Laporan Mahate Ara | Aceh Tengah
TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh melaksanakan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) di Aceh Tengah dengan mengangkat tema pelestarian dan revitalisasi nilai-nilai adat.
Kegiatan ini menjadi langkah konkret Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry dalam memperkuat identitas lokal serta membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya aturan berbasis budaya.
Pelaksanaan KPM ini berlangsung selama 45 hari yang dimulai pada 26 Juni 2025.
Dalam kegiatan tersebut, UIN Ar-Raniry berkolaborasi dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Takengon.
Sebanyak 36 mahasiswa terlibat, terdiri atas 11 mahasiswa Prodi Hukum Tata Negara IAIN Takengon dan 25 mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry.
Lokasi pengabdian tersebar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bebesen yang mencakup enam kampung, dan Kecamatan Lut Tawar dengan satu kampung.
Di wilayah Dataran Tinggi Gayo tersebut, para mahasiswa melakukan observasi partisipatif, berdialog.
Dan berdiskusi bersama Lembaga Sarak Opat yang merupakan struktur pemerintahan adat di Aceh Tengah.
Lembaga ini terdiri atas Reje atau kepala desa, Imem atau imam kampung, Rakyat Genap Mupakat (RGM), serta Petue atau tokoh yang dituakan.
Melalui pendekatan yang partisipatif, mahasiswa berupaya menggali kembali norma, nilai, dan kebiasaan masyarakat setempat.
Hasil penggalian ini kemudian dirumuskan menjadi Reusam Kampung atau Qanun Kampung, yaitu seperangkat aturan adat yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.
Koordinator Lapangan KPM UIN Ar-Raniry, Hasnul Arifin Melayu, Sabtu (2/8/2025) menegaskan bahwa mahasiswa tidak membawa aturan dari luar.
Melainkan hadir untuk membantu masyarakat menata kembali nilai-nilai luhur yang telah lama ada di tengah mereka.
Penyusunan Reusam ini mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam menentukan isi aturan.
Hal itu agar selaras dengan kebutuhan lokal dan kondisi sosial yang ada.
Beberapa hal yang diatur dalam Qanun Kampung meliputi pengelolaan sampah, penanganan konflik, dan etika pergaulan antarwarga.
“Kita tidak datang membawa aturan dari luar, tapi justru membantu masyarakat menata kembali nilai-nilai luhur yang sudah mereka miliki,” ujar Hasnul Arifin Melayu.
Selain itu, juga dibahas mengenai ketentuan tentang Linmas atau perlindungan masyarakat.
Serta aturan adat terkait cara membersihkan kampung dari pelanggaran ringan yang diselesaikan secara adat.
Disambut Positif
Proses penyusunan Qanun Kampung ini mendapat sambutan positif dari tokoh masyarakat dan perangkat kampung.
Mereka menilai bahwa Reusam bukan hanya warisan budaya, tetapi juga dapat dijadikan dasar dalam membangun tatanan sosial yang lebih adil dan harmonis.
Reje Kampung Lelabu, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, Anggunsah Putra, menyatakan bahwa inisiatif ini diharapkan menjadi landasan dalam menegakkan serta menumbuhkan kembali nilai-nilai adat yang dijunjung masyarakat.
Kegiatan ini membuktikan bahwa peran akademisi dan mahasiswa tidak hanya terbatas pada teori di bangku kuliah.
Melalui pengabdian semacam ini, mereka mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Kehadiran Qanun Kampung yang diinisiasi oleh mahasiswa diharapkan dapat menjadi dasar hukum dalam menjaga dan meneruskan nilai-nilai adat, agar tidak tergerus oleh arus perubahan zaman.
“Diharapkan menjadi landasan dalam menegakkan dan menumbuhkan kembali nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat," sebut Anggunsah Putra.
Revitalisasi budaya berbasis peraturan ini diharapkan membawa dampak positif bagi kehidupan sosial masyarakat di Aceh Tengah. (*)
Baca juga: Petani Kopi Gayo di Aceh Tengah Usul Pembuatan Kebun Percontohan di 14 Kecamatan
Baca juga: Kopi Gayo dan Jejak Sejarah Kolonial Belanda yang Ditinggalkan di Belang Gele Aceh Tengah
Baca juga: Turnamen Bulutangkis Berkah Jaya Cup 2025 Resmi Digelar di Aceh Tengah