17 Tahun Perdamaian Aceh

17 Tahun MoU Helsinki, Berikut Sejarah, Isi Kesepatan dan Realisasi Butir MoU Helsinki

Artinya sekitar 88,73 persen butir MoU Helsinki sudah jalan dan sisanya 11,27 persen belum dilaksanakan di Aceh.

|
Penulis: Cut Eva Magfirah | Editor: Mawaddatul Husna
Dok Wikipedia
Ketua Juru Runding Pemerintah RI, Hamid Awaluddin dan Ketua Juru Runding GAM, Malik Mahmud bersalaman ditengah mediator perundingan Martti Ahtisaari seusai menandatangani MoU Helsinki, 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia. 

Hal ini mengingat sudah adanya Pengadilan HAM di Medan mencakup area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau.

Meski demikian, terkait pembentukan Pengadilan HAM untuk Aceh ini sebenarnya sudah diatur dalam MoU Helsinki dan menjadi utang Pemerintah Pusat.

Nama Resmi Aceh dan Gelar Pejabat Senior

Belum ditetapkan nama resmi Aceh seperti menggunakan ejaan Acheh, Atjeh, Asyi atau Aceh seperti yang sekarang.

Padahal itu tertuang dalam butir MoU Helsinki untuk diatur dan ditetapkan satu versi saja sebagai nama resmi.

"Dan itu belum ditetapkan nama resmi Aceh," kata Yarmen.

Kemudian gelar pejabat senior setingkat gubernur, bupati atau wali kota juga belum ditetapkan di Aceh.

Sebab pada masa konflik, para pejabat di Aceh tidak mau menyebut dirinya sebagai gubernur, melainkan panglima sagoe, panglima sagoe cut atau panglima sagoe rayeuk.

Masih menjadi pertanyaan apakah nama itu masih dipakai, atau menggunakan gelar sultan atau gubernur seperti yang sekarang.

"Gubernur di Jogja namanya Sultan. Aceh di masa konflik menggunakan gelar panglima sagoe. Apakah kita pakai yang seperti itu, atau gubernur. Ini belum ada ketetapan," ujar Yarmen.

"Gelar pejabat senior dipilih dan ditentukan oleh legislatif Aceh setelah pemilu tahun 2007 lalu. Tapi sampai sekarang belum ada gelar itu. Padahal perintah MoU adalah utang" tambahnya.

Bendera dan Lambang

Bendera dan Lambang sudah disepakati, tapi hingga saat ini belum disetujui oleh pusat.

Padahal dalam MoU Helsinki, Aceh berhak menentukan tiga hal yakni lambang, bendera dan himne.

"Alhamdulillah himne sudah disetujui," katanya.

Peradilan Independen

Selama ini, apapun perkaranya akan berujung ke Mahkamah Agung (MA).

Namun harus menunggu antrean putusan hingga 2-3 tahun lamanya karena MA mengurusi hingga 37 provinsi se-Indonesia sekaligus.

Pihak GAM menghendaki suatu sistem peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk pengadilan tinggi, dibentuk di Aceh dalam sistem peradilan Republik Indonesia.

"Sehingga putusan akhirnya tidak mesti harus ke MA Jakarta, nah semacam membuat kantor cabangnya di Aceh," jelas Yarmen.

"Setara MA tetapi mengurus khusus untuk Aceh," tambahnya.

Kejahatan Sipil Aparat Militer Diadili di Aceh

Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh, berdasarkan MoU Helsinki, semestinya diadili pada pengadilan sipil di Aceh.

"Pengadilan sipil, itulah Pengadilan Negeri (PN). Tapi mana ada sekarang aparat militer yang diadili di PN, semuanya masih harus ke Mahkamah Militer (Mahmil)," ungkap Yarmen.

Akses Langsung ke Negara Asing via Laut dan Udara

Salah satu amanat MoU Helsinki menyebutkan, ada butir di mana Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa ada hambatan ke negara-negara asing melalui jalur laut dan udara.

Namun kenyataannya, hingga saat ini pesawat dari Aceh masih belum dibolehkan ke Malaysia secara langsung melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.

Melainkan harus ke Medan terlebih dahulu, baru bisa ke negara asing.

Pekerjaan dan Jaminan Sosial

Belum semua eks kombatan, mantan tahanan politik (tapol) dan narapidana politik (napol) GAM, serta masyarakat sipil korban konflik mendapatkan haknya.

Hak tersebut sebagaimana diamanatkan MoU Helsinki seperti pekerjaan, jaminan sosial, dan tanah pertanian yang pantas atau memadai apabila mereka tidak mampu bekerja.

Terkait tanah atau lahan yang dibagikan, sedikitnya harus ada 320.000 hektare.

Tentukan Bunga Bank Sendiri

Aceh berhak menentukan suku bunga bank sendiri yang berbeda dengan ketetapan Bank Indonesia (BI).

"Orang GAM maunya Aceh boleh menetapkan suku bunga sendiri yang berbeda dengan ketetapan BI," kata Yarmen.

"Namun sampai saat ini belum ada. Itulah antara lain MoU Helsinki yang belum terwujud," tutupnya. (TribunGayo.com/Cut Eva Magfirah)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved