Seni Gayo
Sanggar Pegayon Hidupkan Kembali Seni Tradisi Gayo Lewat "Donang Banan" dan "Tepok Runcang"
Sanggar Pegayon dari Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah, siap kembali mencuri perhatian dengan dua karya pertunjukan khas Gayo.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Sri Widya Rahma
Laporan Wartawan TribunGayo Fikar W Eda | Bener Meriah
TribunGayo.com, REDELONG - Sanggar Pegayon dari Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah, siap kembali mencuri perhatian dengan dua karya pertunjukan khas Gayo Donang Banan dan Tepok Runcang.
Kedua karya ini merupakan hasil eksplorasi kreatif anak-anak muda Pegayon yang berkomitmen melestarikan sekaligus memodernisasi seni tradisi Gayo agar tetap relevan di masa kini.
Sebelumnya, kelompok seni Donang Banan Pegayon tampil memukau dalam acara Desember Kopi 2023 yang digelar di Gua Prasejarah Gayo, salah satu lokasi budaya yang menjadi ikon wilayah dataran tinggi penghasil kopi terbaik Indonesia.
Dalam penampilan tersebut, para perempuan pemain Donang Banan melantunkan syair berbahasa Gayo sambil memainkan beragam alat musik tradisi seperti Canang, Gong, Memong, Teganing, Kecapi, Rebeb serta Bensi suling khas perempuan Gayo dan alat-alat perkusi.
Pertunjukan Donang Banan menjadi bentuk ekspresi kesenian perempuan Gayo yang menggabungkan nilai-nilai tradisi, puisi, dan musikalitas.
Menurut salah satu penggerak seni di Sanggar Pegayon, Azzam Pegayon mengatakan bahwa karya ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkenalkan kembali kekayaan musikal Gayo yang mulai jarang dipentaskan secara publik.
Selain Donang Banan, Sanggar Pegayon juga memperkenalkan karya baru berjudul Tepok Runcang.
Karya ini merupakan bentuk tari dan musik yang dihasilkan dari tubuh manusia (body percussion), berfokus pada tepukan tangan, hentakan kaki, dan gerak tubuh.
Tepok Runcang mengadopsi unsur-unsur dari tradisi Didong Alo, Didong Sesuk, dan Duding Tengkeh khas Gayo Lut, namun dikembangkan secara kreatif dengan menambahkan syair pendek (sur) sebagai pengganti perubahan nada.
“Tepok Runcang adalah latihan seni yang menyenangkan. Ia bukan hanya pertunjukan, tapi juga sarana untuk melatih koordinasi, perhatian, dan kepekaan musikal,” ujar Azzam.
“Seni ini bisa dimainkan sendiri, berkelompok, bahkan menjadi workshop bersama pelajar maupun komunitas," tambahnya.
Sanggar Pegayon yang berlokasi di Kemp Buntul Sara Ine, kawasan perbatasan antara Kecamatan Permata dan Kabupaten Aceh Utara, kini tengah menyiapkan sejumlah kegiatan seni lanjutan, termasuk workshop, pelatihan baru, serta rencana Festival Antar Sekolah dan Sanggar yang dijadwalkan pada tahun mendatang.
“Kami sedang merancang festival seni antar sekolah dan sanggar sebagai wadah kolaborasi generasi muda Gayo. Tahun depan kita rencanakan kegiatan besar ini dengan semangat TOS Together Our Spirit,” tambah Azzam.
Melalui Donang Banan dan Tepok Runcang, Sanggar Pegayon menegaskan posisinya sebagai ruang kreatif yang menghidupkan kembali denyut seni tradisi Gayo.
Sekaligus membuka ruang pembelajaran lintas generasi agar kebudayaan ini terus hidup dan berkembang di masa depan. (*)
Baca juga: Bedah Buku "Kelising" Karya Salman Yoga: Ruang Seni, Ingatan dan Kemanusiaan
Baca juga: Kuflet Bersama Perupa Hamzah Diskusikan Seni Rupa Kontemporer
Baca juga: Makanan Khas Gayo Warnai Pagelaran Seni Budaya Gayo dan Bazar Kuliner Lesbuga di Tamini Square
| Seni Gayo, Wajah Gayo dalam Puisi Indonesia, Diperkenalkan Banyak Seniman |
|
|---|
| Mengenal Beberapa Istilah dalam Seni Didong Gayo, Ada Sare dan Tep Onem |
|
|---|
| Empat Grup Seni Gayo Ini Ternyata Pernah Berdidong Jalu di Gedung MPR/DPR Senayan Jakarta |
|
|---|
| Seni Gayo, Seni Didong dalam Empat Periode, Awal Disebut Didong "Teka-Teki atau Berkal-akalen" |
|
|---|
| Seni Gayo, Peristiwa Langka, Ceh Kabri Wali Berdidong dalam Bus Trans Jakarta Melawan Singkite |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.