“Zihan punya cita-cita jadi desainer. Meski putus sekolah, saya tetap menyemangatinya agar terus belajar dan berdoa untuk kesembuhan ayahnya,” tutur Sastri dengan penuh harap.
Kondisi keluarga Sastri menjadi potret nyata perjuangan masyarakat Aceh Tengah yang berjuang di tengah keterbatasan.
Di satu sisi, ia berhasil mengangkat budaya Gayo hingga ke panggung nasional melalui jembolang kerawang.
Namun, di sisi lain, ia juga harus menghadapi ujian dalam kehidupannya.
Kisah ini menyentuh hati banyak orang karena memperlihatkan bahwa di balik sebuah karya budaya yang membanggakan, ada cerita pengorbanan dan keteguhan hati.
Apa yang dialami Sastri Dalila menjadi inspirasi bahwa semangat untuk terus berkarya tidak boleh padam meski dalam kondisi sulit.
Wapres Gibran mengenakan kerawang Gayo di HUT RI ke-80 bukan hanya menambah kebanggaan masyarakat Aceh Tengah, tetapi juga membuka mata publik tentang betapa berharganya karya lokal yang lahir dari tangan-tangan penuh ketulusan.
Bagi Sastri Dalila, karya ini bukan hanya simbol budaya, melainkan juga harapan agar semangat putri-putrinya tetap menyala.
Ia percaya, meski kini hidup penuh keterbatasan, suatu hari nanti Zihan bisa menggapai cita-citanya sebagai desainer, dan suaminya pun bisa kembali sehat.
Cerita perjuangan Sastri di balik jembolang kerawang ini sekaligus mengingatkan bahwa setiap busana adat yang dikenakan para pemimpin bangsa memiliki kisah dan doa yang melekat, lahir dari hati rakyat kecil yang tak pernah menyerah.
(TribunGayo.com/Malikul Saleh)
Baca juga: Wapres Gibran Kenakan Jembolang Gayo di Hari Kemerdekaan, Karya Perajin Kerawang di Aceh Tengah