Keber DPR Aceh
Ketua DPRA Terima Naskah Akademik Draf Revisi UUPA dari Tim USK
Ketua DPRA, Saiful Bahri dan Rektor USK Prof Dr Ir Marwan IPU didampingi pejabat lain berfoto bersama usai menerima Naskah Akademik Draf UUPA
TRIBUNGAYO.COM, BANDA ACEH - Ketua Ketua DPRA Saiful Bahri yang akrab disapa Pon Yaya menerima Naskah Akademik (NA) draf revisi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) dari Tim Universitas Syiah Kuala (USK).
Naskah Akademik revisi UUPA diserahkan langsung oleh Rektor USK, Prof Dr Ir Marwan IPU di ruang rapat paripurna DPRA, Senin (31/10/2022).
Sebelum penyerahan, Tim Penyusun NA dari Fakultas Hukum USK, Prof Dr Faisal A Rani SH M Hum, Dr Ria Fitri SH MHum, Husni Jalil, dan Sanusi Bintang juga mempresentasikan NA draf revisi UUPA di hadapan anggota DPRA.
Dalam draf revisi tersebut, Tim Penyusun NA turut menilai ulang tentang sistem Pemerintahan Aceh di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain itu, tim juga menempatkan Undang-Undang Pemerintah Aceh di dalam sistem hukum nasional.
Baca juga: Lobi Masalah Pertanahan Aceh, Komisi I DPRA Temui Menteri ATR/BPN
Menurut Tim USK, dalam UUPA juga terdapat beberapa pasal, khususnya terkait dengan penyerahan wewenang, selalu dikunci berdasarkan norma standar.
“Selalu dikunci dengan aturan perundang-undangan. Ini menjadi hambatan kita,” kata Juru Bicara Tim Penyusun NA, Prof Faisal A Rani.
Akibat adanya frasa yang mengikat tersebut membuat UU tersebut tergerogoti atau tereliminir dengan berlakunya UU baru.
Kondisi ini yang banyak hambatan di dalam pelaksanaan, begitu ingin dilaksanakan, itu selalu diuji dengan sistem hukum nasional.
"Karena itu keberadaan UUPA di dalam sistem hukum nasional, tidak bisa kita baca tunggal. Dia harus dibaca sistem hukum nasional berdasarkan diversitas hukum, di dalamnya terdapat berbagai sumber hukum," ujarnya.
Baca juga: Fraksi Gerindra Dukung Revisi UUPA 2023, TA Khalid Sebut PA dan KPA Temui Fraksi Lakukan Komunikasi
"Oleh karena itu kita menempatkan UUPA sebagai subsistem dari sistem hukum nasional. Kalau kita menempatkan dia sebagai sistem hukum nasional, ini seperti kita tidak punya makna apa-apa,” tambah Prof Faisal A Rani.
Pemahaman tersebut, menurut Prof Faisal, baru berlaku sekarang dan beda konteks saat UUPA disusun pada tahun 2006.
Pada masa penyusunan awal, UUPA ditempatkan sebagai sistem hukum nasional.
“Tetapi begitu kita terapkan, kita hadapi berbagai persoalan, norma hukum, tereliminir,” kata Prof Faisal.
Selanjutnya, Tim Penyusun NA dari USK juga mengkaji tentang asas hukum.
Baca juga: Ketua DPRA Saiful Bahri Minta Pengelola KEK Arun Pekerjakan Tenaga Kerja Aceh
Dalam asas hukum diketahui undang-undang yang lebih tinggi menghapus undang-undang yang lebih rendah.
“Undang-undang yang spesial menghapus undang-undang yang umum, undang-undang yang baru menghapus undang-undang yang lama,” kata Prof Faisal.
Dari beberapa persoalan itulah kemudian membuat Tim USK berharap adanya penghapusan frasa-frasa di dalam beberapa pasal yang berbunyi “sesuai dengan aturan perundang-undangan.”
Frasa tersebut, menurut Tim USK, sangat mengganggu dalam pelaksanaan UUPA.
“Dalam pandangan kami, penyerahan wewenang tidak boleh bersyarat, kalau bersyarat, wewenang itu hampir dipastikan tidak bisa dijalankan dengan baik,” papar Prof Faisal.
Baca juga: Atasi Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Komisi V DPRA Minta Pemerintah Aceh Awasi Ketat Obat Sirup
Prof Faisal menyampaikan terdapat beberapa pasal dalam UUPA yang menjadi catatan Tim USK untuk direvisi.
Dia mencontohkan seperti Pasal 7, Pasal 67 terkait dengan masalah pejabat, Pasal 160, Pasal 165, Pasal 181, Pasal 183, Pasal 194, Pasal 235, Pasal 251, dan penambahan Pasal 254.
Meskipun demikian, Prof Faisal mengakui tidak banyak yang diubah dalam revisi UUPA versi USK.
“Kalau kita mengajukan banyak sekali (perubahan), nanti bukan UU ini direvisi, tetapi dicabut. Kita tahu suasana geopolitik yang pada saat UU ini ditetapkan dengan (kondisi) sekarang, jauh berbeda di DPR RI,” ungkap Prof Faisal.
Prof Faisal mengakui banyak pasal di dalam UUPA yang bermasalah, tetapi sejauh ini menurutnya belum mengganggu sistem Pemerintahan Aceh. “Kalau semua kita sentuh, ini bukan perubahan lagi, pencabutan nanti,” tegasnya lagi.
Ketua DPRA, Saiful Bahri menyatakan, penyerahan naskah akademik dan presentasi draf revisi UUPA merupakan tindak lanjut dari rapat-rapat yang pernah digelar Tim Advokasi UUPA.
Baca juga: Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Sebut Perubahan UUPA Prosesnya Diuji Partisipasi Publik
Dia mengatakan meski sudah ada draf yang disiapkan, tetapi DPRA masih membuka ruang bagi masyarakat Aceh untuk memberi masukan-masukan terhadap pasal-pasal di dalam UUPA yang dianggap melemahkan kewenangan daerah tersebut.
“Nanti setelah ada sosialisasi di daerah-daerah, maka akan kita finalisasi lagi di DPRA,” kata Saiful Bahri. “Jadi ini belum final, ini masih draft sementara,” sambung Saiful Bahri.
Selain itu, kata Saiful Bahri, kewenangan merevisi UUPA berada di DPR RI. Sementara DPRA, menurut Saiful Bahri, hanya membuat Daftar Isian Masalah (DIM) tentang hal apa saja yang dianggap tidak sesuai dengan kewenangan dan butir-butir perjanjian damai di Helsinki lalu.
“Kita bersama-sama telah menjumpai DPR RI untuk mempertanyakan tujuan revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Apakah untuk memperkuat kewenangan Aceh atau justru sebaliknya,” kata Saiful Bahri.
Dalam pertemuan dengan Banleg DPR RI, kata Saiful Bahri, pihaknya mendapat masukan positif terkait wacana merevisi UUPA.
Baca juga: DPRA: Perlu Sangat Hati-hati dan Teliti dalam Finalisasi Draf Revisi UUPA
Menurut pengakuan Banleg DPR RI, mereka berkeinginan agar Aceh maju dan mendapat kewenangan seperti yang disepakati dalam MoU Helsinki.
“Menurut keterangan dari Banleg DPR RI, maka itulah diharapkan partisipasi penuh dari semua anggota DPRA dan masyarakat Aceh.
Lantaran Banleg DPR RI meminta bantuan tersebut, maka kita penuhi untuk membuat naskah akademik dan draf revisi UUPA sesuai keinginan rakyat Aceh,” kata Pon Yaya yang turut didampingi Wakil Ketua Dalimi dan Ketua Banleg Mawardi atau Teungku Adek.(*)