapangan, perambahan masih terus terjadi dan di pinggir jalan yang sudah dibangun tersebut hutan mulai terbuka, bahkan ada sejumlah hutan lindung telah dirambah.

Kayu-kayu diduga hasil perambahan tergeletak di pinggir jalan sebelum diangkut menggunakan becak motor ke tempat yang dapat diakses oleh roda empat.

Parahnya lagi, cara lain perambahan hutan mengangkut kayu menunggu saat debit air sungai meningkat pada musim hujan. Kayu-kayu yang diduga hasil perambahan dihanyutkan hingga ke hulu.

“Jalan tembus ini aja belum selesai semua, perambahan terus terjadi, apa lagi kalau sudah jalan mulus, bisa lebih parah,” sebutnya.

Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta aparat untuk menindak tegas pelaku perambahan hutan di kawasan tersebut.

Karena apabila hutan terus terdegradasi, bencana hidrologi bakal terus menghantui warga Agara maupun kabupaten di hilir.

“Perlu ada penegakan hukum yang tegas, tangkap pelaku perambah hutan, agar ada efek jera, supaya tidak ada yang melakukan kejahatan lingkungan lagi,” tegasnya.

Menurut pandangan WALHI Aceh, bila penegakan hukum tidak ditegakkan, kerusakan tutupan hutan akan terus terjadi.

Maka bencana alam, baik banjir bandang maupun longsor tidak dapat dikendalikan.

Dampaknya bukan hanya warga yang mengalami kerugian besar, baik akibat kerusakan rumah dan hilang mata pencaharian. 

Habitat satwa juga akan terganggu, sehingga berpotensi bencana lain terjadi, yaitu konflik satwa dengan manusia. (*)

Sumber: TribunGayo
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved