Lebaran 2025

Lebaran Idulfitri 2025 Diprediksi Serentak pada 31 Maret, Begini Penjelasan Kakanwil Kemenag Aceh

Lebaran Idulfitri 1446 Hijriah atau 2025 Masehi dipastikan akan serentak dirayakan pada Senin, 31 Maret 2025.

Editor: Rizwan
Serambinews.com
PENGAMATAN HILAL - Ilustrasi rukyatul hilal menentukan 1 Syawal 1443 H di Aceh Tahun 2022 

TRIBUNGAYO.COM - Lebaran Idulfitri 1446 Hijriah atau 2025 Masehi dipastikan akan serentak dirayakan pada Senin, 31 Maret 2025.

Prediksi serentak 1 Syawal ini disampaikan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh.

Hal ini terkait karena hilal diprediksi tidak akan terlihat pada 29 Ramadhan 1446 H mendatang.

Kepala Kanwil Kemenag Aceh, Drs Azhari MSi, penentuan awal bulan Hijriah dilakukan melalui rukyatul hilal pada setiap tanggal 29 bulan Hijriah yang sedang berjalan.

"Untuk penetapan awal Syawal akan dilakukan pada hari Sabtu, 29 Ramadan 1446 Hijriah bertepatan dengan 29 Maret 2025 Masehi pada saat waktu magrib," kata Azhari, dikutip dari laman website resmi Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, pada Rabu (26/3/2025).

Azhari menyebutkan bahwa karena posisi hilal masih berada di bawah horizon pada hari tersebut, Kanwil Kemenag Aceh hanya akan mengadakan kegiatan berupa edukasi tentang kondisi hilal dan mengeluarkan rilis pers.

 Kegiatan tersebut akan dipusatkan di Gedung Observatorium Tgk. Chiek Kuta Karang, Lhoknga, Aceh Besar.

"Kemenag kabupaten kota tidak melaksanakan rukyatul hilal kecuali edukasi keadaan hilal di setiap lokasi rukyat," ujarnya.

Sementara itu, Alfirdaus Putra, Ahli Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh, menjelaskan bahwa berdasarkan berbagai metode dan pendekatan, hilal dipastikan tidak akan terlihat di Aceh pada 29 Ramadan 1446 H.

Dengan demikian, ibadah puasa Ramadan akan dilaksanakan penuh selama 30 hari.

Ia mengungkapkan, baik melalui konsep rukyatul hilal, imkanurrukyat (kemungkinan melihat hilal), maupun perhitungan hisab, dapat dipastikan bahwa hilal masih berada di bawah ufuk pada sore hari 29 Ramadan.

“Dengan keadaan hilal masih minus di bawah ufuk pada hari ijtimak (29 Ramadan 1446 H) maka hilal dipastikan tidak akan terlihat dan bilangan Bulan Ramadan disempurnakan 30 hari,” ucap Alfirdaus dikutip dari laman website resmi antor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, pada Rabu (26/3/2025).

Firdaus menambahkan bahwa ijtima (posisi bulan dan matahari sejajar dalam satu garis lurus) akan terjadi pada Sabtu, 29 Maret 2025, bertepatan dengan 29 Ramadan 1446 H, tepatnya pada pukul 17:57:38 WIB.

Pada saat magrib di hari ijtima, posisi hilal tercatat berada pada (-) 1,07 derajat di bawah ufuk, dengan elongasi geosentris 1,2 derajat dan elongasi toposentris 1,5 derajat.

Berdasarkan kondisi hilal tersebut, dipastikan hilal tidak akan terlihat, dan dengan demikian bulan Ramadan akan disempurnakan menjadi 30 hari, sehingga 1 Syawal diperkirakan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

“Meski demikian, penetapan 1 Syawal tetap menunggu pengumuman Menteri Agama pada tanggal 29 Maret 2025 pukul 19.00 WIB,” pungkasnya.

Dengan adanya informasi ini, masyarakat diharapkan dapat lebih memahami mengenai penentuan awal Syawal berdasarkan rukyatul hilal dan berbagai metode ilmiah yang digunakan untuk memastikan ketepatan penentuan tanggal 1 Syawal. 

Penjelasan Terkait Rukyatul Hilal

Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, pemahaman masyarakat mengenai ilmu falak, khususnya mengenai hilal, semakin penting.

Rukyatul hilal atau pengamatan bulan baru merupakan salah satu cara tradisional yang masih digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah, termasuk penentuan Idulfitri.

Namun, dalam praktiknya, pengamatan hilal memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai pergerakan bulan dan matahari.

Rukyatul hilal merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah, termasuk awal bulan Ramadan dan Syawal.

Rukyatul hilal sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "pengamatan hilal" atau "melihat bulan baru".

Pada prinsipnya, rukyatul hilal dilakukan dengan mengamati bulan pada tanggal 29 bulan Hijriah yang sedang berlangsung, untuk menentukan apakah hilal atau bulan sabit pertama dari bulan baru dapat terlihat di cakrawala.

Proses Rukyatul Hilal: Proses rukyatul hilal diawali pada sore hari, ketika matahari terbenam.

Petugas rukyat atau masyarakat yang melakukan pengamatan akan mencoba untuk melihat hilal dengan menggunakan mata telanjang atau alat bantu seperti teleskop.

Hal ini dilakukan di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan oleh instansi yang berwenang, seperti Kementerian Agama, di seluruh Indonesia, termasuk di Aceh.

Namun, pengamatan hilal ini tidak selalu berhasil.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengamatan, di antaranya kondisi atmosfer, cuaca, dan posisi geografis tempat pengamatan.

Di beberapa wilayah, misalnya, karena kondisi langit yang tertutup awan atau kabut, hilal mungkin tidak dapat terlihat meskipun secara teori sudah berada di atas horizon.

Baca juga: Tradisi Ziarah Kubur Pada Hari Raya Sudah Mulai Dilupakan 

Mengapa Rukyatul Hilal Penting?

Rukyatul hilal penting karena ini merupakan metode tradisional yang digunakan untuk menentukan waktu-waktu penting dalam kalender Hijriah, seperti awal bulan Ramadan dan penentuan Idulfitri.

Meskipun saat ini perhitungan ilmiah seperti hisab (perhitungan matematis posisi bulan dan matahari) juga digunakan, rukyatul hilal tetap dipertahankan sebagai bagian dari tradisi Islam yang sangat dihargai.

Pada hakikatnya, rukyatul hilal mengandung aspek spiritual dan ilmiah.

Secara spiritual, pengamatan hilal melambangkan peralihan waktu dan merupakan momen yang sangat dinantikan umat Islam, khususnya menjelang Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.

Sedangkan dari sisi ilmiah, rukyatul hilal juga menjadi cara untuk memverifikasi hasil perhitungan hisab, yang lebih bersifat teori dan matematika.

Metode Lain dalam Penentuan Awal Bulan: Selain rukyatul hilal, ada beberapa metode lain yang juga digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah, yaitu imkanurrukyat dan hisab.

Imkanurrukyat (Kemungkinan Melihat Hilal): Merupakan konsep yang menghitung kemungkinan hilal terlihat berdasarkan posisi bulan dan matahari.

 Jika posisinya sangat rendah di bawah ufuk, kemungkinan hilal untuk terlihat sangat kecil, bahkan tidak mungkin.

Hisab: Metode ini menggunakan perhitungan matematis yang melibatkan posisi bulan dan matahari. Hisab digunakan untuk memprediksi kapan hilal akan muncul dan pada waktu serta tempat tertentu hilal bisa terlihat.

Kenapa Rukyatul Hilal Tidak Selalu Berhasil? Terkadang, meskipun perhitungan hisab sudah menunjukkan bahwa hilal harusnya sudah muncul, kondisi cuaca atau atmosfer dapat menghalangi pengamatan hilal.

Hal ini sering terjadi di daerah-daerah yang memiliki cuaca buruk atau tertutup awan tebal pada saat magrib.

Oleh karena itu, walaupun perhitungan dan teori sudah menunjukkan waktu dan tempat yang tepat, hilal tetap tidak dapat terlihat oleh mata manusia.

Rukyatul hilal bukan hanya sekadar pengamatan bulan, tetapi merupakan bagian dari tradisi Islam yang menggabungkan aspek spiritual dan ilmiah.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami metode ini dengan benar.

Pengetahuan tentang rukyatul hilal tidak hanya membantu menentukan waktu ibadah, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama.

Dengan terus memberikan edukasi mengenai hilal, diharapkan masyarakat dapat semakin bijak dan terbuka dalam menghadapi proses penentuan awal bulan Hijriah, serta menyambut hari raya dengan pemahaman yang lebih mendalam.

(Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com

Baca juga: Baitul Mal Aceh Tengah Salurkan Santunan Rp 806 Juta ke Fakir Uzur, Janda Fakir, ODGJ & Disabilitas

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved