Menu Khas Gayo
Lepat Jadi Menu Wajib Masyarakat Suku Gayo Saat Idul Adha
Lepat adalah salah satu makanan tradisional suku Gayo yang dijadikan menu wajib hidangan ketika perayaan Hari Raya Idul Adha.
Penulis: Cut Eva Magfirah | Editor: Mawaddatul Husna
Lepat Jadi Menu Wajib Masyarakat Suku Gayo Saat Idul Adha
TRIBUNGAYO.COM - Setiap daerah tentunya memiliki tradisi masing-masing dalam menyambut Hari Raya Idul Adha.
Begitupun dengan di daerah Gayo.
Suku gayo memiliki tradisi membuat Lepat menjelang Hari Raya Idul Adha.
Lepat adalah salah satu makanan tradisional suku Gayo yang dijadikan menu wajib hidangan ketika perayaan Hari Raya Idul Adha.
Makanan ini biasanya dipersiapkan minimal lima hari sebelum Hari Raya.
Baca juga: Catat, 5-7 Agustus 2022 Ada Festival Kuliner di Banda Aceh, Masuk Top 10 Event Kemenparekraf
Masyarakat suku Gayo sendiri menganggap Lepat sebagai sajian yang tidak boleh terlupakan ketika perayaan hari besar.
Hal tersebut karena menurut sebagian masyarakat gayo, Lepat ini adalah menu khas untuk memuliakan tamu terutama di perayaan Hari Besar Islam.
Selain itu juga, Lepat merupakan penganan yang dapat mempererat rasa kekeluargaan dalam suku gayo.
Lepat juga tak hanya jadi penganan didalam keluarga inti mereka saja.
Namun, masyarakat suku gayo juga membagikan Lepat buatan mereka kepada tetangga sekitar terutama pada perayaan hari besar.
Baca juga: Ingin Suasana Ngopi Berbeda? 4 Coffee Shop Instagramable di Gayo Ini Layak Dikunjungi Kaum Milenial
Lepat, begitulah masyarakat suku gayo menyebutnya.
Makanan yang biasa terbuat dari tepung beras ketan atau singkong ini yang dibalut dengan daun pisang muda menjadi menu makanan wajib bagi masyarakat suku gayo menjelang Lebaran Haji.
Uniknya, makanan ini didalamnya berisi kelapa gongseng yang dicampur gula pasir kemudian dimasak dengan cara dikukus. Namun bisa tahan lebih lama yaitu hingga tiga bulan.
Maka, Lepat ini sengaja dibuat untuk persediaan jangka panjang.
Ditambah dengan suhu di Tanah Gayo yang dingin sehingga membuat Lepat ini tahan lama.
Menurut masyarakat suku gayo, makanan tradisional yang sudah disimpan dalam waktu lama itu akan terasa semakin enak ketika dimakan.
Tekstur lepat yang telah disimpan tersebut tentunya akan berubah menjadi keras.
Nah, untuk menikmati Lepat itu sendiri, biasanya masyarakat suku gayo membakarnya diperapian atau tungku api.
Sebagian masyarakat juga menggorengnya supaya lebih renyah, sehingga semakin nikmat ketika disantap.
Proses pembuatannya terbilang rumit dan membutuhkan tenaga ekstra.

Terutama dalam proses pengadukan.
Bahan utamanya tepung ketan, kemudian labu atau singkong itu harus di aduk dengan tenaga ekstra lalu di pukul-pukul sampai halus dan merata.
Ketika adonan sudah licin dan lembut, maka dibungkus berbentuk bulat panjang dengan daun pisang muda.
Membungkus Lepat juga harus diolesi minyak makan agar tidak lengket.
Setelah itu, Lepat akan siap dikukus menggunakan api kecil.
Setelah masak juga diasapi agar bisa disimpan berhari-hari, bahkan hingga dua minggu.
Itulah mengapa makanan ini masih tersedia meski Lebaran telah berlalu beberapa bulan.
Sekilas, Lepat ini terlihat seperti timpan makanan khas Aceh di pesisir.
Yang membedakannya timpan terbuat dari tepung terigu dan dicampur pisang, sedangkan Lepat terbuat dari tepung ketan, labu atau singkong dan tanpa campuran pisang.
Untuk menyantap Lepat ini lebih enak jika dinikmati pada pagi atau sore hari dengan ditemani kopi khas gayo sambil bersantai, dan menikmati pemandangan alam yang indah di dataran tinggi Gayo.
Atau anda juga dapat menikmatinya pada hari Libur Idul Adha, sambil berwisata ke berbagai lokasi wisata di dataran tinggi Gayo.
Lepat sangat cocok untuk dijadikan santapan selama perjalan. Apakah anda ingin mencobanya? (TribunGayo.com/Cut Eva Magfirah)