Berita Nasional
Seudati dan Rapai Pase Raja Buwah Siap Gebrak Panggung Maestro di Jakarta
Seudati dan Rapai Pase Raja Buwah dari Aceh akan tampil menggebrak Panggung Maestro di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jafaruddin
Laporan Fikar W.Eda I Jakarta
TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Seudati dan Rapai Pase Raja Buwah dari Aceh akan tampil menggebrak Panggung Maestro di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Panggung Maestro, persembahan Yayasan Taut Seni bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, didukung oleh Galeri Indonesia Kaya dan Group Purnati Indonesia.
“Panggung Maestro 2023” di Gedung Kesenian Jakarta adalah sebuah bentuk apresiasi bagi para maestro yang telah mendedikasikan hidupnya menjaga dan merawat kesenian tradisional Indonesia.
Serta menjadi garda terdepan upaya pelestarian warisan seni dan budaya bangsa.
Selain Aceh, Panggung Maestro 2023 juga diisi para maestro dari Palembang, dan Cirebon.
Seperti dipublikasikan panitia, disebutkan, Seudati, salah satu kesenian paling populer di pesisir Aceh, pada awalnya dikenal dengan istilah meurateb, diyakini telah berkembang sejak Abad 9 di masa Kerajaan Islam Peureulak (sekarang Aceh Timur).
Baca juga: Relawan Nilai Erick Thohir Pantas Dampingi Ganjar Pranowo di Pilpres 2024
Nama Meurateb atau hikayat Saman muncul saat itu, sekitar Tahun 840 hingga 1291 Masehi, Meurateb atau hikayat saman populer dengan Rateb Seudati yang artinya pengakuan.
Pada Abad ke-13, dalam sejumlah literasi menyebutkan bahwa Meurateb merupakan bagian dari aktivitas sebuah tarekat, yaitu Tarekat Sammaniyah, yang didirikan oleh Syekh Muhammad Saman.
Mulanya tarekat itu murni mengajarkan dzikir dan doa,namun dalam perkembangannya, dzikir mulai dibacakan oleh sekelompok orang yang biasa disebut Rateb atau Hikayat Saman.
Rateb saman inilah yang berubah wujud menjadi
sebentuk permainan rakyat yang kini dikenal dengan nama Tari Seudati.
Baca juga: Ketua Komisi B DPRK Aceh Tenggara Minta Kajati Back Up Penanganan Kasus Korupsi Pupuk Subsidi
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan mulai menembakkan meriam ke daratan Aceh.
Kala itu Tari Seudati mengalami pergeseran nilai, mulanya dijadikan sebagai media dakwah, beralih menjadi tari perang / Tribal War Dance. Hal
ini dibuktikan dengan syair dan gerakan yang dapat membangkitkan semangat patriotisme orang Aceh dalam menegakkan Islam dan melawan Kolonialisme penjajah Belanda.
Dalam syair gerakan Seudati juga mengalami perubahan, terlihat seperti gerakan perang, lincah dan tampak heroik, Belanda pun melarang Tari Seudati digelar.
Pasca Belanda mengakhiri peperangan di Aceh Tahun 1904. tari Seudati kembali bergema dan kembali populer.
Baca juga: Wali Kota Makassar Mundur dari NasDem, Diduga Alasan Keluar Pilihan Capresnya Bukan Anies Baswedan?
Namun tari tradisional ini tidak lagi menjadi pembakar semangat melawan penjajah.
Pasca Kolonialisme Tari Seudati menjadi permainan serta hiburan rakyat yang terus menyebar ke seluruh pelosok Aceh.
Mulai dari pesisir Utara, Timur, hingga pesisir Barat dan Selatan Aceh.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menetapkan Tari Seudati sebagai warisan budaya tak benda Indonesia asal Aceh, melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia nomor: 270/P/2014 Tentang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2014.
Seniman Seudati, Syekh Azhari (73), mendapatkan kesempatan belajar langsung dari salah satu guru dan seniman Seudati yang paling tersohor di Aceh yakni Syekh Lah Bangguna.
Baca juga: Hadirkah Pimpinan Ponpes Al-Zaytun Panji Gumilang Dipanggil Bareskrim Hari Ini?
Syekh Azhari telah menggeluti dunia Seudati sejak usianya remaja hingga saat ini.
Tarian Seudati adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Aceh yang berbentuk tarian dan nyanyian, dilakukan oleh delapan orang pria, dengan memukul-mukulkan telapak tangan ke bagian dada.
Tarian ini dibawa dengan mengisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu cara menyelesaikan persoalan bersama-sama.
Panggung Maestro 2023 akan menghadirkan Maestro Tari Seudati bersama kelompok penabuh Rapai Pase Raja Buwah dari Aceh sebuah kolaborasi dua kesenian tradisional Aceh dalam satu panggung.
Rapai Pase Raja Buwah .Rapai Pase Raja Buwah sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia asal Aceh sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 260/m/2017 tentang Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2017.
Baca juga: Kerusuhan di Perancis Meluas, KBRI Imbau WNI Hindari Kerumunan Massa
Rapai Pase sudah ada dan berkembang sejak zaman Kerajaan Samudra Pasai, Rapai digunakan guna mengumpulkan masyarakat untuk berperang melawan penjajah, memberi tanda isyarat bahaya, dan masyarakat pada saat itu menjadikan Rapai sebagai sebuah alat komunikasi.
Alat musik tradisional ini didatangkan langsung dari Aceh bersama kelompok penabuh Rapai Pasee dari Raja Buwah.
Daerah dengan jumlah Rapai terbanyak ini, akan hadir dan berkolaborasi satu panggung dengan penari Seudati yang dipimpin langsung oleh Syekh Azhari.
Dentuman Rapai akan menggetarkan panggung Maestro 2023.(*)
Update berita lainnya di TribunGayo.com dan GoogleNews
Dewan Sengketa Indonesia Kerja Sama Strategis dengan Lembaga Arbitrase dan Peradilan Internasional |
![]() |
---|
Dewan Sengketa Indonesia Audiensi dengan Dubes RI di Den Haag Belanda, Ini Tujuannya |
![]() |
---|
DSI Audiensi Bersama Dubes RI di Brussels dan Teken MoU dengan FICA |
![]() |
---|
Diskusi Buku Yusri Fajar, Kritik Sastra di Persimpangan Global dan Lokal |
![]() |
---|
Dewan Sengketa Indonesia Bangun Poros Mediasi dan Arbitrase Jakarta- Luxembourg |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.