Berita Aceh

Alwin Abdullah Dirikan Radio Flamboyant 1971 di Banda Aceh, Minta Perhatian untuk  Insan Radio

Penulis: Fikar W Eda
Editor: Sri Widya Rahma
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Alwin Abdullah, pendiri Radio Falqmboyant.

Fikar W Eda | Jakarta

TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Radio memiliki peran krusial dalam perkembangan informasi, budaya, dan kreativitas di Aceh sejak masa perjuangan hingga era modern saat ini.

Bertepatan dengan focus discusion group (FGD) Hari Radio Aceh yang diinisiasi KPI Aceh di FISIP USK Banda Aceh pada 1(17/12/2024).

Pemilik Radio Flamboyant yang berdiri pada tahun 1971 di Banda Aceh, Alwin Abdullah berbagi pandangan mengenai peran radio dalam membentuk ruang publik dan kreativitas masyarakat Aceh.

Alwin Abdullah, salah satu tokoh yang turut mewarnai pertumbuhan radio di Aceh, menuturkan bahwa kehadiran Radio Flamboyant adalah salah satu tonggak awal penyiaran swasta di Banda Aceh.

“Pada masa itu, radio bukan hanya sekadar media hiburan, tetapi juga menjadi ruang bagi anak-anak muda untuk menyalurkan bakat dan gagasan kreatif mereka,” ujar Alwin Abdullah.

Radio swasta pertama di Aceh berdiri pada 1970, Expo 70. Setahun kemudian lahir Radio Flamboyant milik Alwin Abdullah.

Ia mengatakan sejarah radio di Aceh tidak lepas dari peran Radio Rimba Raya, yang menjadi simbol perjuangan kemerdekaan.

Disiarkan dari dataran tinggi Gayo, tepatnya di Kampung Rime Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo, radio ini menyiarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan mengokohkan posisi Aceh sebagai garda depan penyebaran informasi.

Pada tahun 1965, radio-radio amatir mulai bermunculan di Jakarta dan berbagai daerah, termasuk Aceh.

Menurut Alwin Abdullah, “Di akhir 1960-an, hiburan masyarakat Aceh terbatas pada siaran luar negeri seperti radio Malaysia atau TV hitam putih. Namun, anak-anak muda mulai aktif mendirikan radio amatir yang kemudian berkembang menjadi radio berizin pada awal 1970-an", ujarnya.

Radio Flamboyant yang didirikan oleh Alwin Abdullah pada tahun 1971 menjadi salah satu radio swasta yang awal di Aceh.

“Kami ingin menciptakan ruang kreatif yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik masyarakat. Radio kala itu menjadi media efektif untuk menyebarkan pengetahuan, musik, dan kebudayaan lokal,” ujarnya.

Radio tersebut berhasil menginspirasi banyak komunitas untuk mendirikan radio swasta lainnya di Aceh, terutama pada dekade 1970-an hingga 1980-an.

Dengan perkembangan teknologi, radio-radio ini menjadi media yang mampu menggerakkan pemikiran kritis, inovasi, dan semangat kebersamaan di kalangan generasi muda.

Halaman
12