Berita Nasional
Bener Meriah Pernah Dijadikan Lokasi Kampus Institut Kesenian Aceh Sebelum Jadi ISBI Aceh
Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh Prof Wildan menulis "Menggapai Matahari" sebuah autobiografi, berisi perjalanan hidup sang rektor.
Laporan Fikar W.Eda I Jakarta
TRIBUNGAYO COM, JAKARTA - Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh Prof Wildan menulis "Menggapai Matahari" sebuah autobiografi, berisi perjalanan hidup sang rektor.
Buku ini diluncurkan di Kampus ISBI Aceh, Jantho Aceh Besar dan dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon, pada 13 Junuari 2025.
Didukung dua penyunting top, Yarmen Dinamika dan Ihan Nurdin, alur buku ini mengalir cair.
Cerita dibuka dari Tanoh Mirah, sebuah kampung di Kecamatan Peusangan Bireuen, kampung kelahiran Prof Wildan.
Buku setebal 416 halaman ini juga dilengkapi puisi setiap pergantian bab, berjudul "Menggapai Matahari" yang kemudian dijadikan judul buku yang diterbitkan Bandar Publishing, 2024 ini.
Ada 12 "Menggapai Matahari" di dalamnya. Menyiratkan perjalanan anak manusia meraih cita-cita, mengarungi waktu dengan segala pernak perniknya.
Salah satu yang menarik dari buku ini tentang terbentuknya ISBI Aceh.
Ternyata Bener Meriah pernah disiapkan menjadi lokasi pendirian Kampus Institut Kesenian Aceh (IKA) sebelum menjadi ISBI Aceh. Lahan seluas 30 hektar sudah disiapkan.
Dalam buku ini disebutkan, gagasan mendirikan Institut Kesenian Aceh (IKA) yang telah muncul sejak selesainya pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh ke-2 tahun 1972.
"Gagasan tersebut berangkat dari keprihatinan bahwa perkembangan kesenian, yang merupakan warisan budaya masyarakat Aceh yang bernilai tinggi, mengalami degradasi dalam segala aspeknya, baik yang berkaitan dengan warisan budaya tangible maupun intangible.
Banyak pihak menyadari bahwa sampai dekade 70-an banyak jenis kesenian, keterampilan, ketangkasan, pengetahuan dan pemikiran, kreativitas dan produk seni, semuanya redup dan menghilang dari kehidupan masyarakat Aceh pada umumnya.
Keadaan ini terutama disebabkan oleh perang yang berkepanjangan sehingga banyak empu, pujangga, ulama, dan seniman hilang. Mereka belum sempat mewariskan keterampilan, ketangkasan, dan pengetahuan kepada generasi berikutnya," tulis Wildan.
Disebutkan gagasan luhur yang muncul pasca-PKA ke-2 tersebut timbul tenggelam dalam kurun waktu yang begitu panjang hingga sampai PKA ke-3 pada 1988 dan PKA ke-4 pada 2004.
Seiring dengan bergulirnya reformasi dan terbukanya kesempatan berpendapat di Indonesia, gagasan pendirian institut kesenian di Aceh pun mulai sering dibicarakan dalam masyarakat, terutama dalam seminar, kongres, simposium, dan pertemuan-pertemuan seniman dan budayawan.
UKM Pers Pituluik Gelar PJTD: Membangun Masa Depan Jurnalistik Kampus |
![]() |
---|
Forum Film Bandung Luncurkan Antologi “Puisi Film Kebangkitan” di PDS HB Jassin Jakarta |
![]() |
---|
Dewan Sengketa Indonesia Kerja Sama Strategis dengan Lembaga Arbitrase dan Peradilan Internasional |
![]() |
---|
Dewan Sengketa Indonesia Audiensi dengan Dubes RI di Den Haag Belanda, Ini Tujuannya |
![]() |
---|
DSI Audiensi Bersama Dubes RI di Brussels dan Teken MoU dengan FICA |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.