Dua SD Negeri Tutup

Jejak Dua SD Negeri di Aceh Tenggara yang Hilang dari Peta Pendidikan

SDN Kuta Tengah kini sepenuhnya beralih menjadi TK Negeri. Sementara SDN 2 Lawe Sigala-gala hanya menyisakan satu ruang untuk SDN 1 Lawe Sigala-gala.

Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Budi Fatria
TribunGayo.com/Asnawi Luwi
SEKOLAH DITUTUP - Kondisi Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, yang telah ditutup. Foto Direkam, Rabu (12/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Liputan ini menemukan bahwa penutupan dua sekolah bukan sekadar soal berkurangnya murid.
  • Ada indikasi lemahnya manajemen distribusi guru dan kebijakan zonasi sekolah.
  • Distribusi guru tidak merata: pensiun massal tidak diantisipasi dengan penempatan tenaga baru.
  • Kompleks sekolah yang membingungkan: tiga SD berdiri di satu lokasi, membuat orang tua ragu memilih.

 

Laporan Wartawan TribunGayo.com | Asnawi Luwi

TribunGayo.com, KUTACANE – Di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, dua bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) berdiri megah di antara rindangnya pepohonan. 

Dulu, suara tawa anak-anak SD menggema dari ruang-ruang kelasnya. Suara itu kini berubah, hanya ada terlihat anak-anak berseragam Taman Kanak-Kanak (TK) Negeri yang belajar mengenal huruf dan warna.

Investigasi TribunGayo.com, pada Rabu (12/11/2025) lalu, menemukan dua sekolah yang pernah menjadi saksi awal pendidikan dasar di daerah itu, telah hilang dari peta pendidikan sejak ditutup pada 2018 silam.

Dua SD Negeri yang ditutup itu berada di Desa Lawe Pekhidinan dan Desa Kuta Tengah, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Aceh Tenggara.

Penutupan dua SD Negeri milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Tenggara itu, menimbulkan berbagai asumsi, bahkan ada yang berpendapat akibat kualitas atau mutu Pendidikan, dan juga akibat tak ada guru. 

SDN Kuta Tengah
SEKOLAH DITUTUP - Kondisi SDN Kuta Tengah, di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Aceh Tenggara, yang telah ditutup. Foto Direkam, Rabu (12/11/2025). (TribunGayo.com/Asnawi Luwi)

Dampak dari dua sekolah itu tutup, anak-anak yang bersekolah di SD itu, terpaksa mereka harus berpindah sekolah, ada yang ke desa tetangga, dan sebagian masih bersekolah di kompleks itu.

Baca juga: Bupati Aceh Tenggara dan Kadisdikbud Hadiri Rakor Pengusulan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan

Dari SD ke TK

SDN Kuta Tengah kini sepenuhnya beralih menjadi TK Negeri. Sementara SDN 2 Lawe Sigala-gala hanya menyisakan satu ruang untuk SDN 1 Lawe Sigala-gala, selebihnya difungsikan sebagai TK.

Di atas kertas, alasan penutupan adalah jumlah murid yang terus menurun. Namun, di lapangan, cerita yang muncul lebih kompleks.

Sri Surmiati
Sri Surmiati guru SDN1 Lawe Sigala-gala. (TribunGayo.com/Asnawi Luwi)

Guru Nurhayati, yang pernah mengajar di SDN Kuta Tengah, mengingat masa-masa terakhir sekolah itu.

“Jumlah murid semakin menurun, orang tua mulai enggan menyekolahkan anak di sana. Akhir 2018 sekolah ditutup, saya dipindahkan ke SDN Bertingkat,” kata Guru Nurhasana yang ditemui TribunGayo.com, pada Rabu (12/11/2025) lalu.

Namun, guru lain, Sri Surmiati dari SDN 1 Lawe Sigala-gala, punya pandangan berbeda.

Nurhayati
Nurhayati guru SDN Bertingkat. (TribunGayo.com/Asnawi Luwi)

Menurutnya, penutupan SDN 2 Lawe Sigala-gala, bukan semata-mata karena berkurangnya murid , melainkan karena krisis tenaga pengajar.

"Saat itu hanya ada dua guru ASN, saya dan Radiani. Banyak guru yang pensiun, sementara murid masih ada lebih dari 40 orang," jelasnya.

Wali Murid Terkejut

Bagi orang tua murid, penutupan sekolah adalah kejutan.

Idawati, wali murid, masih ingat perasaan itu.

Idawati
Idawati, orang tua murid dari Aderia Nursah Pitri. (TribunGayo.com/Asnawi Luwi)

"Informasinya karena murid terlalu sedikit. Anak saya akhirnya pindah ke SDN Lawe Sigala-gala. Kami berharap sekolah itu bisa dibuka kembali," katanya.

Ia menambahkan, mutu pendidikan di SDN 2 Sigala-gala sebenarnya cukup baik.

“Anak-anak pintar. Sayang sekali kalau sekolah itu ditutup,” ujarnya dengan nada kecewa.

Bukan dimasa kepimpinan dirinya

Terpisah, kepada TribunGayo.com, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Aceh Tenggara, Julkifli Spd Mpd, membenarkan, berdasarkan laporan stafnya dua Sekolah Dasar Negeri tutup sekitar sembilan tahun yang lalu.

Julkifli
Kadisdikbud Aceh Tenggara, Julkifli Spd Mpd (TribunGayo.com/Asnawi Luwi)

Dan, itu bukan dimasa kepimpinan dirinya sebagai Kadisdikbud Aceh Tenggara

"Alhamdulillah, dimasa kepimpinan saya belum ada sekolah negeri yang tutup akibat tak ada murid," katanya.

Celah dalam Tata Kelola Pendidikan

Liputan ini menemukan bahwa penutupan dua sekolah bukan sekadar soal berkurangnya murid. Ada indikasi lemahnya manajemen distribusi guru dan kebijakan zonasi sekolah.

Distribusi guru tidak merata: pensiun massal tidak diantisipasi dengan penempatan tenaga baru.

Kompleks sekolah yang membingungkan: tiga SD berdiri di satu lokasi, membuat orang tua ragu memilih.

Bangunan masih layak: namun hanya difungsikan sebagian, tanpa evaluasi menyeluruh.

Keputusan penutupan tampak lebih sebagai langkah praktis daripada solusi jangka panjang.

Murid dipindahkan, guru dialihkan, bangunan difungsikan ulang.

Tetapi pertanyaan mendasar tetap menggantung: apakah ini bentuk efisiensi, atau tanda rapuhnya tata kelola pendidikan di daerah?

Tak Hilang dari Ingatan

  • Kini, bangunan SDN yang ditutup tetap berdiri, meski fungsinya bergeser.
  • Jejak sejarahnya sebagai sekolah dasar perlahan memudar, namun kenangan murid, guru, dan orang tua tetap hidup.
  • Di balik dinding yang kini didekorasi gambar-gambar TK, tersimpan cerita tentang sebuah sistem pendidikan yang pernah berjuang, lalu menyerah pada keterbatasan.

Liputan ini bukan sekadar tentang dua sekolah yang hilang, melainkan tentang masa depan pendidikan di daerah: apakah kita belajar dari jejak yang hilang, atau dibiarkan terkubur dalam keheningan? (*)

Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved