Berita Aceh Hari Ini

YARA Sebut Kebijakan ESDM Langkah Mundur Pengelolaan Migas Aceh

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, mengkritik kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Penulis: Alga Mahate Ara | Editor: Rizwan
Istimewa
YARA - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin. 

Ringkasan Berita:
  • Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, mengkritik kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI terkait pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) di Aceh
  • Ia menegaskan, Aceh, sebagai daerah istimewa dan khusus berdasarkan MoU Helsinki dan UUPA, seharusnya mendapatkan kewenangan penuh.
  • YARA mendesak Menteri ESDM untuk merevisi surat tersebut dan menyerahkan pengelolaan migas secara penuh kepada BPMA

Laporan Wartawan Tribun Gayo, Alga Mahate Ara | Aceh Tengah

TRIBUNGAYO.COM - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, mengkritik kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI terkait pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) di Aceh

Safaruddin menilai kebijakan tersebut sebagai langkah mundur yang tidak hanya melemahkan posisi Aceh.

Kritik ini menanggapi Surat Menteri ESDM RI, Bahlil Lahadalia, nomor T-465/MG.04/MEM.M/2025 tertanggal 23 Oktober 2025, yang memberi lampu hijau bagi Aceh untuk terlibat dalam pengelolaan migas di wilayah laut 12 mil hingga 200 mil dari garis pantai.

Keterlibatan Aceh tersebut, sebagaimana tertuang dalam surat, akan dilakukan melalui kerja sama antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dengan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Menurut Safaruddin, kebijakan yang hanya melibatkan Aceh melalui kerja sama dengan SKK Migas merupakan bentuk pelimpahan kewenangan yang tidak memadai. 

Ia menegaskan, Aceh, sebagai daerah istimewa dan khusus berdasarkan MoU Helsinki dan UUPA, seharusnya mendapatkan kewenangan penuh.

“Ini langkah mundur yang tidak hanya melemahkan posisi Aceh, tetapi juga tidak memperhatikan posisi Aceh sebagai daerah Istimewa dan khusus dan sejarah Aceh sampai menuju MoU Helsinki,” ujar Safaruddin dalam keterangan pers kepada Tribungayo.com, Jumat (31/10/2025).

YARA menuntut agar kewenangan penuh pengelolaan migas Aceh, hingga sejauh 200 mil dari garis pantai, diserahkan kepada BPMA, bukan sekadar dilibatkan dalam kerja sama dengan SKK Migas.

Safaruddin juga menyoroti keengganan Pemerintah Aceh (PA) dan DPRA dalam mendesak implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. 

PP tersebut mewajibkan seluruh perusahaan migas di Aceh berkontrak dengan BPMA.

Faktanya, Pertamina saat ini masih berkontrak dengan SKK Migas untuk Blok Migas Rantau Perlak dan Kuala Simpang.

“Seharusnya Pemerintah Aceh dan DPRA fokus pada implementasi PP 23/2018 yang skemanya juga sudah disetujui, namun belum dilaksanakan sampai saat ini,” tegas Safaruddin.

Ia menyarankan agar Pemerintah Aceh dan DPRA melaporkan Menteri ESDM ke Presiden karena abai terhadap PP tersebut, ketimbang fokus meminta yang belum ada kepastian seperti surat menteri ESDM.

Safaruddin menjelaskan bahwa tuntutan pemberian kewenangan penuh kepada BPMA hingga 200 mil merupakan bentuk dukungan konkret Pemerintah Pusat terhadap percepatan pembangunan Aceh.

Sumber: TribunGayo
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved