Sejarah Transmigrasi di Aceh Tengah

Menelusuri Jejak Sejarah Transmigrasi di Kabupaten Aceh Tengah

Awal 1980-an, pemerintah Indonesia menggencarkan program pemindahan penduduk atau transmigrasi ke berbagai daerah luar Jawa.

|
Penulis: Alga Mahate Ara | Editor: Mawaddatul Husna
Dok TribunGayo.com
JEJAK SEJARAH TRANSMIGRASI - Wawancara eksklusif Ahmad Dardiri di kediamannya dengan wartawan TribunGayo.com, di Jagong Jeget, Aceh Tengah, Senin (28/7/2025). Dardiri mengenang perjalanan keluarganya dari Jawa ke Tanoh Gayo serta lika-liku hidup sebagai pionir di tanah baru. 

Hanya ada rumah transmigrasi dan beberapa kantor untuk layanan administrasi, termasuk pos kesehatan yang baru ditangani oleh seorang mantri.

Ahmad Dardiri menuturkan pada saat itu tidak ada rumah lain (rumah warga lokal), hanya rumah transmigrasi.

Tapi ada beberapa kantor untuk pusat pelayanan warga transmigrasi dipimpin kepala unit transmigrasi. 

"Pelayanan kesehatan pada saat itu juga terus difasilitasi dibangun, puskesmas yang ditugaskan pada saat itu masih mantri, masjid, pelayanan kesehatan waktu itu in shaa Allah bagus lah," ujarnya.

Iklim Dingin jadi Tantangan Berat

Namun, salah satu tantangan berat yang harus dihadapi adalah iklim dingin pegunungan Aceh Tengah yang sangat berbeda dari kampung asal mereka.

Para transmigran harus beradaptasi hari demi hari menyesuaikan diri dengan dinginnya Dataran Tinggi Gayo.

“Tantangan pada saat itu karena kami kebetulan biasa tinggal di hawa panas, waktu di Jagong Jeget banyak yang kedinginan waktu itu, itu tantangan paling berat.

Tapi alhamdulillah kita bisa beradaptasi dan akhirnya kita bisa bertahan,” jelas Ahmad Dardiri warga Kampung Jagong Jeget, generasi kedua transmigran dari Cilacap, Jawa Tengah.

Masalah pendidikan menjadi salah satu rintangan terbesar.

Ketika pertama datang, sekolah belum dibangun dan anak-anak harus menunggu berbulan-bulan untuk bisa kembali belajar.

Ahmad Dardiri sendiri mengalami hal tersebut.

Dimana, kala itu ia seharunya duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD), namun harus menunggu 1 tahun karena masa itu fasilitas sekolah tengah dibangun.

“Tantangan lain, pendidikan waktu itu. Sekolah belum ada, masih proses pembangunan.

Kami terpaksa menganggur sekitar 1 tahun. Pada saat itu saya sudah kelas 5 SD, terpaksa harus menganggur 1 tahun," kenangnya.

Dengan bermacam tantangan dan kondisi itu, sebagian transmigran tak kuat menanggung semua keterbatasan itu dan beberapa akhirnya kembali ke Pulau Jawa secara mandiri.

Halaman
1234
Sumber: TribunGayo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved