Berita Banda Aceh

Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh: E-voting Diproyeksikan Mampu Memangkas Biaya Pilkada 50 Persen

Sebelumnya wacana tersebut muncul dengan alasan bahwa pelaksanaan Pilkada langsung dianggap menimbulkan biaya yang tinggi. 

Editor: Sri Widya Rahma
SERAMBINEWS/Dok. Serambi
Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Mujiburrahman. 

TRIBUNGAYO.COM - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Mujiburrahman memberikan tanggapan terhadap wacana yang dilontarkan oleh Presiden Prabowo Subianto mengenai pengembalian pemilihan kepala daerah (Pilkada) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sebelumnya wacana tersebut muncul dengan alasan bahwa pelaksanaan Pilkada langsung dianggap menimbulkan biaya yang tinggi.

Mujiburrahman mengungkapkan bahwa langkah yang diambil oleh Presiden merupakan bentuk keprihatinan terhadap tingginya biaya politik (cost elektoral) yang dikeluarkan.

Serta dinilai tidak sebanding dengan kualitas hasil yang diperoleh.

Meskipun demikian, ia mengingatkan pentingnya evaluasi yang menyeluruh sebelum keputusan tersebut diambil.

Hal ini diperlukan agar keputusan yang diambil dapat memberikan hasil yang optimal dan berdampak positif bagi semua pihak.

“Selama dua dekade terakhir, Pilkada secara langsung telah menjadi capaian demokrasi Indonesia yang dipuji dunia internasional. Sistem ini juga mendekatkan rakyat dengan pemimpin yang mereka pilih secara langsung,” ujar Prof Mujiburrahman saat dihubungi Serambi, Minggu (15/12/2024).

Menurut pandangannya, tingginya biaya dalam penyelenggaraan Pilkada langsung menjadi masalah serius yang harus segera diatasi.

Untuk itu, Rektor UIN Ar-Raniry mengusulkan penerapan sistem e-voting sebagai solusi.

Ia menyarankan agar Indonesia mengikuti langkah negara-negara maju seperti Amerika Serikat, India, dan negara-negara di Eropa Barat yang sudah menerapkan sistem pemungutan suara elektronik.

Menurutnya, penggunaan teknologi ini dapat mengurangi biaya sekaligus mempermudah proses pemilihan.

“E-voting diproyeksikan mampu memangkas biaya hingga 50 persen. Sistem ini layak dikaji secara serius sebagai bagian dari pembenahan teknis dalam demokrasi kita,” ungkap Prof Mujiburrahman.

Namun, dia menekankan bahwa masalah money politics tidak hanya terjadi pada Pilkada langsung.

Pemilihan yang dilakukan melalui DPRD juga belum tentu terbebas dari praktik-praktik tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberantasan money politics harus menjadi fokus utama, tidak hanya pada sistem pemilihan tertentu.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved