Laporan Alga Mahate Ara | Aceh Tengah
TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin mendukung usulan Presiden RI Prabowo Subianto, agar kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Safar, usulan ini tentu telah melalui berbagai pertimbangan demi kepentingan bangsa dan negara.
“Kami sangat sepakat dengan usulan Prabowo Subianto, demokrasi kita harus mengacu pada Pancasila. Kesejahteraan, persatuan, dan kesatuan bangsa harus menjadi tujuan utama bernegara.
Walaupun praktik demokrasi dianggap sistem yang baik, perlu disesuaikan dengan konstitusi dan ideologi negara kita, begitu pun dengan aturan-aturan internasional,” ujar Safar dalam pers rilisnya di Banda Aceh, Sabtu (14/12/2024).
Menurut Safar, pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan memberikan banyak manfaat, termasuk efisiensi anggaran.
Dana negara yang biasanya digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada langsung, yang mencapai puluhan triliun rupiah, dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum yang sangat dibutuhkan masyarakat.
“Anggaran tersebut bisa digunakan untuk membangun jalan raya yang layak, irigasi untuk ketahanan pangan, jembatan untuk akses masyarakat, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang saat ini masih jauh dari standar layak. Semua itu adalah hak dasar rakyat yang dijamin UUD 1945,” katanya.
Disi lain, Safar juga mengutip data kecelakaan lalu lintas tahun 2023 yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan.
Menurut data tersebut, terdapat 152.008 kecelakaan di jalan raya yang menyebabkan rata-rata tiga orang kehilangan nyawa setiap jam.
“Ini menunjukkan pentingnya prioritas pada pembangunan infrastruktur yang bisa menyelamatkan nyawa,” lanjutnya.
Safar menambahkan bahwa YARA sudah mengusulkan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD sejak tahun 2020.
Surat usulan tersebut pernah diberikan langsung kepada Wakil Ketua DPR RI saat itu, Aziz Syamsuddin, di Banda Aceh, serta ke DPR Aceh.
Dalam amatannya, pemilihan langsung sering kali menimbulkan dampak negatif, seperti perpecahan di tengah masyarakat akibat perbedaan pilihan, praktik money politic, hingga ancaman terhadap persatuan bangsa.
"Hal ini bertentangan dengan semangat demokrasi yang sesuai Pancasila, khususnya sila ketiga, ‘Persatuan Indonesia,’” ungkap Safar.