Banjir Bandang Lagi di Aceh Tenggara

Walhi:Kerugian Banjir Bandang di Aceh Tenggara Capai Rp 56,4 M, Bukti Kerusakan Hutan Semakin Kritis

Secara alami, setiap akhir tahun intensitas hujan di Aceh memang tinggi, tetapi karena kondisi lingkungan yang kritis, memicu bencana,baik itu banjir.

Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Mawaddatul Husna
TRIBUNGAYO.COM/ASNAWI LUWI
Musibah banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara sejak 14 November 2023 menyebabkan kerusakan cukup parah dengan kerugian mencapai Rp 56,4 miliar dan dua orang meninggal dunia. 

Walhi: Kerugian Banjir Bandang di Aceh Tenggara Capai Rp 56,4 M, Bukti Kerusakan Hutan Semakin Kritis

Laporan Asnawi Luwi | Aceh Tenggara

TRIBUNGAYO.COM, KUTACANE - Musibah banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara sejak 14 November 2023 menyebabkan kerusakan cukup parah dengan kerugian mencapai Rp 56,4 miliar dan dua orang meninggal dunia.

Banjir yang melanda kabupaten itu membuktikan kerusakan tutupan hutan semakin parah dan kritis.

Baik itu akibat penabangan liar, perkebunan sawit hingga pembukaan jalan baru, seperti pembangunan jalan tembus dari Jambur Latong, Kutacane sampai perbatasan Sumatera Utara.

Hal tersebut disampaikan Kadiv Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Afifuddin Acal, dalam rilisnya yang diterima TribunGayo.com, Selasa (28/11/2023).

Baca juga: Korban Banjir Bandang di Aceh Tenggara Terserang ISPA, Gatal, dan Demam, Posko Kesehatan Didirikan

Dikatakan, kabupaten yang sering diterjang banjir merupakan daerah yang tingkat kerusakan hutan masif.

Secara alami, setiap akhir tahun intensitas hujan di Aceh memang tinggi, tetapi karena kondisi lingkungan yang kritis, memicu bencana, baik banjir bandang, banjir dan longsor maupun berbagai jenis lainnya.

Menurut, Walhi Aceh banjir diduga akibat adanya pembukaan jalan baru yang dapat memicu illegal logging maupun konflik satwa dan kejahatan lingkungan lainnya.

Sehingga para perambah hutan semakin mudah untuk mengakses kawasan hutan untuk menebang kayu.

Baca juga: Pascabanjir Bandang di Aceh Tenggara, Sejumlah Sekolah Diliburkan

“Intensitas banjir dan banjir bandang di Aceh Tenggara membuktikan kerusakan hutan semakin masif,” kata Afifuddin Acal.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Selasa (14/11/2023) pukul 20.00 WIB, ada 14 kecamatan, 50 desa terdampak banjir di Aceh Tenggara.

Banjir terjadi setelah curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi yang mengguyur sejak pukul 19.00 WIB, mengakibatkan meluapnya sejumlah sungai di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara.

Dampaknya sejumlah ruas jalan nasional di Aceh Tenggara terendam lumpur dan permukiman warga ikut terendam setinggi 20 centimeter hingga 30 centimeter.

Material bebatuan dan kayu gelondongan menumpuk di lokasi banjir bandang, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, Minggu (26/11/2023).
Material bebatuan dan kayu gelondongan menumpuk di lokasi banjir bandang, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, Minggu (26/11/2023). (TRIBUNGAYO.COM/ASNAWI LUWI)

Hingga sekarang dilaporkan banjir masih menggenang, kendati mulai surut secara pelan-pelan di lokasi-lokasi banjir.

Lanjutnya, dalam musibah banjir bandang ini dua orang meninggal, seorang anak berusia 2 tahun dan orang dewasa, Darwis warga Desa Rikit Bur. S

edangkan lainnya ada 2 orang mengalami luka-luka di desa yang sama.

Seharusnya, lanjut Afifuddin, Kabupaten Aceh Tenggara itu harus dilestarikan hutannya dengan baik.

Mengingat dari luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, 92 persen masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi.

Baca juga: Material Banjir Bandang di Aceh Tenggara Masih Berserakan

Berdasarkan SK 580  total luas wilayah Aceh Tenggara  414.664 hektar, 380.457 hektar di antaranya adalah KEL.

Menurut Afif, wajar banjir terus terjadi di Aceh Tenggara selama ini setiap curah hujan tinggi karena kerusakan hutan, khususnya yang masuk dalam KEL terus terjadi.

Hutan alam terus ditebang, sehingga mengakibatkan daya dukung tanah menurun, sehingga terjadilah berbagai bencana ekologi.

Berdasarkan SK 580, luas KEL di Aceh Tenggara awalnya  380,457 hektar, terus mengalami penyusutan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Sisa KEL pada 2022 hanya 326,048 hektar, ada terjadi penyusutan seluas 54,409 hektar.

Baca juga: Pj Bupati Minta Status Tanggap Darurat Provinsi untuk Banjir Bandang Aceh Tenggara

“Artinya 14.30 persen itu hilang tutupan hutan di KEL yang ada di Aceh Tenggara. Makanya banjir terus terjadi dan kondisi ini terus terjadi berulang kali setiap akhir tahun, pemerintah macam gak ada solusi apapun,” jelasnya.

Menurut Afif, padahal KEL merupakan salah satu hamparan hutan hujan tropika terkaya di Asia Tenggara, serta lokasi terakhir di dunia yang ditempati gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, dan orang utan sumatra dalam satu area.

Parahnya kerusakan tutupan hutan di Aceh Tenggara mayoritas terjadi dalam Hutan Lindung (HL) dan Taman Nasional (TN) yang seharusnya dijaga dan dilindungi.

Dampaknya saat musim hujan dengan intensitas tinggi, banjir dengan mudah terjadi, karena daya tampung semakin berkurang karena hutan sudah gundul.

Kondisi Huta di Aceh Tenggara Terus Menyusut

Hutan Lindung di Aceh Tenggara berdasarkan SK 580 seluas 79.267 hektar, sekarang tersisa hanya 68.218 hektar.

Artinya pada 2022 terjadi kehilangan tutupan hutan di kawasan ini seluas 11.049 hektar, hampir dua kali lipat luasan kota Banda Aceh.

Kemudian Taman Nasional (TN) di Aceh Tenggara awalnya luasan 278.205 hektar, sekarang  tersisa 257.610 hektar.

Artinya telah terjadi kehilangan 20.595 hektar pada 2022 atau hampir setara 4 kali luasan kota Banda Aceh.

“Kondisi hutan di Aceh Tenggara terus menyusut setiap tahunnya sejak 2014 lalu, ini yang kemudian menjadi pemicu mudah terjadi banjir bila hujan lebat melanda,” kata Afifuddin Acal. (*) 

Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved