Berita Aceh Hari Ini

Dari Toke Arang ke Toke Sapu Lidi, Kisah Perjalanan Bisnis Muhsin Said dari Bireuen

Penulis: Fikar W Eda
Editor: Sri Widya Rahma
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENGUSAHA ASAL BIREUEN - Di tengah panasnya tanah Bireuen yang kering dan berdebu, nama Muhsin Said (51 Tahun) muncul sebagai sosok yang tak pernah menyerah. Dulu dikenal sebagai “toke arang”, kini ia menjelma menjadi “toke sapu lidi”. Kisahnya bukan hanya tentang perubahan jenis usaha, tetapi juga tentang kegigihan, jejaring lintas daerah, dan insting bisnis yang tajam.

Laporan Fikar W Eda | Bireuen

TRIBUNGAYO.COM, BIREUEN - Di tengah panasnya tanah Bireuen yang kering dan berdebu, nama Muhsin Said (51 Tahun) muncul sebagai sosok yang tak pernah menyerah.

Dulu dikenal sebagai “toke arang”, kini ia menjelma menjadi “toke sapu lidi”.

Kisahnya bukan hanya tentang perubahan jenis usaha, tetapi juga tentang kegigihan, jejaring lintas daerah, dan insting bisnis yang tajam.

Muhsin Said bukan pengusaha biasa. Ia memulai segalanya dari bawah. Saat ini tinggal di Juli Bireuen.

Suatu waktu, seorang keturunan Arab dari Surabaya bernama Pak Riyad datang berkunjung ke Bireuen. Pak Riyad terkejut saat melihat potensi alam Aceh yang sangat kaya.

"Ente hidup di negeri emas, kenapa pelihara kambing?," ujar Pak Riyad, sambil tertawa kecil.

Ia melihat potensi besar yang belum tergarap di daerah itu potensi yang kemudian menjadi awal dari perjalanan bisnis arang.

Pak Riyad adalah pemilik pabrik briket di Jawa Timur yang membutuhkan bahan baku arang.

Dari pertemuan itu, lahirlah kerjasama yang menjanjikan. Muhsin mulai menyuplai arang, bahkan pernah mengirimkan dua kontainer sekaligus senilai Rp 400 juta.

Dalam kurun waktu satu setengah tahun, Muhsin mampu mengirim 78 kontainer.

Namun, sebagaimana lumrah dalam dunia bisnis, hubungan itu akhirnya pecah. Entah karena persoalan harga, pasokan, atau hal lainnya, Muhsin harus mencari jalan lain.

Jejak Baru ke Surabaya

Jalan baru itu datang dari seorang pengusaha Tionghoa asal Surabaya bernama Pak Aris.

Mereka awalnya hanya berkenalan lewat komunikasi bisnis biasa. Melalui saling percaya, Muhain mulai merintis kerjasama dengan Pak Aris.

Keduanya melangsungkan bisnis tanpa pernah bertemu. Segalanya berjalan lancar. Suatu ketika Muhsin mengunjungi Pak Aris di Surabaya, sambutannya sungguh tak terduga.

Halaman
123