Sejarah Gayo

Catatan Veteran Gayo di Medan Area (2): Pasukan Ilyas Leube Diserang Mendadak di Pangururan Samosir

Seorang veteran Gayo, HM Kasim Amin, ikut di barisan depan pada pertempuran melawan sekutu di Medan Area, menuliskan catatannya dalam tulisan tangan.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jafaruddin
For Tribungayo.com
HM Kasim Amin (nomor tiga dari kiri) Kepala Regu 1 di Medan Area. Pasukan ini pulang ke Takengon pada 21 Juni 1946. 

Laporan Fikar W Eda I Jakarta

TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA ---Seorang veteran Gayo, HM Kasim Amin, ikut di barisan depan pada pertempuran melawan sekutu di Medan Area, menuliskan catatannya dalam bentuk tulisan tangan.

Tulisan dibuat pada 23 Maret 1983.

Tulisan diberi judul "Catatan Harian Sekelumit Perjuangan Merebut Kemerdekaan  Rakyat Aceh Tengah."

Tulisan terbagi beberapa  bagian.

Ada  catatan harian pada peristiwa pelucutan senjata Jepang di Takengon, dan perjuangan merebut kemerdekaan di Aceh Tengah.

Bagian lain, pertempuran di Langsa, Lamloe, dan bagian tiga  pertempuran di Medan Area.

Saat berangkat ke Medan pertempuran Medan Area, M Kasim Amin menjabat Kepala Regu 1 dari Unsur Pesindo, dan berada di barisan terdepan.

Baca juga: Sejarah Radio Rimba Raya di Bener Meriah, Satu-satunya Media yang Mengabarkan Indonesia Masih Ada

HM Kasim Amin lahir di Kampung  Rawe 1925. Meninggal dunia di Takengon  14 Oktober 2003 dan dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Dedalu, Kampung Hakim Bale Bujang. 

Berikut catatan bagian 2,  mereka tiba di Lau Sinamo Karo, sebuah perkampungan yang dihuni oleh orang-orang sakit lepra.

M Kasim Amin tergabung dalam pasukan pertama dari Aceh Tengah, dari unsur Pesindo.

Ia  bersama-sama dengan laskar.

Mujahidin di bawah pimpinan tentara keamanan rakyat atau TKR berjumlah lebih kurang 100 orang diberangkatkan ke Medan melalui jalan Blangkejeren. 

Pasukan dipimpin oleh Bapak Mayor Alamsyah (TKR) dengan staf  Saharuddin, M Syukur Mahmud (PTT) dan Hasan Aman Syamsi sebagai Kepala Seksi 1 dan dengan dibantu beberapa orang kepala seksi lagi. 

Baca juga: Bisa Menghilang dan Ditakuti, Ini Sosok Tengku Tapa dalam Catatan Sejarah Belanda

Pasukan berangkat dari Takengon 21 April 1946,  pukul  20.00 waktu Indonesia Barat dengan 4 buah truk. 

Kendaraan hanya sampai di Kampung Waq  dan selebihnya dengan berjalan kaki sampai Desa Gunung Setan dekat Kutacane.

Rute  ditempuh sepanjang 170 km, dalam waktu 8 hari,  tiba di Kutacane pada tanggal 29 April 1946 jam 16.30 waktu Indonesia Barat.

Setelah beristirahat dua hari di Kutacane pasukan meneruskan perjalanan.

Buat sementara pasukan dikumpulkan di Lau Sinamo.

Baca juga: Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Prof Dien Madjid,  Sejarah Gayo Banyak Belum Terungkap

Berikut kisahnya.

Pada suatu malam sewaktu kami baru tiba di Lau Sinamo Karo,  kami kedatangan pasukan baru dari Blangkejeren sebanyak 17 orang.

Satu orang bekas rombongan Tengku Ilyas Leube,  bernama Abdul Jali,  menggabungkan diri ke regu kami.

Abdul Jali bercerita.

Sebuah pasukan terdiri dari orang-orang Tangse lengkap dengan alat senjata dan 100 orang pasukan dari Blangkejeren  berangkat dari Kutacane ditambah dua motor pasukan dari Kabanjahe dan Berastagi dan bermalam di Merek Simpang Tiga menuju Sidikalang.

Kiira-kira jam 06.00 pagi mereka tiba di Sidikalang diadakan penyergapan terhadap penghianat-penghianat dan pegawai-pegawai yang rancu.

Sewaktu pasukan kita hendak masuk ke tangsi tiba-tiba datang tembakan bertubi-tubi maka terjadilah pertempuran sengit, kemudian tetak menetak dengan pedang.

Di pihak kita tidak ada korban, di pihak sana ada yang mati dan luka-luka. Akhirnya mereka menyerah dan pasukan kita terus masuk tangsi.

Baca juga: Kenapa Aceh Disebut Soekarno Daerah Modal ? Dibahas Tokoh Aceh dan Nasional dalam Seminar HUT RI

Besoknya diadakan perpisahan dengan penduduk Sidikalang, mereka amat berterima kasih pada orang Aceh yang telah menaklukkan pengacau-pengacau tersebut.

Sebagian pasukan di bawah pimpinan M Daud pulang ke Kabanjahe.

Sebagian lagi sebanyak 100 orang yang terdiri dari 25 orang Tangse, 45 orang Belangkejeren dan selebihnya orang Karo di bawah pimpinan Tengku Ilyas Leube berangkat menuju Pangururan, Samosir Danau Toba.

Sesampainya pasukan ini di Pangururan terus dilakukan penangkapan terhadap 100 orang yang dianggap anti republik dan pengacau tanpa terjadi pertumpahan darah.

Setelah dua malam di sana dan ketika akan pulang mereka itu mengadakan perayaan-perayaan dan menyembelih kerbau. Sampai jauh malam barulah perayaan itu usai.

Paginya jam 6.00 pagi datang seorang utusan mengantar sepucuk surat kepada Tengku Ilyas Leube yang mengatakan bahwa akan ada musuh datang menyerang.

Tidak lama sesudah itu sekonyong-konyong datanglah orang-orang Toba menyerbu pasukan kita dan terjadilah pertempuran tembak menembak dan tetak menetak dengan pedang.

Baca juga: Bongkar Arsip Abad ke-18, Raja Raya Simalungun Pernah Berguru Gayo untuk Melawan Kolonial Belanda

Sebanyak 27 orang penyerbu itu tewas dan di pihak kita pun ada jatuh korban yang mati dan luka-luka.
Teungku Ilyas Leube selamat.

Oleh karena musuh ternyata lebih kuat, akhirnya pasukan kita menyerah diantaranya ada 8 orang yang dapat melarikan diri ke tepi danau dan terus ke Merek.

Bagaimana kesudahannya dengan penumpasan terhadap pembangkang-pembangkang dari Toba ini tidak lagi diketahui.

Tetapi yang nyata rombongan Tengku Ilyas Leube dapat menyelamatkan diri keluar dari Pulau Samosir.

Sebagian ada yang kemerek dan sebagian lagi melalui Tarutung.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved