Kupi Senye

Bergesernya Nilai Budaya Adat Ketimuran

Perubahan zaman membawa dampak besar dalam cara manusia memandang nilai, moral, dan gaya hidup.

Editor: Sri Widya Rahma
Dokumen Pribadi/Iman Ahmadi
OPINI TRIBUNGAYO - Iman Ahmadi adalah Alumni Ikatan Mahasiswa Gayo (Imaga) Medan Sumatera Utara. 

Oleh: Iman Ahmadi *)

Perubahan zaman membawa dampak besar dalam cara manusia memandang nilai, moral, dan gaya hidup.

Salah satu fenomena yang sering diperbincangkan adalah banyaknya pergaulan bebas sebelum menikah saat ini . 

Topik ini kerap menimbulkan kontroversi karena menyentuh ranah budaya, agama, dan moralitas.

Namun untuk memahami fenomena ini secara utuh, kita perlu mengkaji dari berbagai sudut pandang.

1. Perubahan Nilai Sosial dan Budaya

Di masa lalu, masyarakat memegang teguh nilai nilai konservatif, terutama yang berkaitan dengan seksualitas.

Kesucian seorang wanita sering dianggap sebagai simbol kehormatan keluarga.

Namun di era modern, terutama di lingkungan perkotaan dan masyarakat global, nilai tersebut mulai bergeser.

Kebebasan individu semakin dihargai, termasuk dalam urusan hubungan pribadi.

Nilai tradisional mulai digantikan oleh nilai baru yang menekankan pada pilihan dan hak individu atas tubuhnya sendiri.

2. Pengaruh Media dan Internet

Era digital membawa informasi yang sangat luas dan cepat diakses.

Film, serial, musik, media sosial, hingga konten pornografi kini berada dalam genggaman tangan.

Banyak remaja yang mengenal konsep hubungan intim dari media sosial, bukan dari pendidikan yang sehat dan terstruktur.

Sehingga , hal ini membuat banyak dari mereka memiliki persepsi yang salah tentang seks, cinta, dan komitmen.

3. Kurangnya Pendidikan Seksual yang Sehat.

Di banyak negara, termasuk Indonesia, pendidikan seksual masih menjadi topik yang tabu.

Padahal, ketidaktahuan tentang tubuh, batasan, dan risiko hubungan seks bisa membuat remaja bertindak gegabah.

Tanpa bimbingan yang tepat, mereka rentan terjebak dalam eksplorasi seksual yang tidak sehat.

Pendidikan seksual yang ideal bukanlah mengajarkan bagaimana melakukannya, tetapi mengajarkan tanggung jawab, nilai, dan risiko dari setiap tindakan.

4. Faktor Lingkungan dan Pergaulan

Lingkungan tempat seseorang tumbuh sangat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.

Dalam lingkungan yang permisif, di mana hubungan bebas dianggap lumrah, seorang remaja bisa merasa bahwa menjaga kesucian bukanlah sesuatu yang penting.

Tekanan teman sebaya juga berperan besar dalam banyak kasus, seseorang melakukan hubungan seksual pertama karena ingin diterima dalam kelompok atau karena tidak ingin diucap kuno.

5. Perubahan Pola Pacaran dan Relasi.

Dulu, pacaran dilakukan dengan pengawasan ketat dari orang tua atau masyarakat.

Kini, dengan semakin bebasnya akses ke tempat tempat privat dan teknologi komunikasi, hubungan antar pasangan bisa berlangsung jauh dari pengawasan.

Hubungan emosional yang intens sering kali berlanjut ke hubungan fisik, apalagi jika tidak ada batasan nilai yang kuat dari individu tersebut.

6. Kebutuhan Psikologis dan Emosional

Remaja adalah masa di mana pencarian jati diri dan keinginan untuk dicintai sangat kuat.

Tidak sedikit gadis yang rela menyerahkan keperawanannya karena mengira itu adalah bukti cinta.

Mereka sering tidak sadar bahwa keputusan tersebut bisa menimbulkan penyesalan di kemudian hari jika tidak dilandasi oleh kesiapan emosional dan pemahaman yang matang.

7. Kurangnya Figur Teladan dan Komunikasi dalam Keluarga Paket liburan keluarga

Banyak remaja tumbuh dalam keluarga yang dingin atau tidak terbuka dalam membicarakan hal hal sensitif.

Akibatnya, mereka mencari jawaban dan perhatian di luar rumah.

Ketiadaan figur ayah atau ibu yang bisa menjadi panutan juga sering dikaitkan dengan meningkatnya perilaku seksual bebas di kalangan remaja.

Fenomena banyaknya pergaulan bebas di zaman sekarang bukan semata mata soal moralitas individu, melainkan cerminan dari perubahan sosial yang kompleks.

Ini adalah hasil dari interaksi berbagai faktor budaya, teknologi, pendidikan, keluarga, dan emosi manusia.

Daripada saling menyalahkan atau menghakimi, yang dibutuhkan adalah pendekatan yang bijak membangun sistem edukasi yang sehat, memperkuat nilai nilai agama ,adat dan budaya didalam keluarga.

*) Penulis adalah Alumni Ikatan Mahasiswa Gayo (Imaga) Medan Sumatera Utara.

KUPI SENYE adalah rubrik opini pembaca TribunGayo.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

 

Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Serakahnomics dan HUT ke-80 RI

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved