Kisah Inspiratif
Bermodal Rp 5 Juta, Kini Raih Omzet Miliaran Rupiah, Simah Kisah Firman Co-Founder Startup Asal Aceh
Perusahaan tersebut bergerak di bidang teknologi informasi atau IT di Jakarta dengan omzet yang terbilang tak sedikit, yakni Rp 20 miliar per bulan.
Bermodal Rp 5 Juta, Kini Peroleh Omzet Miliaran Rupiah, Simah Kisah Firman Co-Founder Startup Asal Aceh
TRIBUNGAYO.COM - Usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Inilah ungkapan yang tepat bagi seseorang yang melakukan sesuatu dengan serius atau sungguh-sungguh, maka akan mencapai hasil yang gemilang.
Hal tersebut dibuktikan oleh Firmansyah Asnawi (33), pria asal Banda Aceh.
Ia bersama seorang temannya, Muammar Khadafi mendirikan perusahaan hanya bermodalkan Rp 5 juta dengan menyewa tempat seukuran 3x6 dan meja kecil serta peralatan seadanya.
Baca juga: Anggaran Belanja Pegawai Naik 3,3 Persen Pada 2023, Gaji PNS Dikabarkan juga Naik, Simak Rinciannya
Namun kini perusahaan yang dirintis keduanya sudah beromzet miliaran rupiah per bulan.
Perusahaan tersebut bergerak di bidang teknologi informasi atau IT di Jakarta dengan omzet yang terbilang tak sedikit, yakni Rp 20 miliar per bulan.
Perusahaan PT Amanah Karya Indonesia yang selanjutnya disebut Amanah Corp, bergerak di bidang software house atau pengembangan aplikasi.
Salah satu produk sekaligus anak usahanya yakni Bisatopup, sebuah aplikasi dengan sejumlah fitur pembayaran.
Baca juga: Kejari Gayo Lues Salurkan Sembako untuk Pesantren Meriahkan Hari Bakti Adhyaksa
Fitur pembayaran melalui Bisatopup seperti pulsa, tagihan listrik, air hingga internet rumahan dan sebagainya.
Dalam perusahaan rintisan (startup) ini, Firman adalah Co-Founder sekaligus COO PT Amanah Karya Indonesia dan PT Bisatopup Teknologi Indonesia.
Sementara temannya, Muammar Khadafi sebagai Founder sekaligus CEO Amanah Corp.
Sempat Diterjang Tsunami
Tahun 2004 lalu, Firman masih seorang remaja biasa yang menetap di Banda Aceh dan duduk di kelas 1 SMA.
Tepatnya pada 26 Desember, cerita pahit harus dialaminya terombang-ambing dibawa gelombang tsunami sejauh 3 Km dari Gampong Deah Baro sampai ke Punge dekat kapal PLTD Apung bersemayam.
Ia juga harus mengikhlaskan orang tua serta keluarganya dalam musibah itu.
Awalnya pada Minggu pagi, Firman baru saja melaksanakan salat subuh berjamaah di masjid bersama teman-teman seusianya.
Ia lalu pulang ke rumah karena persiapan menonton film kartun di televisi, budaya setiap hari Minggu yang sulit dilupakan kala itu.
Baca juga: Haili Yoga Canangkan Gemar Shalat Berjamaah di Bener Meriah
Firman kemudian duduk di sofa untuk persiapan menonton, namun tiba-tiba lemari kaca di sampingnya bergetar hebat.
"Awalnya saya kira diisengin sama kakak, ternyata tidak ada yang pegang (menggerakkan)," kenang Firman sebagaimana dikutip Serambinews.com dari tayangan YouTube PecahTelur, Jumat (15/7/2022).
Karena berada di sofa, ia pun tak begitu merasakan guncangan dahsyat gempa sebelum beberapa menit jelang tsunami pagi itu.
Namun ketika berdiri dan menginjakkan kaki ke lantai, ia baru merasakan guncangan bumi begitu dahsyat, terakhir diketahui berkekuatan 9,1 skala richter.
Semua panik berhamburan ke jalan. Firman yang merupakan anak ke-7 dari 8 bersaudara sempat dengan sangat pedenya berdiri saat diayak gempa.
Baca juga: Kapolres Aceh Tenggara Ingatkan Personel untuk Jauhi Narkoba, Sanksi Hingga Pemecatan
Namun kembali berjongkok dan memegang tanah sangking tak kuasanya menahan ayakan gempa yang begitu dahsyat kala itu.
Ayah Firman saat itu sedang dinas di luar kota, tepatnya di Meulaboh. Sedangkan dua abangnya sedang di Jakarta dan seorang kakaknya di Batam, sudah berkeluarga di sana.
Rumahnya yang berjarak sekitar 300 meter dari pelabuhan Ulee Lheue, Firman melihat jelas orang-orang yang berdekatan dengan laut tiba-tiba berlari sambil berteriak air surut.
"Saya bingung kenapa air surut harus lari. Kalaupun banjir, belum pernah kejadian di sini ada banjir. Dan saya bisa berenang," pikirnya dengan pede kala itu.
Kakak dan adiknya yang di rumah pada berlarian menjauh dari sekitar laut.
Kemudian seorang kakaknya tiba-tiba kembali masuk ke rumah mengecek sang ibu.
Firman yang masih di depan pagar kemudian mencoba mencegat kakaknya.
"Kenapa masuk ke rumah lagi?" tanyanya.
Sang kakak menjawab kalau ibu mereka belum kelihatan di mana, entah masih di rumah atau sudah keluar.
Ia pun menyuruh kakaknya untuk pergi saja dan Firman masuk ke rumah sambil berusaha mencari sang ibu.
Dipanggil-panggil tidak ada yang menyahuti, akhirnya ia pun memutuskan untuk keluar lagi dari rumah untuk menyelamatkan diri.
Kebetulan rumah Firman menghadap ke laut, segala yang terjadi kelihatan langsung ke pelabuhan Ulee Lheue.
"Langsung saya lihat di situ buih putih raksasa dan ombak tsunami menghantam pagar pelabuhan," kenang Firman.
“Jantung saya berdetak lebih kencang dan langsung lari sambil teriak air laut naik," tambahnya.
Lari sekencang-kencang namun apa daya, baru sekitar 100 meter ia pun langsung digulung oleh ombak tsunami.
Firman saat itu sudah pasrah karena tidak bisa lagi berbuat apa-apa akibat ganasnya terjangan tsunami.
Dikira kiamat, sekitar belasan hafalan surah dalam Alquran diucapkannya saat terombang-ambing tsunami pagi itu.
Terlintas di pikirannya bahwa ajal sudah dekat dan mulai membandingkan kualitas serta kuantitas ibadahnya saat puasa di tahun tersebut dengan puasa tahun sebelumnya.
Kejadian tersebut kebetulan sekitar beberapa bulan setelah Hari Raya Idul Fitri.
Setelah sekian lama terombang-ambing dalam gulungan tsunami, Firman pun kemudian menggeser puing-puing seperti papan dan sebagainya yang ada di sekitar kepalanya.
Cahaya matahari pun tembus ke dalam air, ia mengikuti cahaya tersebut sampai mengambang ke permukaan air.
Ketika sampai di permukaan air, yang terlihat hanya gunung-gunung dan pulau.
Ia pun mengira hanya dirinya sendiri yang selamat.
Aneh dan ajaibnya, selama di dalam air ia melafalkan hampir belasan surah pendek. Namun selama itu pula Firman tidak merasakan sedikit pun kekurangan oksigen.
"Kepikiran untuk sesak napas pun tidak. Saya yakin ini kekuasaan Allah, sebab kalau kita lafalkan saja Alfatihah sambil tahan nafas, pasti sudah sesak. Ini bayangkan, belasan surah di dalam air," ungkapnya.
Firman kemudian nyangkut di pucuk pohon nangka bersama puing-puing lainnya termasuk kayu.
Ia juga merasakan sakit yang luar biasa saat itu dan mulai pasrah tanpa daya akibat dihantam puing-puing lainnya yang ikut terbawa arus tsunami.
Semakin lama, Firman pun kembali tenggelam akibat terhantam benda-benda di sekitarnya, kemudian terbebas dan muncul lagi ke permukaan sambil memegang kulkas kecil yang mengapung.
Ia berpegangan di kulkas tersebut sebagai pelampung, kemudian melihat seorang yang selamat duduk di atas genteng.
"Saya panggil-panggil minta tolong, dia pun menyahuti sembari memotong kabel listrik di rumah itu dan melemparinya ke saya untuk ditarik ke atas genteng," kenang Firman.
Anehnya lagi, ternyata yang menyelamatkan Firman adalah orang kampungnya sendiri yang diketahui sebagai disabilitas tuna rungu atau keterbatasan indera pendengaran.
Tapi ajaibnya, tiga kali dipanggil-panggil, ia pun menyahut lalu kemudian menolong Firman.
"Waktu itu mata kanan saya masuk lumpur, masih bisa melihat tapi ada bercak darah," kenangnya.
"Kemudian tangan kanan saya terkilir, telapak kaki kanan ada luka sejengkal dan perut tergores lumayan dalam (sejari), selebihnya lecet-lecet," tambahnya.
Ayah, ibu dan tiga kakaknya tidak ditemukan sama sekali dalam bencana amat dahsyat tersebut.
Genap setelah seminggu tsunami, Firman dibawa ke Jakarta karena abang yang sedang mengikuti pendidikan akan segera ujian.
Firman kemudian melanjutkan SMA di Pekanbaru, sempat ingin ditawari SMA ke Jakarta namun merasa minder karena menyangka sekolah di sana terlalu elite untuknya.
Dahulu Firman sempat berpikir kenapa tidak meninggal bersama keluarganya saja saat peristiwa tsunami tersebut, karena tidak sanggup lagi menanggung beban kesedihan setelahnya.
Namun ia kembali merenung bahwa saat Allah menyelamatkannya, berarti ada hikmah yang harus diwujudkan dalam bentuk nyata di sini.
"Mereka (keluarga) tidak butuh tangis saya, tapi doa-doa saya istiqamah," ucap Firman sambil menahan tangis.
"Saya harus menjadi manfaat bagi orang lain biar bisa mengalir ke mereka (pahala)," tambahnya.
Pernah Bekerja di Perbankan
Sebelum merintis Amanah Corp, Firman sempat bekerja di perusahaan BUMN sejak 2012-2017, tepatnya sebagai Auditor IT PT Bank Syariah Mandiri atau BSM (kini disebut BSI).
Alumnus Master Teknologi Informasi Universitas Indonesia (UI) 2014 ini awalnya sempat menjalani kerja paruh waktu merintis bisnisnya bersama Khadafi.
Namun seiring waktu, ia pun memutuskan resign agar tidak menjalani tanggung jawab setengah hati di Bank BSM tempatnya bekerja dan mulai fokus di Amanah Corp dalam membangun perusahaan sendiri.
Firman awalnya mengonsultasikan hal ini ke keluarga terkait rencananya keluar dari perusahaan BUMN tersebut.
"Saya ajukan resign, pas pula grade saya lagi naik. Banyak yang menyanggah saya agar jangan pindah," kenangnya.
Selain meminta pendapat pada keluarga dan salat istikharah, Firman juga meminta saran dari guru spiritual atau ustaznya terkait keputusan tersebut.
Sang guru menasehati, memang di bank syariah tempatnya bekerja saat itu tidak bertentangan dengan agama. Ia mengibaratkan Firman sudah berada di kapal besar yang arahnya sudah benar.
Tapi alangkah lebih mulia lagi kalau Firman punya kapal kecil milik sendiri atau punya bisnis yang dirintisnya dari nol.
"Coba rasain pada saat kamu bisa menggaji para karyawan dan mereka punya keluarga, jadi perantara dari Allah memberi rezeki ke orang lain," ucap Firman menirukan ustaznya.
"Dan (rezeki) itu bisa digunakan kembali buat keluarganya, makin banyak (yang diberi) makin banyak keluarga yang bisa terbantukan," tambahnya.
Kemudian dengan bismillah, lanjut Firman, langsung resign dan mulai fokus membangun Amanah Corp yang salah satu produk suksesnya adalah aplikasi Bisatopup.
Punya keunikan tersendiri, bila menggunakan ATM atau mobile banking dikenakan biaya Rp 2.500 untuk setiap transaksi pembayaran tagihan, pihaknya justeru menawarkan di bawah harga dasar.
Semangatnya lahir aplikasi Bisatopup yakni membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan harga yang murah namun punya banyak fitur.
Saat awal-awal merintis, bahkan pulsa 100 ribu pun berani dijual seharga Rp 94 ribu saja di aplikasi tersebut.
Pihaknya mengaku hanya mengambil keuntungan sekitar Rp 100 (seratus rupiah) dari harga dasar, agar konsumen bisa menikmati keuntungan dari aplikasi yang sudah dibuat.
Misi Mulia Bangun Bisatopup
Profit yang kecil tidak jadi masalah bagi keduanya, asalkan orang lain bisa mencari nafkah dari aplikasi tersebut dengan lebih untung, semisal membuka counter.
Alasan ini pula yang membuat Khadafi dan Firman, menabalkan nama Amanah di perusahaan mereka.
Tujuannya seolah ingin menyampaikan bahwa ada harga yang lebih sesuai dan lebih jujur dibandingkan kompetitor lain.
Agar manfaat yang didapat bisa dirasakan lagi oleh orang banyak.
Hingga saat ini, aplikasi Bisatopup yang dibangun Khadafi bersama Firman itu sudah tembus di angka 600 ribu transaksi per bulan.
Kemudian dari sisi penghasilan, omzet bisnis keduanya kini sudah mencapai sekitar Rp 20 miliar per sebulan.
Sementara jumlah total member sampai saat ini sudah menyentuh 200 ribu orang lebih dan sudah punya sertifikat ISO/IEC 27001 standar keamanan informasi berstandar internasional.
Dengan adanya sertifikat ISO tersebut, pihaknya menjamin semua transaksi baik data maupun saldo pelanggan aman di tangan mereka.
Kemudian Bisatopup juga sudah memperoleh sertifikat Kominfo sebagai penyelenggara sistem elektronik yang terdaftar dan berlisensi.
Sertifikat lainnya yakni ETA, konsultan syariah yang menegaskan SOP yang dijalankan sudah sesuai dengan syariah.
Kedua founder tersebut menjamin setiap transaksi saldo klien di Bisatopup tidak akan dimainkan atau diputarkan terlebih dahulu uangnya ke tempat lain.
Diputarkan dimaksud seperti ke saham dan sebagainya.
Karena setiap uang yang ada di Bisatopup, menurut mereka merupakan uang amanah dari nasabah.
Selain itu, bertransaksi di Bisatopup juga dianggap sudah berinfak.
Hingga saat ini Bisatopup dan Amanah Corp sudah membantu pembangunan dan renovasi lima masjid dan sebuah yayasan yatim.
Tidak hanya memikirkan untung rugi dunia, namun akhirat juga menjadi prioritas yang harus dipikirkan bagi milenial asal Aceh ini dalam membangun bisnisnya.
Makna itu tersirat dari awal Khadafi dan Firman merintis bisnis ini, hingga meraup miliaran rupiah per bulan berkat kerja keras dan ketekunan keduanya. (*)
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Kisah Firman, Co-Founder Startup Asal Aceh Raih Omzet Miliaran, Dulu Hampir Tewas Diterjang Tsunami