Berita Nasional

Akhirnya MK Kabulkan Setelah 36 Kali Digugat, Ini 4 Mahasiswa Dibalik Gugatan Presidential Threshold

Penghapusan presidential threshold (PT) merupakan sejarah, karena akhirnya dikabulkan setelah 36 kali digugat ke MK.

syariah.uin-suka.ac.id
Faisal Nasirul Haq dkk saat Sidang Pengujian Materiil Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kembali dilakukan pada Rabu, (13/11/2024) di Mahkamah Konstitusi. 

Keduanya sama-sama belajar di Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Jogja angkatan 2021.

Di akun linkedin milik Rizky, ia diketahui  pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Media dan Informasi Komunitas Pemerhati Konstitusi (Mei 2023-Mei 2024).

Dirinya juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai bendahara umum (Agu 2023-Sep 2024).

Dalam urusan prestasi, Rizky pernah Juara 1 Lomba Debat Festival Syariah International 4.0 yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah Universitas Djuanda (UNIDA) pada Desember 2023 lalu.

Tsalis Khoirul Fatna

Dikutip dari pddikti.kemdiktisaintek.go.id, Tsalis berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Jogja.

Ia masuk pada 1 September 2021.

Tidak banyak informasi soal sosok Tsalis.

Di akun linkedin, ia memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswi hukum sekaligus freelancer yang mahir dalam bidang tarik suara, menyukai dunia broadcasting, kecantikan, dan fashion hijab, serta menguasai excel.

Ia aktif dalam menyuarakan hak-hak perempuan serta memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan.

Perjuangan Faisal dkk Mulai Menggugat Presidential Threshold

Faisal dkk memulai menggugat Presidential Threshold dengan mengajukan uji materi terhadap Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 pada 16 Juni 2024.

Mereka kemudian mengikuti sidang pengujian undang-undang (PUU) secara langsung pada Rabu, 13 November 2024.

Dikutip dari ilmuhukum.uin-suka.ac.id, Faisal menyatakan bahwa ketentuan Presidential Threshold sebesar 20 persen telah mereduksi nilai demokrasi dengan mempersempit peluang calon presiden hanya untuk mereka yang didukung oleh elite partai, sehingga rakyat hanya diposisikan sebagai objek, bukan penentu. 

Enika, menambahkan bahwa uji materi ini diajukan pasca-Pilpres 2024 untuk menegaskan bahwa permohonan ini murni sebagai perjuangan akademik dan advokasi konstitusional, tanpa ditunggangi kepentingan politik.

Pada Perkara Nomor 62/PUU-XXI/2024 ini, para pemohon menegaskan bahwa aturan ambang batas presiden telah menjadikan rakyat, yang seharusnya menjadi pemilik demokrasi, hanya sebagai objek, bukan subjek.

Dalam petitumnya, mereka meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 melanggar batasan open legal policy dan bertentangan dengan prinsip moralitas demokrasi.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved