Seni Gayo

Didong Jalu, Memiliki Beberapa Bagian dan Istilah, Berikut Penjelasannya

Panggung pertunjukan didong dibangun temporer pada tempat-tempat tertentu di ruang terbuka, seperti halaman sekolah, lapangan sepak bola, dan...

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mawaddatul Husna
For TribunGayo.com
Kemara Bujang dalam  Pertunjukan Didong Jalu di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta pada 23 Juli 2022. 

Panggung pertunjukan didong dibangun temporer pada tempat-tempat tertentu di ruang terbuka, seperti halaman sekolah, lapangan sepak bola, dan sebagainya.

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Pertunjukan "Didong Jalu" memiliki beberapa bagian dan istilah lokal.

Didong adalah kesenian rakyat Gayo yang paling digemari.

Berlangsung satu malam suntuk. Bertanding antara dua grup.

Seperti yang berlangsung di Jakarta pada 23 Juli 2022 lalu, dua grup didong dari Aceh Tengah, Kemara Bujang dari Kampung Kung dan Teruna Jaya dari Kampung Toweren.

Kegiatan itu dipentaskan dalam satu pertunjukan "Didong Jalu,"  di Gedung Perpusatakaan Nasional, Jakarta.

Baca juga: VIDEO Wandi Gayo dan Wakil Bupati Aceh Tengah Peragakan Gaya Tarung dalam Iringan "Didong Banan"

Lalu apa saja bagian dan istilah dalam Didong Jalu? Berikut penjelasannya.

1. Panggung Arena

Pertunjukan didong menggunakan panggung berbentuk arena.

Sehingga penonton bisa menyaksikan kesenian itu dari semua sisi.

Panggung pertunjukan didong dibangun temporer pada tempat-tempat tertentu di ruang terbuka, seperti halaman sekolah, lapangan sepak bola, dan sebagainya.

Baca juga: Didong Jalu Sampai Pagi, Berikut Urutan Catatan Sejarah Didong di Jakarta

Tapi sekarang sudah ada pertunjukan di dong dilakukan dalam gedung pertunjukan, seperti Gedung Olah Seni Takengon, Gedung Tertutup Taman Budaya Banda Aceh Penonton dan sebagainya.

2. Tepok

Para pemain didong yang terdiri dari dua grup (kelop) dalam suatu pertunjukan didong, duduk bersila dalam lingkaran yang terpisah.

Mereka memainkan "tepok" sebagai pengiring  puisi didong.

"Tepok" ini ada yang bersumber dari "tangan kosong" atau "tepok bantal" atau kanvas kecil seukuran telapak tangan.

Grup didong memainkan berbagai variasi "tepok" sehingga membuat suasana panggung didong makin meriah dan bergairah.

Baca juga: Ceh Lakiki Asal Gayo, Mengarang Didong Gayo Sambil Memejamkan Mata, Ama Ecek dari Penyair LK Ara

Ada yang disebut "tepok runcang, tingkah, tepok sara, tepok roa, tepok tulu," dan lain-lain sebagai bentuk variasi "tepok."

Para "penepok" juga membentuk gerak-gerakan tertentu secara serentak.

"Tepok" ini berfungsi sebagai ritme mengiringi puisi-puisi didong yang didendangkan oleh para ceh.

3. Sare

Sare, adalah atraksi variasi bunyi yang dibawakan secara koor sehingga mampu menghangatkan suasana dan diteruskan dengan puisi pendek yang terkadang sudah mulai memberi sindiran kepada kawan tanding.

Sare dikomando oleh Ceh dan diikuti oleh "penepok" atau "penunung" mengawali kegairahan berdidong.

4. Persalaman

Adalah lirik yang mengandung sapaan kepada penonton, tamu undangan dan lawan tanding.

Dalam didong ngerje, maka Ceh didong menyampaikan salam kepada tuan rumah dan menyebut satu per satu kepada tuan rumah.

Baca juga: Syair Sastra Gayo dan Peran Didong dalam Pembangunan di Bagian Tengah Aceh

Atau menyebut nama-nama panitia didongjalu serta orang-orang yang dianggap terhormat dalam satu perhelatan didong.

Orang yang disebut namanya, lalu bangkit memberikan "tips" dalam bentu lembaran uang dimasukkand alam kotak yang tersedia atau langsung kepada Ceh atau penyairnya.

5. Kisah

Yaitu puisi yang berisi tentang cerita  perjalanan hidup dengan segala duka-citanya, termasuk ke dalamnya adalah kerinduan terhadap kampung halaman, atau kisah-kisah tertentu tentang adat, lingkungan dan sebagainya.

Baca juga: Ayun dan Prof Mr Chen dari Takengon Pakai Kerawang Gayo, Semarakan Didong Gayo di Perpusnas Jakarta

Puisi yang mengisahkankan tentang kampung halaman acap didendangkan oleh grup didong yang diundang bertanding di luar daerah Gayo, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan lain-lain.

Atau kisah-kisah pembangunan suatu daerah dan sebagainya 

6. Tep Onem

Ini adalah puisi sindiran “halus dan tajam” ditujukan  kepada lawan tanding.

Lirik-lirik sindiran dan serangan ini biasanya diperdengarkan pada tengah malam atau dini hari, saat penonton mulai mengantuk, kata antropolog almarhum M Junus Melalatoa dalam buku Kebudayaan Gayo.

Penonton menyukai "tep onem" untuk melihat kecanggihan dan ketangkasan para Ceh menjawab sindiran atau membuat sindiran yang tidak jarang bikin "merah kuping." 

7. Didong Morom

Didong morom atau "didong bersimaapen" memuat tentang permohonan maaf kepada lawan tanding, karena selama semalaman saling “menyerang dengan puisi” yang mungkin saja menyinggung perasaan. 

"didong bersimaapen" merupakan bagian akhir dari rangkaian pertunjukan  Didong Jalu.

"Didong morom" atau "didong bersimaapen" adalah ruang puncak bagi kedua grup untuk menyampaikan permohonan maaf dan memberi maaf.

Permohonan maaf  dilantunkan oleh Ceh didong atau penyair didong, dalam irama syahdu, yang dalam khasanah Gayo disebut "pepongoten". (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved