Berita Aceh Tengah

Sutradara Film Radio Rimba Raya, Mandi di Mersah Padang Cengkung di Simpang Lima

Bagi sutradara film dokumenter Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi, ada dua tempat di Takengon yang terus dikenang sepanjang hayat

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Rizwan
TribunGayo
Ikmal Gopi 

Laporan Fikar W.Eda I Aceh Tengah

TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Bagi sutradara film dokumenter Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi, ada dua tempat di Takengon yang terus dikenang sepanjang hayat.

Dua tempat itu adalah Mersah Padang dan Simpang Lima.

Mersah Padang berada di tepi hulu Sungai Peusangan, berada di Jalan Sudirman, adalah tempat Ikmal mandi dan menunggu sirine pada saat berbuka puasa.

Mersah Padang adalah masjid kecil tempat masyarakat sekitar Jalan Sudirman, Putri Ijo, Kampung Baru dan sekitarnya menjalankan ibadah lima waktu.

Karena Mersah Padang bersisian langsung dengan Sungai Peusangan, masyarakat memanfaatkan lokasi itu sebagai tempat mandi. Salah seorang diantaranya adalah Ikmal Gopi.

Tempat satu lagi yang selalu dikenang Ikmal adalah Simpang Lima, persis berada di jantung Kota Takengon. Ada satu sudut di di tempat itu sebagai lokasi Ikmal menghabiskan waktu sepanjang hari.

Baca juga: Hari Sumpah Pemuda Diperingati Tiap 28 Oktober, Ini Isi dan Makna Sumpah Pemuda

“Dulu di sana ada Toko Rindang, tak jauh dari situ ada tempat ngopi, warung kecil, disitulah saya menghabiskan waktu,” kata Ikmal menceritakan pengalaman masa remajanya.

“Kami cengkung di Simpang Lima, dan mandi di Mersah Padang,” kenang Ikmal dalam perbincangannya dengan jurnalis TribunGayo, Fikar W.Eda dalam “Kopi Gayo Didong Malam,” Rabu (26/10/2022) lalu.

Di Simpang Lima pula Ikmal mengamati mobilitas manusia dengan segala keperluannya, mereka hilir mudik membawa urusannya masing-masing.

Ikmal mengamati semuanya dari salah satu sudut di Simpang Lima tadi.

Ikmal dan keluarga tinggal di Pasar Pagi Takengon.

Tidak jauh dari Simpang Lima. Kedainya di Jalan Sudirman, juga tidak terlalu jauh dari Simpang Lima.

Bagi Ikmal simpang Lima adalah catatan perjalanan antara Jalan Sudirman dan Pasar Pagi.

Baca juga: Pesta Musikalisasi Puisi dan Bazar Yang Muda Yang Kreatif Meriahkan Hari Sumpah Pemuda

Saat pulang sekolah, atau istirahat sekolah  ia selalu “kembali” ke Simpang Lima. Sepanjang waktu, Ikmal berada di tempat itu.

Ia menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Ujung Temetas, lalu hijrah ke Jakarta, masuk Institut Kesenian Jakarta, jurusan Film dan Televisi.

Sejak itu, Ikmal memulai pertarungan di ibukota, Jakarta.

Hasilnya ia merampungkan sebuah film dokumenter tentang Radio Perjuangan Rimba Raya (RRR), radio bawah tanah yang menyuarakan Indonesia masih ada dalam kancah Agresi Militer II 1948.

Radio Rimba Raya yang dipancarluaskan dari pedalaman Bener Meriah satu-satunya radio yang mengabarkan tentang adanya  Serangan Umum 1 Maret di Jogja.

“Tanpa Radio Rimba Raya, kita tidak tahu seperti apa Republik Indonesia hari ini,” kata Ikmal.

Baca juga: Lagi, Bardan Sahidi Serahkan Bantuan Rumah Untuk Pak Lek Arifin di Pegasing, Aceh Tengah 

“Sebab radio-radio milik Indonesia lainnya sudah dikuasai Belanda. Satu-satunya radio yang menyiarkan berita tersebut adalah Rimba Raya.

Inilah yang kemudian mempengaruhi diplomasi Indonesia di dunia,” sebut Ikmal Gopi.

Ia mengatakan, bahwa Radio Rimba Raya bukan hanya terkait dengan kepentingan perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Aceh, melainkan juga memiliki korelasi terhadap eksistensi Indonesia yang mempengaruhi jalannya sejarah Indonesia.

Mengingat penting dan besarnya peran Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi menyarankan kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh agar memformulasikan peran Radio Rimba Raya ini dalam sejarah bangsa.

“Saran saya Pj Gubernur Aceh dan DPR Aceh bentuk tim kerja atau panitia khusus untuk meneliti lebih jauh peran Radio Rimba Raya ini dan kemudian melahirkan regulasi atau qanun, sehingga sejarah ini bisa diketahui masyarakat luas, diajarkan di sekolah,” kata Ikmal, alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.

Nama lengkapnya Ikmal Husin,  akrab disapa Ikmal Gopi, adalah tokoh utama dibalik lahirnya film tersebut.

Baca juga: SIM Keliling, Layanan Membuat SIM di Satpas Polres Gayo Lues Dibuka Senin hingga Sabtu

Ia menulis skenario, menyutradarai, dan memproduseri sendiri film tersebut.

Awalnya sebagai tugas kuliah. Tapi setelah mendalami sejarah Radio Rimba, Ikmal kaget, ternyata radio tersebut memiliki dimensi perjuangan sangat luas.

Riset-riset tentang radio tersebut ia kerjakan sendiri, menghubungi narasumber, melakukan wawancara, riset pustaka, meninjau lokasi, semuanya ia panggul sendiri.

Pernah suatu ketika, muncul  pesimisme dan hampir menyerah, ketika mendapat respon yang tidak membahagiakan dari pihak-pihak yang diajaknya bekerjasama.

Namun ia sadar. Bahwa kerja besar membutuhkan jiwa dan semangat besar.

Ia mulai bangkit lagi. Mengumpulkan energi, fokus menuntaskan proyek pembuatan film dokumenter Radio Rimba Raya itu.

Baca juga: Setelah Jalani Pemeriksaan, Jaksa Borgol Tangan Bendahara Dinas Syariat Islam Aceh Tengah

Dana tabungannya ia belanjakan untuk kebutuhan produksi film itu.

Proses editing dan rekaman suara dilakukannya di kamar kecil, Asrama Mahasiswa Lut Tawar Jakarta. Alat kerjanya, komputer editing seringkali, ngadat, karena kapasitasnya terlalu kecil.

Tapi Ikmal tak bisa berhenti lagi. Ia harus jalan terus dengan proyek yang ia ciptakan sendiri itu.

"Ada tanggung jawab sejarah di balik film ini, dan orang harus tahu," katanya berulang kali penuh semangat.

Hasilnya, adalah Radio Rimba Raya masuk nominasi 5 besar  kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2010.

Radio Rimba Raya menyisihkan 60 film dokumenter lainnya. Prestasi lainnya, sebagai nominasi, 7 Besar Film Dokumenter Panjang Terbaik dari 80 film pada Festival film Dokumenter Yogyakarta (2010),

Serta nominasi, 20 Besar Dokumenter Panjang Terbaik dari 100 film Dokumenter di Festival Film Dokumenter   Golden Lens International, Jakarta (2011).

Baca juga: Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Aceh Tenggara Unik, Pj Bupati dan Kepala OPD Berpakaian Adat Alas

Ikmal lega. Bahwa karya yang dilahirkannya mendapat tempat terhormat di berbagai ajang festival film bergengsi.

“Saya tidak bisa membayangkan kita, bangsa Indonesia, seperti apa sekarang ini, kalau tidak ada suara dari Radio Rimba Raya,” kata Ikmal Gopi.

Usaha dan kerja keras Ikmal berhasil mengangkat Radio Rimba Raya ke ranah yang lebih luas. Film tersebut diputar di banyak tempat.

Ikmal sendiri kemudian juga berbicara di berbagai forum, menjelaskan tentang peran penting Radio Rimba Raya.

Ikmal sebagai pembicara, Screening Film Radio Rimba Raya dan Diskusi Publik di Gedung Pascasarjana IAIN Ar-Raniry - Banda Aceh;

Pembicara, Screening Film Radio Rimba Raya dan Diskusi FKIP ( Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan ) – Unsyiah – Banda Aceh;

Baca juga: Tampil Ganas, Manchester United Bungkam Sheriff Tiraspol 3-0

Pembicara, Screening Film Dokumenter Radio Rimba Raya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, 24 Mei 2012.

Selain itu pembicara dalam Seminar Sejarah Radio Rimba Raya dan Pesawat Seulawah RI.001 di Jakarta;

Narasumber  Film Dokumenter Radio Rimba Raya dalam Pekan Nasional Cinta Sejarah (Pentas) di Kupang, bersama Prof Dr Taufik Abdullah dan Prof Dr Mukhlis Paini  bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Budaya dan banyak lagi.

Apa arti semua penghargaan itu? “Sebuah motivasi untuk berkarya yang lebih baik,” katanya.

Di banyak kesempatan, Ikmal mendorong dan menekankan,  agar sejarah perjuangan Radio Rimba Raya dapat diketahui masyarakat, dihargai oleh pemerintah, dan yang paling penting sejarah Radio Rimba Raya masuk ke dalam kurikulum pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas.

“Sejarah Radio Rimba Raya adalah tolak ukur kemerdekaan Indonesia. Tanpa Radio Rimba Raya, Indonesia tak akan ada,” tegasnya lagi.

Baca juga: Seusai Sidak, Pj Bupati Bener Meriah: Saya Akan Berkantor di RSUD Muyang Kute

Pada saat itu satu-satunya alat komunikasi yang bisa berhubungan dengan luar negeri dan perwakilan Indonesia di PBB hanya Radio Rimba Raya.

Lahir di kota dingin Takengon, (tanpa mencantumkan tanggal lahir).

Ikmal menjalani pendidikan jurusan Film di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) program D3, selesai tahun 2005, dan S1 diselesaikan 2022.

Dari tangannya lahir sejumlah karya, antara lain: “Surat Hitam Untuk Ibu” (Produksi Nayu, 2003), Embun Yang Gelisah (Produksi IKJ, 2003), “Dan Ia Pun Pergi” (Produksi IKJ, 2003),  “Taksunami” Produksi IKJ (2003),

“Bangkit Lawan Korupsi” KPK Produksi Star Palace (2006),  dan banyak lagi.

Ia juga memimpin tim riset Film Kolosal Sejarah Jawa Ronggowarsito 1803-1873  pada 2013, menyutradarai  video klip  Galby, ”Galau” Produksi Kedai Production and Star Palace dan sebagainya. Ikmal juga melakukan banyak kerjasama pembuatan film di berbagai lembaga.(*)

Baca juga: Harga Kopi Gayo di Gayo Lues Hari Ini Per 27 Oktober Masih Normal

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved