Bus makin menjauh meninggalkan Cililitan. Pergerakan bus membuat tubuh ikut bergerak dan karenanya harus berpegangan agar tidak terjerembab.
Saya mempersilahkan dosen pembimbing, Prof Sardono memberi pengantar.
Mas Don--begitu sapaan beliau--dan Pak Arthur S Nalan dan para penguji ternyata berada di gandengan belakang.
Baca juga: Ambisi Besar Australia Bisa Jadi Penghalang Timnas Voli Putra Indonesia di AVC Challenge Cup 2023
Dengan susah payah, Mas Don melangkah ke bagian depan setelah melewati "pagar kamera televisi."
Pak Arthur dan para penguji juga diminta pindah ke gerbong depan, untuk memudahkan bagi penguji mengamati jalannya pertunjukan.
Bersama Mas Don hadir beberapa penari internasional yang sedang mengikuti kegiatan "International Indonesian Dance Festival" di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki.
Saya sempat berkenalan dengan salah seorang sebelum pertunjukan dimulai.
Mas Don minta pengertian kameramen televisi agar memberi jalan kepada penari internasional itu untuk melangkah ke gerbong depan.
Dengan "penuh perjuangan" usaha memindahkan tamu-tamu kehormatan itupun akhirnya berhasil.
Mas Don mengakhiri sambutannya. Kendali pertunjukan ada pada saya.
Saya lalu membunyikan lagi canang tiga kali. Saya katakan, pertunjukan didong di Transjakarta saatnya dimulai.
Baca juga: Ini 30 Nama Calon Pj Bupati/Wali Kota 10 Daerah di Aceh yang Diusul Pj Gubernur ke Mendagri
Saya mempersilahkan grup Bintang Duta tampil terlebih dahulu.
Grup ini menampilkan Kabri Wali, sebagai ceh utama, dan Dasuki sebagai apit atau ceh pendamping.
Kabri dan Dasuki mengenakan kostum dengan ukiran kerawang gayo, baju adat Gayo. Personil Bintang Duta duduk di bangku, berjejeran.
Sedang lawan tandingnya, Singkite duduk dilantai, dan sebahagian lagi berdiri.