Rudapaksa Adik Ipar

Warga Bener Meriah Diduga Rudapaksa Adik Ipar, Ini Kata Psikolog

Seorang warga di Kabupaten Bener Meriah ditangkap polisi setelah diduga melakukan rudapaksa terhadap adik iparnya sendiri.

Penulis: Kiki Adelia | Editor: Sri Widya Rahma
Dokumen Pribadi/ Ismi Niara Bina
KASUS RUDAPAKSA - Foto diri Psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bener Meriah, Ismi Niara Bina. Pelaku berhasil ditangkap oleh Personel Unit PPA Sat Reskrim Polres Aceh Tenggara, dibantu Polsek Bandar Polres Bener Meriah, di Desa Cemparam Lama, Kecamatan Mesidah, Bener Meriah, pada Selasa (18/11/2025). 

Hal ini terjadi karena pelaku yang memiliki kedekatan relasi dianggap lebih mudah membangun kedekatan, kepercayaan, sekaligus mencari celah melakukan tindakan kekerasan.

"Anak biasanya menolak ketika didekati orang asing. Justru mayoritas pelaku adalah orang dekat yang punya akses dan kesempatan," katanya.

Baca juga: Ayah Kandung di Aceh Tenggara Diduga Rudapaksa Anak Perempuannya

Pelaku Biasanya Gunakan Ancaman Psikologis

Dalam banyak kasus, pelaku kekerasan seksual menggunakan ancaman untuk membungkam korban, seperti melarang berteriak atau mengadu.

Karena itu, kedekatan antara anak dan anggota keluarga lain sangat berperan dalam keberanian korban untuk mencari pertolongan.

"Kalau korban tidak dekat dengan keluarga lain, ia cenderung takut melawan karena termakan ancaman pelaku. Pada kasus ini, korban berani teriak dan minta tolong, artinya hubungan keluarga cukup dekat," jelasnya.

Pentingnya Pendidikan Reproduksi Sejak Dini

Ismi Niara Bina menekankan bahwa salah satu langkah pencegahan terpenting adalah pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak sejak dini.

Anak harus memahami batasan tubuh, bagian yang tidak boleh disentuh, dan cara meminta pertolongan.

"Anak harus paham Batasan, mana sentuhan yang boleh, mana yang tidak. Ini kunci untuk mencegah kekerasan seksual," tambahnya.

Soal Identitas Pelaku, Publik Dorong Efek Jera

Dalam kasus kekerasan seksual, identitas pelaku seringkali disamarkan demi kepentingan hukum. Namun psikolog menilai, publik ingin ada efek jera yang lebih kuat.

"Idealnya pelaku tidak di-blur wajahnya, namanya disebut jelas. Supaya jadi efek jera dan pelaku lain berpikir ulang," ucapnya.

Meski demikian, ia menegaskan penanganan tetap harus mengikuti ketentuan undang-undang dan ketentuan yang berlaku.

Tidak Ada Lingkungan yang Sepenuhnya Aman

Kasus ini menjadi pengingat bahwa tidak ada lingkungan yang benar-benar bebas risiko, bahkan di lingkar keluarga sendiri.

Karena itu, kewaspadaan dan kemampuan melindungi diri menjadi faktor penting bagi anak dan keluarga.

"Tidak ada satu orang pun yang bisa kita percaya sepenuhnya. Paling tidak, jika tidak mampu sepenuhnya menjaga diri, anak harus berani minta tolong," tegasnya. (*)

Baca juga: Kasus Kakek Rudapaksa Cucu di Aceh Tenggara, Polisi Terbitkan DPO

Sumber: TribunGayo
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved