Pilpres 2024

Jusuf Kalla Ungkap Empat Kriteria Pemimpin yang Layak Dipilih pada Pilpres 2024, Apa Saja?

Apalagi pemilihan pemimpin ini akan menyangkut 270 juta jiwa penduduk Indonesia, sehingga kita tidak boleh main-main dalam memilihnya.

Tribunnews.com
Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla. 

TRIBUNGAYO.COM - Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla mengungkapkan empat kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih pemimpin Indonesia.

Diketahui, Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia selama dua periode masa jabatan secara tidak berturut-turut, yaitu pada periode 2004- 2009 dan periode 2014- 2019.

Menurut Jusuf Kalla, empat kriteria itu perlu diperhatikan dalam memilih pemimpin Indonesia.

Hal itu agar nantinya pemimpin tersebut bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju.

Baca juga: Litbang "Kompas”: Pemilih NasDem Lebih Memilih Nama Ini untuk Capres, Anies Urutan Berapa?

Apalagi pemilihan pemimpin ini akan menyangkut 270 juta jiwa penduduk Indonesia, sehingga kita tidak boleh main-main dalam memilihnya.

"Dari tujuan besar itu baru kita tetapkan kriteria. Ini tidak boleh main-main karena menyangkut 270 juta jiwa penduduk Indonesia," kata JK dilansir Kompas.com, Sabtu (29/10/2022).

Kriteria yang pertama menurut JK adalah kemampuan kepemimpinan yang kuat.

Kemudian calon pemimpin yang dipilih nantinya juga harus mempunyai pengalaman.

Baca juga: Anies Baswedan Resmi Diusung Nasdem Jadi Capres 2024, Begini Sosoknya Dimata Masyarakat Gayo

Karena jika tanpa pengalaman, pemimpin tersebut akan sulit untuk memimpin Indonesia.

"Karena tanpa pengalaman juga nanti susah," ucap JK.

Selanjutnya kriteria ketiga yakni sosok yang memiliki tingkat kecerdasan dan kemampuan intelektual yang cukup baik.

Kriteria terakhir adalah pemimpin tersebut harus mempunya rekam jejak yang baik.

"Itu saja dulu empat. Boleh ditambah tapi tujuan utama kita yang bisa membawa bangsa ini lebih baik," ungkap JK.

Meski telah mengungkap empat kriteria tersebut, JK enggan mengungkapkan siapa tokoh yang menurutnya mendekati kriteria tersebut.

JK pun ingin membiarkan masyarakat saja untuk menilai siapa tokoh yang sesuai dengan kriteria itu.

Politikus Partai Golkar ini pun menambahkan kriteria ini semestinya menjadi perhatian utama masyarakat sebelum meributkan soal nama yang akan dipilih pada Pilpres 2024.

Menurut dia, masyarakat juga mesti menilai dengan objektif soal kriteria dan nama calon presiden Indonesia pada 2024.

"Jangan dahulu anti ini anti itu. Kriterianya mana dahulu?" pungkasnya.

Pengamat Nilai Turunnya Elektabilitas Parpol KIB karena 3 Faktor, Salah Satunya Belum Umumkan Capres

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Survei Litbang Kompas menunjukkan perolehan suara partai anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengalami penurunan jika pemilu dilakukan saat ini.

KIB merupakan koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Baca juga: DPP PDIP Jatuhkan Sanksi Terhadap Ganjar Pranowo, Imbas Pernyataannya yang Siap Maju Capres

Dalam survei tersebut, Golkar keluar dari tiga besar papan atas dengan hanya memperoleh 7,9 persen suara.

Padahal pada survei yang sama Juni 2022 lalu, Golkar mendapat suara 10,3 persen.

Posisi Golkar digeser oleh Partai Demokrat dengan elektabilitas 14 persen.

Sedangkan PAN yang memperoleh 3,6 persen pada survei Juni juga mengalami penurunan suara menjadi 3,1 persen. PPP hanya memperoleh 1,7 persen suara.

Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai penurunan itu disebabkan oleh beberapa faktor.

Baca juga: AHY Lebih Berpeluang Dampingi Anies Baswedan? Berikut Kata Pengamat

Pertama, KIB hingga saat ini belum memajang nama calon presiden (capres) dan cawapres yang bakal didukung pada Pilpres 2024.

Sehingga partai anggota koalisi tidak mendapat keuntungan dari efek ekor jas (coat-tail effect).

"Pertama tentu sampai hari ini KIB belum menentukan siapa figur untuk dapat layak dicalonkan capres atau cawapres. Apa implikasinya? implikasinya adalah terhadap coat-tail effect."

"Ini tidak bisa didapatkan oleh KIB karena notabenenya mereka belum punya calon," kata Herry, kepada wartawan, Jumat (28/10/2022).

Faktor berikutnya adalah kemiripan ceruk elektoral. Herry menjelaskan ketiga partai anggota KIB berbagai suara di ceruk yang sama yakni segmen pendukung pemerintah.

Baca juga: Anies Baswedan Silaturahmi Politik Jajaki Cawapres, Pengamat Nilai AHY Lebih Berpeluang

"Kedua ceruk elektoral dari ketiga parpol ini hampir mirip di segmen masyarakat pendukung pemerintah."

"Namun di sisi lain, mereka harus mengerti ceruk elektoral itu tidak hanya kelompok masyarakat atau segmen masyarakat yang pro pemerintah. Ada segmen masyarakat yang justru kontra dengan pemerintah," ucapnya.

Golkar, PAN, dan PPP juga dinilai belum berupaya maksimal untuk menggarap ceruk elektoral yang kontra pemerintah.

"Dan sampai saat ini, ketiga parpol ini belum ada upaya untuk mencoba menarik ceruk ini ke dalam elektabilitas mereka," ujarnya.

Selain itu, KIB juga tidak tampak mempunyai terobosan dan inovasi yang mampu menarik perhatian publik.

Baca juga: Anies Baswedan Jajaki Sosok Cawapres?, Hari Ini Silaturahmi Politik dengan AHY 

"Ketiga sampai hari ini, menurut saya, tidak ada gebrakan atau inovasi tertentu yang membuat publik tertarik atau simpati untuk memilih salah satu misalnya di antara mereka terbagi secara proporsional terdistribusi suara atau ceruk elektoral itu," ujarnya.

Menurut Herry, KIB harus mampu mengatasi tiga persoalan tersebut jika ingin membalikkan keadaan.

"Jelas (harus diselesaikan)," tandasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 4 Kriteria Pemimpin Layak Dipilih pada Pilpres 2024 Versi Jusuf Kalla: Pengalaman hingga Kecerdasan

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved