Laporan Fikar W Eda | Jakarta
TRIBUNGAYO. COM, JAKARTA – Maestro Didong Gayo, Ceh M Din, membagikan kisah nostalgia tentang awal mula rekaman karya-karya seni Didong Gayo yang dilakukan dengan iringan musik pada tahun 1975–1976 di Medan.
Bersama maestro lainnya Ceh Mahlil dan Ramlah, mereka merekam sepuluh album, masing-masing berisi sepuluh lagu, sehingga total menjadi seratus lagu dalam format pita kaset.
“Kami rekam tahun 1975–1976, di Medan,” kenang Ceh M Din.
“Itu zamannya untuk biaya rekaman satu album Rp 100 ribu.
Jadi berangkat, lagu-lagu kami disusun dalam sepuluh album, dipasarkan oleh toko Riang Takengon dan disebar hingga ke Aceh Tengah.
Semua direkam dalam bentuk pita kaset, ” kisah M Din.
Proses rekaman berlangsung di Studio Horizon Medan, sementara untuk biaya hotel bayar sendiri.
Musik pengiring saat itu dimainkan oleh musisi Medan, termasuk Rifihamdani.
Produksi rekaman dan duplikasi kaset dilakukan oleh studio milik etnis Tionghoa di Medan.
“Jadi yang untung besar itu studio Tionghoa di Medan, ribuan kaset dicetak dan dijual ke seluruh Indonesia, di mana pun ada orang Gayo,” jelas Ceh M Din.
Salah satu lagu fenomenal yang pertama kali direkam adalah "Ampung-Ampung Pulo".
Lagu ini meledak di pasaran dan menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Gayo di perantauan.
Meski begitu, para seniman seperti Ceh M Din dan Ceh Mahlil tidak menikmati keuntungan materi dari hasil rekaman tersebut.
“Seniman Gayo hanya diganjar dengan ucapan terima kasih dan gergum (tepuk tangan).