Lambat laun personil kedua grup itu mulai menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Situasi ini sama sekali tidak pernah saya duga sebelumnya.
Baca juga: Brigadir Eky Patra Anggana Terima Penghargaan Sebagai Bhabinkamtibmas Terbaik Polres Gayo Lues
Memang ruangan bus terlalu sempit untuk pertunjukan kesenian yang melibatkan 25 pemain sekaligus.
Bus perlahan meninggalkan stasiun Cililitan.
Suara riuh dalam bus akibat saling berdesakan, seketika senyap ketika saya membunyikan "canang," alat musik perkusi yang terbuat dari tembaga yang biasa digunakan dalam pertunjukan musik canang di Gayo.
Saya ingin memfokuskan perhatian kepada jalannya pertunjukan.
Canang adalah perkusi tembaga yang biasanya dimainkan bersama-sama dengan "memong, gong" dan "gegedem." Bentuk "canang" persis talempong di Padang atau "bonang" di Jawa.
Instrumen "canang" ini di Gayo dimainkan dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti perkawinan dan pengiring pertunjukan tari.
Dalam panggung pertunjukan didong, bunyi "canang" digunakan sebagai pengatur waktu atau tanda peralihan pertunjukan dari satu grup didong ke grup didong lawan tandingnya.
"Canang" yang saya gunakan untuk mengatur waktu pertunjukan Didong Trans Jakarta itu saya pinjam dari grup musik Denang Gajo Jakarta, berdiri di Jakarta pada 1956.Tapi grup itu sekarang sudah tidak aktif lagi.
Salah seorang tokoh Sanggar Denang Gajo Jakarta, Salim Wahab, sudah mulai uzur.
Baca juga: Boy Arnez Pemain Voli Indonesia Ikut Tampil AVC Challenge Cup 2023, Ketiduran saat Salat Idul Adha
Sementara personil lainnya, sudah almarhum.
Salim Wahab menitipkan perangkat instrumen dua buah canang kepada saya.
Suasana riuh dalam bus Trans Jakarta menjadi sedikit senyap ketika saya membunyikan "canang" berkali-kali.
Saya meminta perhatian dan memberi aba-aba pertunjukan akan dimulai.
Dalam keadaan berhimpit, saya jelaskan sedikit tentang gagasan pertunjukan dalam bus Trans Jakarta.