Angka Perkawinan Anak

Alarm! Angka Perkawinan Anak di Bener Meriah Bikin Cemas

Pola komunikasi dalam keluarga harus diperbaiki agar anak-anak tidak merasa kehilangan perhatian.

|
Penulis: Kiki Adelia | Editor: Sri Widya Rahma
Dokumen Ismi Niara Bina
ANGKA PERKAWINAN ANAK - Aktivis perlindungan anak sekaligus Psikolog DP3AKB Bener Meriah, Ismi Niara Bina. Berdasarkan data terbaru yang diperoleh TribunGayo.com, tercatat ada 352 kasus perkawinan anak sejak 2022 hingga 2024. 

TRIBUNGAYO.COM - Fenomena perkawinan anak di Kabupaten Bener Meriah kembali menjadi sorotan publik.

Angka kasus yang terus meningkat membuat para aktivis perlindungan anak khawatir terhadap masa depan generasi muda Gayo.

Berdasarkan data terbaru yang diperoleh TribunGayo.com, tercatat ada 352 kasus perkawinan anak sejak 2022 hingga 2024.

Angka tersebut dinilai sangat memprihatinkan, terutama karena sebagian besar terjadi akibat minimnya ruang ekspresi positif bagi remaja sehingga mereka mudah terjebak dalam pergaulan yang salah.

Menanggapi kondisi ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bener Meriah bersama berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB).

Serta Sekretaris Daerah, hingga Pimpinan Daerah Aisyiyah, membahas persoalan tersebut dalam Konsultasi Publik Strategi Daerah (Strada) yang digelar pada Kamis (4/9/2025) di Aula Cafe Rembele, Bener Meriah.

Tanggapan Aktivis Perlindungan Anak

Aktivis perlindungan anak sekaligus psikolog dari DP3AKB Bener Meriah yang juga mengikuti kegiatan tersebut, Ismi Niara Bina, menegaskan bahwa banyak remaja sebenarnya ingin menunjukkan bakat dan eksistensi mereka, namun keterbatasan ruang berekspresi membuat mereka salah arah.

“Mereka ingin kelihatan bakatnya apa, tapi ruang untuk itu masih sangat kurang. Akhirnya mereka mencari eksistensi di tempat yang salah.

Masuk ke pergaulan yang tidak sehat, lalu sebagian pihak menjadikan pernikahan sebagai solusi instan,” ungkap Ismi kepada TribunGayo.com, Minggu (8/9/2025).

Ismi menekankan bahwa persoalan perkawinan anak tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja.

Harus ada kerja sama lintas sektor agar solusi yang dihasilkan lebih konkret.

“Sekarang kita sudah punya data. Angka 352 kasus dari tahun 2022 sampai 2024 ini harus kita hadapi bersama.

Masing-masing instansi punya peran, misalnya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, maupun Dinas Pendidikan bisa mendorong remaja melanjutkan pendidikan non-formal agar memiliki keterampilan. Semua pihak harus bergerak bersama,” jelasnya.

Selain penanganan kasus yang ada, Ismi juga menegaskan pentingnya pencegahan perkawinan usia dini.

Menurutnya, pola komunikasi dalam keluarga harus diperbaiki agar anak-anak tidak merasa kehilangan perhatian.

Halaman
12
Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved