Sejak Dulu Sudah Ada Saudagar Tekstil di Gayo Berdagang Sampai ke Penang 

Sejak zaman penjajahan Belanda beberapa orang pedagang yang bergerak dalam dagang hasil bumi terutama kentang dan dagang perantara kopi. 

|
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mawaddatul Husna
TRIBUNGAYO.COM/FIKAR W EDA
Sejumlah saudagar dan toke di Gayo. 

Sejak Dulu Sudah Ada Saudagar Tekstil di Gayo Berdagang Sampai ke Penang 

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Bagaimana keadaan ekonomi pada masa pendudukan Belanda dan Jepang di Gayo?

HM Kasim Amin, mantan direktur perusahaan PT Aceh Tengah menggambarkan situasi itu dalam tulisannya yang masih berbentuk  manuskrip tentang "Riwayat Hidup dan Perkembangan Usaha PT Aceh Tengah 1946-1991."

Disebutkan, pada awal kemerdekaan di Tanah Gayo pada umumnya perhatian masyarakat pada bidang ekonomi khususnya perdagangan, perusahaan angkutan, atau industri kecil,  kurang diminati.

Baca juga: Abdullah Puteh, Motif Kerawang Gayo Harus Berkibar di Internasional

Jika ditelusuri dari awal perkembangan masyarakat, bidang ini hanya dilakukan oleh beberapa  pedagang tradisional yang dapat dihitung dengan jari.

Sejak zaman penjajahan Belanda beberapa orang pedagang yang bergerak dalam dagang hasil bumi terutama kentang dan dagang perantara kopi

Ada juga yang sudah berdagang tekstil yang melakukan pembelian barang di Medan dan Pulau Penang Semenanjung Melayu.

Beberapa  diantaranya seperti Toke Haji Abdul Rauf, Haji Mahmud, Haji Abdul Rahman, Toke Aman Umang, Toke Sabil dan lain-lain.

Baca juga: Sejarah PT Aceh Tengah: Haji Mahmud Terlama, Lalu Tgk Abdul Djalil, M Kasim Amin, dan Ali Hasan Rady

Juga sudah ada beberapa saudagar yang memiliki kendaraan bermotor jenis touring.

Generasi ini kemudian disusul generasi berikutnya diantaranya Haji Aman Kuba, Toke Hasan Bandung, Toke  Item Terang Bulan Toko Medan, dan beberapa orang lagi yang  tinggal di luar kota.

Tiga saudara terkahir  ditambah dengan Toke Muhammad Ishak, Toko Laut Tawar dan Aman Syekh Benu, bergerak  dalam dagang tekstil dan barang-barang kelontong.

Aman Kuba kemudian terjun ke bidang angkutan barang, kemudian ke bidang pabrik penggilingan padi dan kopi

Kemudian pabrik-pabrik penggilingan padi dan kopi tumbuh menjamur di seluruh pelosok daerah kabupaten. 

Baca juga: Sejarah PT Aceh Tengah: Losmen Peteri Bensu dan Upaya Kaderisasi

Di sisi lain beberapa pedagang Cina yang bergerak di bidang dagang hasil bumi seperti Toke Yie Hin, Lam Mok dan lain-lain. 

Toko-tokoh kelontong yang terkenal di kala itu umpamanya Toko Lie Tjong, Ban Sin Tjong, Toko Panjang dan beberapa toko emas.

Keadaan ini  akhirnya sampai ke masa awal kemerdekaan.

Setelah melalui masa pendudukan militer Jepang selama kira-kira 3,5 tahun, seluruh gerak ekonomi lumpuh total. 

Baca juga: Sejarah PT Aceh Tengah: Susah Payah Utang Dilunasi dan Terbebas dari Blacklist

Selama pendudukan bala tentara Jepang dari 1941 sampai 1945 kegiatan ekonomi terhenti akibat perang berkecamuk dahsyat.

Sehingga menimbulkan dampak dagang spekulasi merajalela, penimbunan barang menggila, penyelundupan yang terkenal dengan istilah "carok" satu-satunya yang cepat mendatangkan untung besar sering dilakukan.

Penguasa kemudian turun tangan dan melibatkan koperasi. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved