Laporan Fikar W Eda | Gorontalo
TRIBUNGAYO.COM, GORONTALO - Mesin berat berwarna merah marun menderu gagah di area Hub PT Trans Continent Gorontalo.
Dengan cekatan, seorang pria berperawakan kokoh mengoperasikan Reach Stacker.
Alat berat seharga Rp 6 miliar yang diimpor langsung dari China itu untuk menunjang aktivitas ekspor-impor di pelabuhan darat milik Trans Continent.
Dialah Mukhtar, pria kelahiran Langsa, Aceh, yang kini bekerja sebagai operator alat berat di PT Trans Continent, perusahaan logistik nasional yang didirikan oleh Ismail Rasyid, pengusaha asal Matangkuli, Aceh Utara.
Pada Kamis, 19 Juni 2025, kemampuan Mukhtar menjadi sorotan dalam seremoni ekspor perdana santan kelapa beku dari Gorontalo ke Tiongkok.
Di hadapan pejabat daerah dan pimpinan perusahaan, ia menunjukkan kepiawaiannya memindahkan kontainer menggunakan Reach Stacker sebuah kemampuan yang ia pelajari secara otodidak.
Mukhtar, kini berusia 46 tahun, adalah contoh hidup dari ketekunan, kesetiaan, dan kerja keras
Lulusan SMU di Langsa ini meninggalkan kampung halamannya pada akhir 1990-an, ketika Aceh dilanda konflik bersenjata.
Dengan kantong plastik berisi pakaian seadanya, ia berangkat ke Medan, lalu ke Belawan, sebelum akhirnya tiba di Padang Sidempuan.
Di kota itu, nasib membawanya menjadi pengawal di istana bangsawan: Daulat Raja Tuan Tua Patuanagaganajungal.
Selama setahun ia mengabdi di sana, dengan gaji Rp150 ribu per bulan.
“Tahun 1999 saya tinggalkan istana, pulang ke Langsa, tapi hanya sebentar,” kisahnya.
Tak lama berselang, ia berangkat ke Pekanbaru dan magang di salah satu anak perusahaan raksasa nasional Sinar Mas Group.
Hanya dalam waktu enam bulan, Mukhtar diangkat sebagai karyawan tetap.
Di perusahaan itulah ia mengabdi selama 24 tahun sebuah loyalitas yang jarang ditemukan saat ini.
Enam bulan lalu, Mukhtar memutuskan untuk mengundurkan diri dan kemudian bergabung dengan PT Trans Continent.
Ia harus memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dua bulan setelah bergabung, ia dikirim ke Gorontalo sebagai operator Reach Stacker.
Di kota inilah ia kembali membuktikan kemampuannya bukan sekadar mengoperasikan alat berat.
Tetapi juga beradaptasi dalam lingkungan kerja yang dinamis dan berkembang pesat.
Pemimpin Masyarakat
Meski sibuk bekerja, Mukhtar tidak pernah meninggalkan perannya dalam komunitas.
Selama tinggal di Kabupaten Siak, Kecamatan Tualang, Provinsi Riau, ia menjadi Ketua Persatuan Masyarakat Aceh.
Ia juga dipercaya sebagai Ketua Pembangunan Masjid dan Ketua Meunasah Aceh di wilayah itu jabatan yang ia emban hingga kini, walau sudah berpindah tugas ke Gorontalo.
“Warga Aceh di Tualang itu sekitar 200 KK, dan kami semua saling menjaga,” katanya.
Ia bahkan sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Siak dari Partai Buruh dan berhasil mengumpulkan 300 suara pada pemilu legislatif 2024 silam.
“Meski belum lolos, saya ingin warga Aceh punya suara dan keterwakilan di parlemen lokal,” ujarnya.
Meski lahir dan besar di Langsa, Mukhtar menyebut Pekanbaru sebagai tanah kelahirannya yang kedua.
Di sanalah ia membangun keluarga bersama istrinya perempuan Aceh yang ia nikahi setelah beberapa tahun menetap.
Dari pernikahan itu, ia dikaruniai dua orang anak yang kini tumbuh menjadi pemuda.
Bagi Mukhtar, kerja adalah ibadah, dan tanggung jawab sosial adalah panggilan jiwa.
“Saya ingin tetap bermanfaat untuk banyak orang, walau berada di perantauan,” ucapnya pelan, sembari tersenyum.
Dari Langsa hingga Gorontalo, dari pengawal istana hingga operator alat berat berteknologi tinggi, Mukhtar adalah wajah dari banyak orang Aceh yang merantau: ulet, setia, dan pantang menyerah.
Di tengah deru mesin dan bongkar muat kontainer, kisah hidupnya menjadi inspirasi bahwa keberhasilan tidak selalu datang dari jalur pendidikan formal atau warisan harta.
Tetapi dari semangat belajar dan kerja keras yang tak pernah padam. (*)
Baca juga: Sang Putra Aceh Catat Sejarah, Gerakkan Semangat Ekspor dari Gorontalo
Baca juga: Ditandai Pemecahan Kendi oleh Gubernur dan Wakil Gubernur, Gorontalo Ekspor Santan Beku ke China