Aceh Tengah

Danau Lut Tawar Terbentuk Bukan dari Kawah Gunung Berapi, Begini Penjelasan Guru Besar Berdarah Gayo

Akhir-akhir ini perbincangan tentang danau yang terletak di bagian timur Takengon, ibu kota Kabupaten Aceh Tengah itu makin ramai.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jafaruddin
TRIBUNGAYO.COM/FIKAR W EDA
Salah satu sisi di Danau Lut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah saat jelang senja. Danau tersebut menjadi salah satu lokasi wisata dan baru-baru ini dihebohkan dengan ikan predator di danau tersebut. 

Laporan Fikar W Eda I Aceh Tengah

TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Cerita tentang Danau Lut Tawar, danau kebanggan masyarakat Gayo dan salah satu objek wisata penting di Tanah Gayo, seakan tidak pernah habis.

Akhir-akhir ini perbincangan  tentang danau yang terletak di bagian timur Takengon, ibu kota Kabupaten Aceh Tengah itu makin ramai.

Hal ini sehubungan dengan munculnya ikan predator bergigi tajam dan pernah menggigit tangan nelayan  setempat.

Ikan ini berasal dari perairan tawar Tiongkok dan Amazon.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Aliman Selian SPi, MSi memberi klarifikasi bahwa ikan tersebut merupakan ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum), dan bukan piranha.

Baca juga: Keberadaan Ikan Predator Cemaskan warga Gayo, Begini Penjelasan Ahli Geolog Soal Biota Lut Tawar

Keberadaan ikan predator itu mencemaskan warga Gayo, konon akan memangsa ikan endemik, depik.

Meski soal ini belum ada penelitiannya.

Depik (rasbora tawarensis) merupakan ikan endemik yang hidup di Danau Laut Tawar.

Ikan ini menjadi simbol dan kebanggaan masyarakat Gayo.

Danau Lut Tawar merupakan bagian dari ekosistem Dataran Tinggi Gayo-Alas berada di punggung Bukit Barisan membentang dari Tanah Alas Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Bener Meriah.

Danau Lut Tawar menyimpan pesona  luar biasa, di mata penyair didong Gayo, Ibrahim Kadir, menyebutnya sebagai tidak tertandingi oleh danau manapun.

Baca juga: Ikan Predator Danau Lut Tawar Bergigi Tajam Satu Genus dengan Piranha, Benarkah Makan Ikan Depik?

Itulah sebabnya, semasa hidup, Ibrahim Kadir tidak pernah berhenti memikirkan Lut Tawar dan membuatnya selalu ingin pulang saat ia berada di luar daerah.

Ia melukiskan Danau Lut Tawar sebagai seorang gadis cantik yang mendongak ke langit, dengan rambut tergerai membentuk sungai dan anak sungai.

Wajahnya teduh laksana hijau rumputan dan pucuk pinus mengitar danau.

Sebagai objek wisata, Danau Lut Tawar selalu ramai dikunjungi terutama pada hari libur atau akhir pekan.

Sepanjang tepi danau tumbuh berbagai aktivitas ekonomi, seperti penginapan atau homestay, kafe dan tempat-tempat swafoto yang menarik.

Danau  ini  memiliki luas 5.472 hektare dengan panjang 17 kilometer  dan lebar 3,219 kilometer. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m⊃3; (2,5 triliun liter).

Baca juga: Heboh! Ikan Predator Tertangkap Warga di Danau Lut Tawar, Takengon, Cek Faktanya

Tercatat  terdapat 25 aliran sungai  yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik.

Kedalaman danau bervariasi, mulai dari 8,9 meter di bagian pinggir danau, sampai 51,13 meter di tengah danau atau 630 meter dari tepi.

Para ahli mencatat, terdapat 46 jenis plankton yang terbagi atas 11 kelas di Danau Laut Tawar.

Rinciannya, kelas Chlorophyceae sebesar 35 persen, Bacillariophyceae 24 % , Myxophyceae 9 % , dan kelas lain sebesar 32 % , Hydrilla sp. 

Eceng gondok, dan kiambang juga dapat ditemukan hidup di pinggiran danau.

Juga ditemukan 3 jenis moluska, 1 jenis annelida, 37 jenis ikan, dan 49 jenis serangga yang hidup di kawasan Danau Laut Tawar.

Baca juga: Komunitas Mobil Taft Indonesia di Aceh, Kunjungi Kantor TribunGayo.com dan Wisata di Danau Lut Tawar

Untuk hewan yang hidup di sekitar danau, ditemukan 20 spesies mamalia yang terbagi atas 13 famili.

Beberapa di antaranya termasuk hewan yang dilindungi, antara lain binturung, pukas,

trenggiling, landak, kancil, napu, owa, siamang, tanado, harimau, kucing hutan, rusa, dan kijang.

Lalu bagaimana asal muasal terbentuknya Danau Lut Tawar?

Banyak yang beranggapan bahwa danau itu terbentuk dari kawah gunung berapi. Benarkah?

Geolog berdarah Gayo yang menetap  di Bandung, Prof Fauzi Hasibuan, menyatakan bahwa Danau Lut Tawar terbentuk bukan dari kawah gunung merapi.

Melainkan terbentuk proses horst dan graben, merupakan hasil dari patahan pada kulit bumi yang mengalami depresi dan terletak di antara dua bagian.

Baca juga: Ikan Depik Khas Danau Lut Tawar Dijemur di Arena Bazar Perpustakaan Nasional Jakarta

Bagian yang lebih tinggi disebut dengan horst dan yang rendah disebut graben.

“Bukan akibat letusan gunung berapi, tapi patahan dari kulit bumi,” kata Prof Fauzi.

Fauzi Hasibuan menyarankan untuk memasukan bidang geologi dalam pemanfaatan dan pengembangan Danau Laut Tawar.

“Danau itu berasal dari susunan bebatuan, bukan dari gunung api atau kawah, tapi dari horst and  graben. Itu bukan batuan gunung api tapi metamorf,” ujarnya.

Fauzi juga menyebutkan, bahwa sumber air danau berasal dari sungai-sungai kecil yang mengalir melalui batuan-batuan lunak yang sumbernya berasal dari kawasan Bener Meriah.

Sungai-sungai itu disebut dengan istilah “didisen,” oleh orang Gayo.

Baca juga: Polres Aceh Tengah Bersama Garuda Sakti Bersihkan Sampah di Lokasi Wisata Danau Lut Tawar

“Belum ada sungai besar yang masuk ke Danau Lut Tawar.

 Yang ada sungai-sungai kecil, "didisen,"  yaitu sungai bawah tanah. Misalnya "didisen" di Mendale, Bebuli, itu datangnya dari Bener Meriah, bukan dari sungai yang sekitar danau.

Jadi secara geologi kita harus menjaga asupan dari Bener Meriah mengenai air danau,” ujar Fauzi Hasibuan yang lahir dan besar di Kampung Bale Takengon.

Ayahnya, bermarga Hasibuan dan ibunya berasal dari Gayo Aceh Tengah.

Ia menyebut ikan depik, ikan khas danau itu, adalah jenis ikan yang hidup di sungai-sungai bawah batu tadi.

Orang Gayo menamai ikan tersebut, depik (rasbora tawarensis) satu-satunya yang ada di Lut Tawar.

“Depik tidak bisa dipancing, itu secara geologi, karena bagian atas dari danau adalah batu gamping dan

dibawahnya batu metamorf, batuan keras. Depik hidupnya di bawah batu gamping,” ujar Prof Fauzi.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved