Sejarah Aceh
Presiden Soekarno Pernah Ngambek di Aceh, Begini Kesaksian Abdul Latief
Presiden Soekarno pernah ngambek di Aceh, gegaard belum jelas dana beli pesawat.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Budi Fatria
Laporan Fikar W.Eda/Jakarta
TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Presiden Soekarno diketahui pernah ngambek di Aceh.
Ngambeknya Presiden Soekarno di Aceh ini diungkap oleh Abdul Latief.
Waktu kejadian itu, Presiden Soekarno sedang bersama saudagar Aceh.
Presiden Soekarno dijamu makan malam, di Aceh Hotel pada 16 Juni Tahun 1948.
Abdul Latief menyaksikan secara langsung peristiwa bersejarah tersebut.
Diketahui, Abdul Latief waktu itu masih berusia delapan tahun.
Ia ikut hadir menemani ibundanya yang seorang pengurus organisasi perempuan.
Baca juga: Presiden Soekarno Tak Mau Makam Malam Saat ke Aceh, Ngambek Belum Ada Kepastian Dana Beli Pesawat
Menurut kesaksian Abdul Latief, dalam pertemuan itu, Presiden Soekarno terlihat ngambek.
Ngambeknya Soekarno gara-gara belum ada kepastian adanya dana untuk beli pesawat.
“Waktu itu itu Soekarno "ngambek" tidak mau makan malam, kalau belum ada kepastian adanya dana untuk beli pesawat," kata Abdul Latief dalam Seminar Aceh Daerah Modal yang diselenggarakan secara hybrid oleh Taman Iskandar Muda, dari Gedung Perpusnas, Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Tapi kemudian, kata Abdul Latief, ada seorang tokoh Aceh, gagah dan muda, namanya M Djoened Joesoef.
M Djoened Joesoef merupakan Ketua Gasida, Gabungan Saudagar Aceh.
Dialah yang menjawab "Insya Allah," kenang Abdul Latief.

Jawaban itu diberikan setelah beberapa saat Djoened Joesoef berembuk dengan beberapa orang Aceh lainnya.
Baca juga: Abdul Latief Menteri Era Soeharto: Orang Aceh Cerdas dan Berani, Tapi Pemimpinnya Tidak Bersatu
"Setelah itu baru kemudian Soekarno mau makan malam," ujarnya.
Dua hari kemudian, lanjut Abdul Latief, ia diminta ibundanya menjual beberapa perhiasan emas milik ibunya, dan uang hasil penjualan itu diantarkan ke Kantor Gasida.
"Saya tanya ke ibu, untuk apa dijual. Ibu saya menjawab, itu untuk bantuan beli pesawat," beber Abdul Latief.
Abdul Latief dalam usia enam tahun juga menjadi saksi peristiwa perang saudara di Aceh yang dikenal dengan perang Cumbok.
Ketika itu, Abdul Latif diajak ibundanya ke Pidie untuk urusan organisasi perempuan keagamaan.
"Saat itulah baru tahu bahwa sudah terjadi perang saudara, dan saya lewat diantar mayat-mayat itu," kata Abdul Latief.
Peristiwa itu terjadi akibat konflik kaum hulubalang dengan kaum ulama.
Baca juga: Presiden Soekarno Pernah "Ngambek" Gak Mau Makam Malam di Aceh, Ternyata Gara-Gara Ini
Abdul Latief tokoh Aceh, pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) lahir di Banda Aceh 27 April 1940.
Abdul Latief adalah salah seorang pengusaha Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai menteri Tenaga Kerja pada era pemerintahan Presiden Soeharto.
Dia pencetus ketentuan upah kerja minimum atau upah minimum regional (UMR) dan jaminan sosial tenaga kerja yang sekarang dikenal Jamsostk ketika menjabat Menteri Tenaga Kerja.
Abdul Latief, menegaskan pemimpin Aceh harus bersatu untuk mencapai kemajuan Aceh.
“Aceh itu orangnya cerdas dan berani. Tapi pemimpinnya tidak bersatu. Keakuannya tinggi," katanya dalam seminar itu.
"Syarat kemajuan Aceh adalah pemimpinnya bersatu.
Nah apakah mau Aceh itu mau, kalau mau pemimpinnya harus bersatu," katanya berulang-ulang memberi semangat.
Ia mengatakan kemajuan Aceh pernah dicapai pada masa Kerajaan Samudra Pasai, masa itu pemimpinnya kuat.
"Nah kita mau meraih kemajuan itu lagi.
Ayo bersama-sama kita rancang, untuk kemajuan Aceh pada 100 tahun Indonesia Merdeka nanti," katanya lagi. (*)