Marak Penimbunan Danau Lut Tawar
Marak Reklamasi Danau Lut Tawar, Kerusakan Lingkungan Didepan Mata
Sementara itu, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan TribunGayo.com, mengungkap praktik penimbunan dilakukan secara sistematis.
TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Dugaan reklamasi di Danau Lut Tawar, Aceh Tengah semakin marak terjadi.
Permata wisata Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki luas 5.472 hektare dengan volume air mencapai 2,5 triliun liter itu kini terancam.
Akibat aktivitas reklamasi yang masif dan terus berlangsung di sepanjang kawasan Danau Lut Tawar.
Hal inipun mendapat perhatian dari sejumlah pihak, satu diantaranya aktivis lingkungan sekaligus Ketua Formatur KP3ALA, Zam Zam Mubarak.
Ia meminta pemerintah segera melakukan audit menyeluruh.
Termasuk memeriksa dokumen lingkungan atas aktivitas penimbunan dan pembangunan kafe maupun homestay di sekitar danau.
“Penimbunan itu fakta, tidak terbantahkan. Tapi di mana dokumen lingkungannya?
Banyak usaha seperti kafe dan homestay yang tidak mengantongi dokumen lingkungan. Itu kewajiban pemerintah untuk menertibkan,” tegas Zam Zam kepada Tribungayo.com, Senin (16/6/2025).
Zam Zam juga menyoroti proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di kawasan hilir Danau Lut Tawar.
Menurutnya, sejak bendungan dibangun, terjadi perubahan teknis signifikan pada aliran sungai.
“Pintu bendungan dikecilkan, aliran air jadi tersendat.
Permukaan sungai naik, dampaknya dirasakan warga di hulu. Sudah seharusnya PLTA membayar ganti rugi,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya penataan kembali tata kelola Danau Lut Tawar.
Saat ini tata kelola tersebut dinilai lemah dan membuka ruang pada praktik reklamasi liar serta perusakan lingkungan secara sistematis.
Sementara itu, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan TribunGayo.com, mengungkap praktik penimbunan dilakukan secara sistematis.
Yaitu di berbagai titik sepanjang danau yang dikelilingi empat kecamatan, Bebesen, Lut Tawar, Kebayakan, dan Bintang.
Fenomena mengkhawatirkan ini semakin mudah ditemukan di sepanjang bibir Danau Lut Tawar.
Sejumlah pihak diduga mengklaim kepemilikan lahan dengan mengantongi sertifikat dan dokumen hak milik yang kemudian diperjualbelikan untuk kepentingan komersial.
Potensi ekonomi dari sektor pariwisata menjadi daya tarik utama.
Lonjakan kunjungan wisatawan ke Aceh Tengah saat musim liburan mendorong para pelaku untuk membangun homestay, kafe, dan berbagai fasilitas rekreasi lainnya di kawasan strategis sekitar danau.
Tim investigasi Tribun Gayo berhasil mengumpulkan bukti langsung dari lokasi pembangunan homestay di Kecamatan Bintang.
Seorang pekerja yang enggan disebutkan identitasnya mengakui memang adanya aktivitas penimbunan di lokasi tersebut.
"Iya ini ditimbun, kurang lebih 2 meter supaya sama tingginya di bagian kanan ini," ungkap pekerja tersebut sambil menunjuk titik penimbunan, Selasa (17/6/2025).
Namun ketika ditanya mengenai kepemilikan lahan, pekerja tersebut mengaku tidak mengetahui dan hanya dipekerjakan oleh pihak ketiga, bukan pemilik langsung.
Investigasi berlanjut ke kawasan Kecamatan Kebayakan, dimana ditemukan praktik serupa.
Pelaku penimbunan berdalih melakukan aktivitas sesuai "garis danau" dan mengklaim hanya menimbun dalam jumlah sedikit.
"Kami tidak sampai kena ke air danau langsung," kata salah satu pelaku saat ditemui.
Namun pengamatan langsung menunjukkan fakta berbeda.
Penimbunan di lokasi tersebut telah melampaui garis bibir danau, terlihat jelas adanya kemajuan daratan yang tidak sesuai dengan kondisi alamiah.
Perbandingan dengan area kiri dan kanan yang tidak mengalami penimbunan memperlihatkan perbedaan yang signifikan.
Aktivitas reklamasi masif ini diduga kuat melanggar berbagai peraturan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan setiap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan memiliki izin lingkungan sebelum pelaksanaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Danau secara tegas mengatur perlindungan kawasan sempadan danau untuk menjaga fungsi ekologis dan sosial yang vital bagi kehidupan masyarakat.
Pemkab Sudah Melarang
Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Perizinan Aceh Tengah, T Alaidin Syah menyampaikan aktivitas reklamasi tersebut secara tegas memang sudah dilarang oleh Pemkab Aceh Tengah.
Hal itu karena bertentangan dengan ketentuan yang ada.
“Kalau reklamasi memang tidak dibenarkan, sudah ada surat edaran dari Dinas Lingkungan Hidup di tiap kecamatan seputaran danau.
Kalaupun diminta izin tidak bisa kita terbitkan, itu kan ada sanksinya,” ujarnya.
Lebih serius lagi, praktik ini berpotensi dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama jika melibatkan oknum pejabat dalam penerbitan izin atau sertifikat tanah.
Danau Lut Tawar dengan panjang 17 kilometer dan lebar 3,219 kilometer bukan sekadar objek wisata, tetapi ekosistem penting yang menopang kehidupan masyarakat Gayo.
Reklamasi masif berpotensi mengganggu keseimbangan ekologis, kualitas air, dan fungsi danau sebagai sumber air bersih.
Pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan praktik ilegal ini sebelum kerusakan permanen terjadi pada salah satu aset wisata terpenting Aceh Tengah.
(Laporan Romadani dan Alga Mahate Ara)
Baca juga: Pemkab Aceh Tengah Tegas Larang Aktivitas Reklamasi di Sekitar Danau Lut Tawar
Baca juga: Dari Homestay hingga Kafe, Bisnis Pariwisata Membunuh Danau Lut Tawar Aceh Tengah
6 Lokasi di Kawasan Danau Lut Tawar Dipasang Pamflet Himbauan Dilarang Reklamasi |
![]() |
---|
Tanggapan Bupati Aceh Tengah dan Politisi Partai Gerindra Terkait Reklamasi Danau Lut Tawar |
![]() |
---|
Ambisius Pejabat dan Aparat, Tarik Ulur Reklamasi Danau Lut Tawar Takengon |
![]() |
---|
Tolak Reklamsi di Danau Lut Tawar, Aktivis GMNI Kirim Surat Audiensi untuk Bupati Aceh Tengah |
![]() |
---|
Danau Lut Tawar "Belum Merdeka" dari Reklamasi, GMNI Aceh Tengah Gelar Aksi di Momen HUT ke-80 RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.