Renggut Kesucian Anak Kandung

MIRIS, Selama 9 Tahun Seorang Ayah Tega Menodai Anak Kandung, Ini Tanggapan Psikolog

Mirisnya, kasus pelecehan seksual tersebut baru terbongkar setelah korban kini berusia 19 tahun dan masih berstatus sebagai siswa.

Penulis: Kiki Adelia | Editor: Mawaddatul Husna
Dok Ismi Niara Bina
KASUS PELECEHAN SEKSUAL - Psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bener Meriah, Ismi Niara Bina. Ia menilai kasus seperti ini tidak hanya mencerminkan tindakan keji pelaku tetapi juga rusaknya fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama yang seharusnya melindungi anak, Jumat (21/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Tersangka JN tega melakukan aksi bejat terhadap anak kandungnya sendiri sejak korban masih menempuh pendidikan kelas 6 SD dan masih berumur 10 tahun tepatnya pada tahun 2016.
  • Mirisnya, kasus pelecehan seksual tersebut baru terbongkar setelah korban kini sudah berusia 19 tahun dan masih berstatus sebagai siswa.
  • Ismi Niara Bina menegaskan bahwa hukuman berat harus dijatuhkan kepada pelaku, terlebih karena ia adalah sosok yang seharusnya menjadi pelindung utama bagi anak.

Laporan Wartawan Tribun Gayo Kiki Adelia | Gayo Lues

TribunGayo.com, BLANGKEJEREN - Kasus ayah kandung tega renggut kesucian anak kandungnya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kini kembali menghebohkan publik.

Dimana kasus tersebut terjadi di Kabupaten Gayo Lues dan saat ini telah ditangani oleh Satreskrim Polres setempat.

Ayah kandung tersebut kini menjadi tersangka (JN) dan juga telah diamankan di Polres setempat.

Kapolres Gayo Lues, AKBP Hyrowo melalui Kasat Reskrim Iptu M Abidinsyah SH yang dikonfirmasi TribunGayo.com, Jumat (21/11/2025) membenarkan, kasus pelecehan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan seorang ayah terhadap anak kandungnya sendiri.

Tersangka JN tega melakukan aksi bejat terhadap anak kandungnya sendiri sejak korban masih menempuh pendidikan kelas 6 SD dan masih berumur 10 tahun tepatnya pada tahun 2016.

Mirisnya, kasus pelecehan seksual tersebut baru terbongkar setelah korban kini berusia 19 tahun dan masih berstatus sebagai siswa di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Gayo Lues.

Kasus pelecehan seksual tersebut terjadi pertama kali di sebuah gubuk kebun milik tersangka.

Kasus pelecehan tersebut terus berulang-ulang hingga akhirnya tersangka pun berhasil diamankan pada, Rabu (19/11/2025).

Tanggapan Ahli Psikolog

Peristiwa ini tidak hanya menyisakan luka mendalam bagi korban, tetapi juga menjadi tamparan keras bagi sistem perlindungan keluarga di daerah tersebut.

Seorang Ahli Psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bener Meriah, Ismi Niara Bina menilai kasus seperti ini tidak hanya mencerminkan tindakan keji pelaku.

Tetapi juga rusaknya fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama yang seharusnya melindungi anak.

“Miris sekali dengarnya ya, pelakunya ayahnya sendiri dan berlangsung bertahun-tahun.

Kalau melihat kronologi, jelas ini keluarga yang tidak berfungsi dengan baik, fungsi pengawasan dan pendidikan tidak berjalan,” ungkap Ismi.

Pelaku Harus Dihukum Berat

Ismi Niara Bina menegaskan bahwa hukuman berat harus dijatuhkan kepada pelaku, terlebih karena ia adalah sosok yang seharusnya menjadi pelindung utama bagi anak.

“Ayah itu harusnya pelindung, bukan pelaku. Maka pelaku harus dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.

Ia juga mendorong adanya regulasi khusus yang memberikan hukuman lebih besar bila pelaku memiliki hubungan darah dengan korban.

Fokus Utama: Pemulihan Psikologis Korban

Korban disebut telah memendam trauma selama bertahun-tahun sebelum akhirnya berani bersuara. Karena itu, pemulihan psikologis harus menjadi prioritas.

“Korban telah menyimpan luka sendirian begitu lama. Kita harus fokus pada pemulihan, bukan mengucilkan keluarganya,” katanya.

Ismi Niara Bina mengingatkan masyarakat agar tidak memberikan stigma atau menyebarkan identitas korban yang bisa menyebabkan korban terluka untuk kedua kalinya.

“Jangan sampai korban jadi korban lagi karena intimidasi atau pengucilan. Kita harus beri dukungan sosial,” tambahnya.

Dukungan dan Relokasi Jika Lingkungan Tidak Aman

Jika lingkungan tempat tinggal korban tidak mendukung atau tidak mampu memberikan rasa aman, Ismi menyarankan relokasi melalui instansi terkait seperti UPTD PPA.

“Kalau lingkungan tidak bisa mendukung pemulihan korban, pihak berwenang perlu mempertimbangkan relokasi ke tempat yang lebih aman,” ujarnya.

Dorong Korban Lain Berani Melapor

Kasus ini dinilai dapat membuka pintu keberanian bagi korban lain untuk berbicara.

“Pemberitaan seperti ini penting karena mendorong korban atau saksi lain untuk speak up. Mereka melihat bahwa laporan diterima dan ditindak,” jelas psikolog.

Menutup pernyataannya, Ismi berharap kasus serupa tidak terulang dan masyarakat lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan seksual dalam keluarga.

“Semoga korban bisa segera pulih, dan jangan ada lagi kasus seperti ini,” tutupnya.

(TribunGayo.com/Kiki Adelia)

Baca juga: Ayah Nodai Anak Kandung, Dibawah Ancaman, Pelaku Selalu Minta Dilayani

Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved