Demo Tuntut Pengembalian Pulau

Yusril : 4 Pulau Itu Tidak Sepatah Katapun Disebutkan dalam UU No 24 Tahun 1956 dan MoU Helsinki

Yusril menyebut UU No 24 Tahun 1956 hanya menyebutkan bahwa Provinsi Aceh terdiri atas beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah jelas.

Editor: Sri Widya Rahma
Tribunnews/Mario Christian
SENGKETA EMPAT PULAU ACEH - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan referensi utama dalam menentukan status kepemilikan empat pulau di Aceh dan Sumatera Utara. Keempat pulau itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU No 24 Tahun 1956 tersebut maupun dalam MoU Helsinki. 

TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan referensi utama dalam menentukan status kepemilikan empat pulau di Aceh dan Sumatera Utara.

Keempat pulau itu adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. 

"Sederhana saja. Perjanjian Helsinki menyebutkan bahwa wilayah Aceh adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara," ujar Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Yusril menjelaskan, UU No 24 Tahun 1956 hanya menyebutkan bahwa Provinsi Aceh terdiri atas beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas baik antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, maupun batas antar kabupaten di Provinsi Aceh sendiri.

Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada pada tahun 1956.

Keempat pulau itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU No 24 Tahun 1956 tersebut maupun dalam MoU Helsinki.

Oleh karena itu, Yusril menilai kedua instrumen hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau yang dipermasalahkan.

Paling UU No 24 itu dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999.

"Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara sekarang ini tidak sepatah katapun disebutkan baik dalam UU No 24 Tahun 1956 maupun dalam MoU Helsinki.

Karena itu saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU No 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan," tegasnya.

Menurut Yusril, penyelesaian batas wilayah baik darat maupun laut antar daerah, kini harus merujuk pada  Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No 9 Tahun 2015.

Dalam praktiknya, beberapa undang-undang pemekaran daerah telah mencantumkan titik koordinat yang jelas, namun ada pula yang belum.

"Pemekaran provinsi hanya menyebutkan terdiri atas kabupaten dan kota, sedangkan pemekaran kabupaten/kota hanya menyebutkan kecamatannya saja.

Selanjutnya UU memberikan delegasi kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur tapal batas wilayah dengan Peraturan Mendagri," jelas Yusril.

Namun hingga saat ini, belum ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Halaman
12
Sumber: TribunGayo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved