Marak Penimbunan Danau Lut Tawar

Aktivis Mahasiswa di Aceh Tengah Nilai tak Perlu Qanun untuk Tertibkan Reklamasi di Danau Lut Tawar

Penulis: Romadani
Editor: Rizwan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

REKLAMASI - Ketua GMNI Aceh Tengah, Saparuda menyampakan pendapat soal reklamasi di Danau Lut Tawar.

Laporan Romadani | Aceh Tengah 

TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON – Danau Lut Tawar, ikon kebanggaan masyarakat Gayo dan simbol keindahan dataran tinggi Aceh Tengah, kini berada dalam ancaman serius. 

Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah menilai, praktik reklamasi yang marak terjadi di sekeliling danau bagaikan “memenjarakan” keindahan dan fungsi alami Danau Lut Tawar.

Ketua GMNI Aceh Tengah, Saparuda mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya oknum yang melakukan reklamasi demi kepentingan bisnis pribadi. 

“Dengan dalih pengembangan sektor pariwisata, reklamasi lahan pribadi kini terlihat di sepanjang tepian Danau Lut Tawar, mulai dari Desa Mendale, Kecamatan Kebayakan, hingga Kecamatan Bintang, bahkan Kecamatan Lut Tawar,” ujarnya kepada Tribungayo.com, Jumat (15/8/2025).

Menurutnya, jika praktik ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka keindahan, ekosistem, dan keunikan biota Danau Lut Tawar akan terancam hilang. 

“Reklamasi menutup pori-pori sumber mata air dan dapat mengurangi debit air. Akibatnya, danau akan menjadi dangkal, dan masyarakat di hulu hingga hilir akan terkena dampaknya. Ikan endemik khas danau ini pun bisa punah dan hanya tinggal kenangan,” tegas Saparuda.

Ia menambahkan, reklamasi liar ini juga mencederai program revitalisasi Danau Lut Tawar yang telah masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Karena itu, GMNI menegaskan tidak perlu Qanun atau peraturan untuk menertibkan reklamasi di Danau Lut Tawar.

Ia menjelaskan berdasarkan peraturan perundang-undangan, pelanggar dapat dikenai sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan, hingga sanksi pidana berupa denda atau kurungan penjara.

Ia pun menjelaskan sejumlah landasan hukum yang mengatur reklamasi danau di antaranya yakni  Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014.

Lalu Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Serta Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Berikutnya Peraturan Menteri Perhubungan No. 136 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PM No. 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi.

“Kalau pemerintah daerah lambat bertindak, kita bukan hanya kehilangan panorama indah, tapi juga sumber kehidupan masyarakat Gayo yang selama ini bertumpu pada danau. Danau Lut Tawar adalah warisan alam, bukan arena bisnis pribadi,” tutup Saparuda.

Sebelumnya, Bupati Aceh Tengah Drs Haili Yoga MSi juga pernah menanggapi persoalan reklamasi ini.

Pada Senin (4/8/2025), Bupati Haili Yoga menerangkan bahwa setelah melakukan penertiban terhadap cangkul padang dan cangkul dedem untuk menyelamatkan Danau Lut Tawar, Haili Yoga mengaku sudah memulai penertiban reklamasi.

"Masalah penertiban reklamasi, ini sebenarnya sudah kita mulai," ujar Haili Yoga, didampingi Wakil Bupati, Muchsin Hasan, setelah melantik Pejabat Eselon II, di Gedung Ummi Pendopo Bupati.

Pihak pemerintah daerah akan mempersiapkan Qanun atau peraturan yang akan dibahas bersama seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah. 

"InsyaAllah, ini akan segera kita laksanakan," terangnya.

Bupati Haili Yoga juga berharap bahwa ketertiban sampah, ketertiban Danau Lut Tawar, agar benar-benar bisa dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.

"Ini adalah bukti di tahun 2025 ini, semua masyarakat harus menjadi suri tauladan, dan ini yang akan kita berikan kepada generasi kita yang akan datang," tutur Haili Yoga.(*)

Baca juga: Reklamasi Marak di Danau Lut Tawar, Bupati Haili Yoga Segera Siapkan Qanun Bersama DPRK Aceh Tengah