Berita Bener Meriah
Kilas Balik, Ketika Bener Meriah Menjelma Gajah Putih
Dari perkawinan Reje Linge XIII dengan putri Djohor lahir dua anak, yang sulung bernama Bener Meriah dan adiknya Sengeda.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mawaddatul Husna
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - (Wed, Jan 14th 2004, 13:25 Ketika Bener Meriah Menjelma Gajah Putih, Utama, Serambi Indonesia).
Serombongan delegasi dari Gayo berdiri berjejer sambil menggamit spanduk bertuliskan "Selamat Datang Bener Meriah, Masyarakat Telah Lama Menantimu."
Sembari tersenyum cerah, mereka berpose dengan latar belakang peta Bener Meriah, kabupaten ke-21 di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Delegasi itu terdiri atas Bupati Aceh Tengah, Mustafa M Tamy dan istrinya Nilawati.
Ada juga Wakil Ketua DPRD Aceh Tengah Basrah Hakim, Kabag Tata Pemerintahan Suarman, Kabag Hukum Tasnim Bachtiar. Selanjutnya Tgk Khairul Rasyid, Tgk Budiman, dan Tgk Hanafiah.
Sedangkan dari Jakarta, tampak Tgk Baihaqi AK, anggota DPR RI daerah pemilihan Aceh Tengah, dan Rahmat Salam, Ketua Musara Gayo Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).
Pose bersama terjadi 7 Januari 2004 di halaman Kantor Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Jakarta.
Sebuah peristiwa yang penting, Bener Meriah diresmikan Mendagri Hari Sabarno dalam satu upacara sederhana bersama dengan 23 kabupaten baru lain di 13 provinsi di Indonesia.
Apa hubungan Bener Meriah dengan delegasi dari Gayo? Tentu saja ada.
Sebuah hubungan yang sangat dekat dan bersejarah. Karena Bener Meriah merupakan pemekaran dari Aceh Tengah, kawasan berbukit yang berada di ketinggian 1.500-2.500 meter di atas permukaan laut (dpl).
Sejak hari itu, maka resmilah kabupaten yang dihuni mayoritas etnis Gayo "terbagi dua."
Bener Meriah beribukota Simpang Tige Redelung, sementara Aceh Tengah tetap dengan ibukota Takengon.
Tgk Khairul Rasyid, Tgk Hanafiah, Budiman adalah orang-orang yang tak kuasa menyembunyikan kegembiraannya.
Mereka kembali mengenang saat-saat pahit bagaimana memperjuangkan kabupaten baru agar lolos dalam saringan.
Wajah Mustafa M Tamy juga menyiratkan hal serupa. Maklum pemekaran Aceh Tengah merupakan salah satu agendanya saat menjadi orang nomor satu Aceh Tengah.
"Gagasan ini bergulir sejak tahun 2001," kata Mustafa mengenang ide pemekaran. Berbagai rencana digodok, diarahkan dan diperbincangkan secara serius dan intens.
Sampai akhirnya serangakaian pemaparan dilakukan berkali-kali di Jakarta.
Anggota DPR, Baihaqi AK, yang menjadi wakil rakyat Aceh Tengah di parlemen ikut "mempermulus" jalannya pemekaran.
Berbagai lobi dan usaha-usaha meyakinkan dilakukan sang profesor yang masih kelihatan energik ini.
Bener Meriah terdiri atas tujuh kecamatan. Pintu Rime Gayo, Timang Gajah (berbatasan dengan Bireuen), Bukit, Bandar, Permata dan Kecamatan Syiah Utama (berbatasan dengan Aceh Timur dan Aceh Utara).
Dengan penduduk sekitar 140 ribu lebih, wilayah penyebarannya itu terpencar-pencar tidak merata. Kecamatan tergolong padat dan maju, Bandar, Bukit dan Timang Gajah. Selebihnya harus diperjuangkan dengan keras.
Pemekaran Bener Meriah memang terkesan diam-diam. Tidak banyak publikasi. Pemberitaan baru marak setelah DPR meluluskan UU-nya (UU No 41/2003).
Boleh jadi itu strategi agar Bener Meriah benar-benar mulus melenggang tanpa banyak gangguan. Disinyalir banyak kalangan yang kurang sependapat dengan pemekaran itu.
Terutama mereka yang mencurigai gagasan pembentukan "Leuser Antara", provinsi pemekaran NAD yang dulu sempat berdengung keras.
Mustafa juga menampik perihal rencana "bawah tanah" itu. "Tidak benar itu. Bukan ke sana arahnya," ujarnya.
Yang benar, kata bekas Kakanwil Transmigrasi Aceh tersebut, pemekaran Bener Meriah untuk mempercepat laju pembangunan masyarakat daerah itu.
Geografi Aceh Tengah yang luas dan berbukit-gunung, kata Mustafa, membutuhkan penanganan intensif untuk melecutnya ke arah kemajuan. Dan satu-satunya jalan adalah dengan membentuk kabupaten otonomi sendiri.
"Kalau masih dalam Aceh Tengah, sulit dijangkau. Keadaan geografisnya payah dan membutuhkan mobilitas tinggi," lanjutnya.
Tgk Hanafiah, Tgk Khairul Rasyid, Tgk Budiman dan segenap anggota masyarakat bener Meriah lainnya tentu tidak ingin tertinggal terus.
Mereka yang merasa selama ini "termarjinalkan," maka dengan payung Bener Meriah harapan untuk mencapai hari esok lebih cerah terkuak lebar.
Tinggal, bagaimana semua itu diisi, sebagaimana bejana yang mesti diisi oleh kesejahteraan. Hingga rakyat Gayo yang berada di pucuk-pucuk bukit dan disekeliling hutan yang sunyi ikut menikmati alam kemajuan.
Kisah Reje Linge
Menyebut Bener Meriah, maka segera terbayang dalam benak rakyat Gayo adalah sosok Kerajaan Linge dengan segala optimisme dan tragedinya.
Bener Meriah menyimpan riwayat tersendiri terkait erat dengan kelahiran gajah putih, dalam suatu peristiwa pahit semasa Kerajaan Aceh berada dalam kekuasaan Sultan Alaidin Ri'ayah Sjah Al-Kahar.
Bener Meriah adalah putra Raja Linge XIII dari istri asal Johor.
Masa itu Reje Linge XIII menjadi salah seorang petinggi di kerajaan Djohor dan ditugaskan membangun dan memimpin sebuah pulau di gugusan Selat Malaka.
Pulau tersebut belakangan dikenal sebagai Pulau Lingga. Di tempat itu pula Reje Linge XIII meninggal.
Sementara Kerajaan Linge, Gayo diperintah oleh putranya yang lain bergelar Reje Linge XIV.
Dari perkawinan Reje Linge XIII dengan putri Djohor lahir dua anak, yang sulung bernama Bener Meriah dan adiknya Sengeda.
Sejak Reje Linge XIII wafat, keduanya dibawa sang ibu ke ibukota Kerajaan Aceh Darussalam di Koetaradja.
Bener Meriah dan Sengeda berhasrat mengunjungi Kerajaan Linge. Berbekal bukti cincin dan pedang pusaka, keduanya menyusuri alam Gayo dan akhirnya tiba di Negeri Linge.
Kepada Reje Linge XIV yang sedang berkuasa, mereka memperkenalkan diri, bahwa mereka juga keturunan Reje Linge dari ibu berbeda.
Kedatangannya semata-mata untuk menghubungkan tali silaturahmi. Segenap aparat Kerajaan Linge mempercayai cerita ini, terlebih setelah keduanya memperlihatkan cincin dan pedang pusaka.
Tapi tidak bagi Reje Linge XIV. Si penguasa menyangkal semua itu.
Bahkan dia balik mencurigai Bener Meriah dan Sengeda adalah penipu dan menuduh telah membunuh Reje Linge XIII.
Reje Linge XIV memutuskan agar keduanya dihukum mati.
Bener Meriah akhirnya tewas di tangan algojo. Nasib baik bagi Sengeda.
Ia diselamatkan oleh Cik Serule, seorang petinggi kerajaan Linge yang menaruh simpati kepada Bener Meriah dan Sengeda.
Dalam riwayat selanjutnya dikabarkan, bahwa Bener Meriah menjelma menjadi gajah putih yang dipersembahkan kepada Sultan Aceh Allaiddin Ri'ayah Sjah Al Kahar.
Dalam proses kelahiran gajah putih secara gaib itulah, Sengeda menarikan Tari Guel, sebuah nomor tari tradisional Gayo yang terus hidup sampai sekarang.
Gajah Putih dalam perkembangan selanjutnya menjadi maskot kerajaan dan dalam era Aceh mutakhir ditabalkan menjadi lambang Kodam Iskandar Muda.
Akankah Kabupaten Bener Meriah bakal cemerlang dan gagah sebagaimana gajah putih?
Apakah kabupaten ini kelak berhasil bangun, sebagaimana dulu Sengeda membangunkan sang gajah dalam suatu prosesi sakral dan khidmat? Hanya waktu yang menjawab. (TribunGayo.com/Fikar W Eda)
Baca juga: Wali Nanggroe Malik Mahmud Ungkap Peran Radio Rimba Raya di Bener Meriah Pertahankan Kedaulatan RI
Baca juga: Pemerintah Aceh akan Bawa Pulang Rekaman Siaran Radio Rimba Raya dari India
Baca juga: Peranan Radio Rimba Raya dalam Perang Kemerdekaan RI di Aceh
JPU Tuntut Dua Terdakwa Pencuri Emas 66 Gram Milik Warga Bener Meriah dengan Hukuman Berbeda |
![]() |
---|
Jambore Cabang Bener Meriah 2025 Resmi Digelar di Lapangan Arboretum |
![]() |
---|
Dua Pria di Bener Meriah Diringkus Polisi di Kebun Kopi Karena Nekat Curi Sepeda Motor |
![]() |
---|
Bupati Bener Meriah Lantik Pejabat Eselon III dan IV, Ini Daftar Namanya |
![]() |
---|
32 Prajurit Kodim 0119 Bener Meriah Naik Pangkat di Momen Hari Kesaktian Pancasila |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.