Seni Gayo

Keberadaan Aksara Gayo Masih Perlu Bukti Ilmiah

Perdebatan mengenai keberadaan aksara Gayo kembali mencuat dalam seminar ilmiah bertema Pendidikan Penguatan Identitas Melalui Aksara dan Bahasa Gayo.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Sri Widya Rahma
ISTIMEWA
AKSARA GAYO - Dua pembicara, Dr Salman Yoga S dan Turham Ag SAg MPd, yang juga dosen IAIN Takengon, dalam seminar budaya yang diselenggarakan SMA Negeri 2 Bandar, Bener Meriah, Kamis (23/10/2025). Dalam forum tersebut, akademisi sekaligus budayawan Gayo, Dr Salman Yoga S, menegaskan bahwa hingga kini belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat untuk menyimpulkan bahwa masyarakat Gayo memiliki aksara sendiri. 

Laporan wartawan TribunGayo Fikar W Eda | Bener Meriah

TribunGayo.com, REDELONG - Perdebatan mengenai keberadaan aksara Gayo kembali mencuat dalam seminar ilmiah bertema “Pendidikan Penguatan Identitas Melalui Aksara dan Bahasa Gayo” yang diselenggarakan SMA Negeri 2 Bandar, Kabupaten Bener Meriah, Kamis (23/10/2025).

Dalam forum tersebut, akademisi sekaligus budayawan Gayo, Dr Salman Yoga S, menegaskan bahwa hingga kini belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat untuk menyimpulkan bahwa masyarakat Gayo memiliki aksara sendiri.

Menurutnya, klaim tentang keberadaan aksara Gayo masih membutuhkan data pendukung dan bukti otentik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

“Jika suatu masyarakat memiliki aksara, maka tentu ada tradisi menulis yang kuat dan tinggalan berupa dokumen, inskripsi di batu, kulit kayu, atau media klasik lainnya.

Namun pada masyarakat Gayo, yang dominan justru adalah tradisi lisan,” ujar penulis buku Kelising ini.

Salman menjelaskan, hingga kini belum ditemukan artefak atau dokumen kuno yang menunjukkan jejak sistem tulisan khas Gayo.

Dua situs arkeologis penting di wilayah ini Ceruk Mendale dan Atu Berukir di Umang Isaq menurutnya, tidak memberikan indikasi adanya aksara yang lahir dari peradaban Gayo sendiri.

“Kedua situs itu menunjukkan adanya kehidupan masa lampau yang maju, namun belum ada tanda bahwa mereka memiliki sistem tulisan tersendiri di luar penggunaan aksara Arab atau Latin,” tambahnya.

Kendati demikian, Salman tidak menolak kemungkinan ditemukannya bukti baru di masa mendatang.

Ia berharap penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengungkap fakta yang lebih akurat, bukan sekadar berdasarkan catatan modern yang usianya masih sangat muda.

Selain membahas aksara, Salman juga menyoroti pentingnya pelestarian bahasa Gayo sebagai bagian dari penguatan identitas budaya.

Ia menekankan perlunya menumbuhkan kembali minat baca dan menulis dalam bahasa ibu, menyediakan bahan bacaan berbasis kearifan lokal, serta memperkuat sastra lisan sebagai media utama pembelajaran bahasa.

“Tradisi seperti didong, saer, melengkan, dan kekeberen merupakan wadah utama yang menjaga bahasa Gayo tetap hidup. Di sanalah ruh kebudayaan Gayo sesungguhnya bernafas,” tutupnya.

Sementara itu, narasumber lainnya, Turham Ag SAg MPd, yang juga dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Takengon, mengaku belum mengetahui secara jelas adanya aksara Gayo.

Sumber: TribunGayo
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved