Korban TPPO di Kamboja

Warga Bener Meriah jadi Korban TPPO di Kamboja, Loncat dari Lantai 5 Demi Kabur dari Penyiksaan

Namun demikian, pihak keluarga masih terkendala dengan pendanaan, karena ada sejumlah administrasi yang harus dibayar.

Penulis: Bustami | Editor: Mawaddatul Husna
For Tribungayo.com
Warga Bener Meriah Korban TPPO - Dua warga Kabupaten Bener Meriah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan Kamboja. Mereka saat ini sudah diamankan di KBRI Phnom Penh untuk menunggu proses pemulangan. 

Laporan Bustami | Bener Meriah

TRIBUNGAYO.COM, REDELONG - Dua warga Kabupaten Bener Meriah yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja kini dapat bernafas lega usai berhasil kabur dari tempat penyiksaan.

Mereka saat ini sudah diamankan di KBRI Phnom Penh untuk menunggu proses pemulangan.

Tapi pihak keluarga masih terkendala dengan pendanaan, karena ada sejumlah administrasi yang harus dibayar.

Keduanya yaitu Tanwir Ayubi warga asal Kecamatan Bukit dan Feri Affuandi warga asal Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.

Zecki Fikri selaku Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Bener Meriah, menyampaikan berdasarkan laporan yang dihimpunnya.

Mereka dipekerjakan menjadi online scammers (penipuan berbasis teknologi informasi dan komunikasi) di Kamboja

"Ya, mereka korban TPPO. Mereka dipekerjakan jadi operator penipuan daring (online scam) di Kamboja," kata Zecki Fikri kepada TribunGayo.com, Senin (30/6/2025).

Terbongkarnya kasus ini berawal dari Zecki Fikri mendapatkan laporan dari para keluarga.

Kemudian menyampaikan kepada Ketua Pemuda Muhammadiyah Aceh, Zul Hafiyan dan terjadilah koordinasi penyelamatkan bagi kedua korban dari Bener Meriah tersebut.

Kata Zecki, ia telah berkoordinasi dengan para korban di Kamboja dan bahkan sempat bercerita kepadanya tentang proses penyiksaan disana karena tak berhasil memenuhi target perusahaan.

Jadi sistem kerja disana berdasarkan pengakuan korban, kata Zecki mereka dipekerjakan di sebuah perusahaan investasi bodong.

Dimana ditempatkan di sebuah gedung berlantai lima dan disana para korban dipaksa kerja untuk memenuhi target, bahkan tanpa diperbolehkan menggunakan handphone pribadi.

Mereka dipaksa bekerja dengan menargetkan wajib ada delapan korban selama sehari.

"Mereka terus dipaksa kerja, handphone tidak boleh, kalau ketahuan ada Hp didenda dengan membayar sejumlah uang.

Halaman
123
Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved