Gajah Putih Muncul di Aceh
Peristiwa Gajah Putih, Sengeda dan Raja Linge XIV Terjadi Pada Masa Sultan Aceh Alaidin Ria’yah II
Kisah ini berawal dari keterlibatan Raja Linge XIII dalam pemerintahan Aceh dan Johor serta perseteruan yang terjadi di antara para pewarisnya.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Sri Widya Rahma
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Peristiwa Gajah Putih yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Aceh Alaidin Ria’yah II (1539–1571) merupakan salah satu kisah bersejarah yang menggambarkan dinamika hubungan politik antara Kesultanan Aceh, Kerajaan Johor, dan Tanah Gayo.
Kisah ini berawal dari keterlibatan Raja Linge XIII dalam pemerintahan Aceh dan Johor serta perseteruan yang terjadi di antara para pewarisnya.
Sekitar tahun 1511, setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, Kesultanan Aceh menjalin hubungan erat dengan Sultan Mahmud Syah dari Malaka.
Salah satu bentuk aliansi politik yang terjalin adalah pernikahan antara Sultan Alauddin Mansyur Syah, putra Sultan Mahmud Syah, dengan seorang putri Aceh.
Sebaliknya, seorang putri Sultan Malaka juga dinikahkan dengan Raja Linge XIII, seorang bangsawan Gayo yang memiliki kedudukan penting di Aceh dan Johor.
Raja Linge XIII kemudian turut serta dalam perlawanan terhadap Portugis, baik di Aceh maupun Johor.
Ia adalah Staf Panglima Besar Angkatan Perang Aceh.
Saat Kerajaan Johor baru terbentuk pada tahun 1533, ia diangkat sebagai salah satu pejabat penting dalam kabinet pemerintahan Sultan Johor.
Dalam misinya memperluas wilayah Johor, ia membuka daerah baru yang kini dikenal sebagai Pulau Lingga.
Di Pulau Lingga, Raja Linge XIII memiliki dua putra, Bener Merie dan Sengeda.
Namun, setelah kematiannya, istrinya kembali ke Aceh bersama kedua anaknya.
Ketika mereka dewasa, ibu mereka mengungkapkan asal-usul ayah mereka, dan keduanya berangkat ke Tanah Gayo untuk menemui Raja Linge XIV, saudara ayah mereka.
Namun, kedatangan mereka tidak diterima dengan baik.
Raja Linge XIV justru menuduh mereka bertanggung jawab atas kematian ayahnya dan menjatuhkan hukuman mati.
Bener Merie dieksekusi, sedangkan Sengeda diselamatkan secara diam-diam oleh Raja Cik Serule.
Pada masa yang sama, Sultan Alaidin Ria’yah II mengumumkan keinginannya untuk mendapatkan seekor gajah putih dari hutan-hutan Tanah Gayo.
Hadiah besar dijanjikan bagi siapa saja yang berhasil menangkap dan menyerahkannya kepada Sultan.
Tanpa mengetahui bahwa penangkap gajah putih tersebut adalah Sengeda, Raja Linge XIV mempersiapkan persembahan untuk Sultan.
Namun, saat upacara penyerahan di Kraton Aceh, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Gajah putih yang semula jinak tiba-tiba mengamuk, menolak dipersembahkan oleh Raja Linge XIV.
Kejadian ini hampir merenggut nyawanya, karena gajah tersebut justru menyerangnya.
Kisah ini dikutip dari buku "Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda,"hlm. 39–42, ditulis oleh MH Gayo, penerbit PN Balai Pustaka. (*)
Baca juga: Reje Linge, Gajah Putih dan Struktur Tari Guel
Baca juga: Ismanadi Keturunan Cik Serule: Kemunculan Gajah Putih di Bener Meriah Pertanda Baik bagi Tanah Gayo?
Baca juga: Kisah Gajah Putih Penjelmaan Anak Reje Linge XIII, Legenda yang Mengakar Bagi Masyarakat Gayo
Gajah Putih
Sengeda
Raja Linge XIV
Reje Linge XIII
Sultan Aceh
Meriah
Cik Serule
Linge
TribunGayo.com
berita tribun gayo hari ini
Reje Linge, Gajah Putih dan Struktur Tari Guel |
![]() |
---|
Ismanadi Keturunan Cik Serule: Kemunculan Gajah Putih di Bener Meriah Pertanda Baik bagi Tanah Gayo? |
![]() |
---|
Kisah Gajah Putih Penjelmaan Anak Reje Linge XIII, Legenda yang Mengakar Bagi Masyarakat Gayo |
![]() |
---|
Kilas Balik Sejarah Kerajaan Linge dan Kemunculan Gajah Putih di Bener Meriah |
![]() |
---|
Viral! Kemunculan Gajah Putih di Bener Meriah, Benarkah Ini Pertanda untuk Reje Linge ke-21? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.