Seni Gayo
Empat Grup Seni Gayo Ini Ternyata Pernah Berdidong Jalu di Gedung MPR/DPR Senayan Jakarta
Penyelenggaraan “Didong Senayan dan Pameran Kopi Gayo” itu merupakan rangkaian sosialisasi empat pilar kebangsaan.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Khalidin Umar Barat
Laporan Fikar W.Eda I Jakarta
TRIBUNGAYO.COM, JAKARTA - Tahukah Anda, bahwa ternyata empat grup didong dari Tanah Gayo pernah melakukan pertunjukan "didong jalu" satu malam suntuk di Gedung MPR/DPR RI/DPD RI, Senayan Jakarta.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 25 Oktober 2013 dan 6 September 2014. Grup didong yang bertanding adalah Teruna Jaya dengan Kemara Bujang pada 2013.
Kemudian pada 2014, bertanding grup Biak Cacak dan Arita. Selama dua tahun penyelenggaraan pertunjukan, sepenuhnya difasilitasi Dr Ahmad Farhan Hamid yang saat itu menjabat Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014.
Boleh jadi itu adalah dua peristiwa bersejarah dalam bidang kebudayaan Gayo, sejak Republik Indonesia berdiri.
Sebab baru pada tahun, kopi Gayo, didong Gayo, mendapat ruang terhormat dipanggungkan dan dipamerkan di Gedung wakil Rakyat yang sangat mentereng itu.
Kedua kegiatan tersebut dibungkus dalam acara bertajuk “Didong Senayan dan Pameran Kopi Arabika Gayo.”
Mengiringi peristiwa itu juga digelar pameran kopi Gayo dan dialog kopi. Peserta pameran terdiri dari 14 perusahaan bubuk kopi yang berasal dari Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Jakarta.
Ini merupakan pameran kopi Gayo terbesar dan terlengkap di Indonesia. Memang, sebelumnya kopi Gayo juga telah diikutkan dalam banyak kegiatan pameran kopi di dalam negeri maupun luar negeri.
“Namun untuk pameran kopi jenis arabika dan seluruhnya berasal dari Gayo, rasanya baru kali itu terjadi,” kata Ahmad Farhan Hamid waktu itu.
Dialog kopi menampilkan pembicara Yustinus Sunyoto dari Gayo Cuppers Team, Bupati Bener Meriah Ir Ruslan Abdul Gani, dan Joetarga, pelaku usaha dan pengamat kopi.
Diskusi dipandu Mustafa Ismail, wartawan TEMPO. Diskusi tersebut membincangkan banyak hal, termasuk usaha mendorong tumbuh-kembangnya usaha perkopian.
Kopi Gayo dalam berbagai festival kopi dunia memiliki skor tertinggi untuk dua hal; citarasa dan aroma. Kopi Gayo memperoleh tempat istimewa di lidah penikmat kopi dunia. Tapi kalah popular di dalam negeri.
Baru pada malamnya dilanjutkan pertunjukan kesenian didong Gayo yang berlangsung semalam suntuk. Disaksikan hampir 1000 penonton. Panggung didong didirikan persis di depan pintu Gedung Nusantara V.
Grup didong –Teruna vs Kemara dan Biak Cacak vs Arita—mendendangkan puisi-puisi bertema keberagaman budaya, tragedi gempa, semangat kebersamaan dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kopi,
Puisi didong didendangkan dalam bahasa Indonesia, selain bahasa aslinya Gayo. Ini dimaksudkan agar kesenian tersebut bisa dinikmati masyarakat luas, tanpa meninggalkan ciri khas didong itu sendiri, seperti pola rima, melodi dan lain-lain.
Didong malam itu mengemban misi mulia, dalam rangka sosialisasi empat pilar kebangsaan, UUD 45, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sesungguhnya tema-tema kebangsaan seperti ini bukan sesuatu yang asing, karena sejak lama didong memiliki fungsi kontrol sosial, pencerahan, menggalang semangat kebersamaan, pesan pembangunan dan-lain-lain.
Dulu didong dimanfaatkan untuk membangun fasilitas umum seperti sekolah, jalan, rumah ibadah dan lain-lain.
Begitulah hakikat berkesenian bagi masyarakat Gayo, di samping menyenangkan diri sendiri, juga menghibur orang lain dan memberi pencerahan.
Ketua MPR Farhan Hamid, ketika itu, mengatakan tidak banyak lagi kesenian di Indonesia yang bertahan sampai pagi. Diantara yang sedikit itu, adalah wayang di Jawa dan didong di Tanah Gayo, Aceh.
“ Karena itu sepantasnya kita terus merawat kesenian ini sebagai bagian dari identitas keberagaman kebudayaan kita, Bhinneka Tunggal Ika.
Di bentang tikar keberagaman itulah kita berdiri saling membahu mencapai masa depan yang lebih maju, beradab, makmur dan sejahtera lahir batin,” kata Farhan Hamid.
Penyelenggaraan “Didong Senayan dan Pameran Kopi Gayo” itu merupakan rangkaian sosialisasi empat pilar kebangsaan.
Farhan Hamid menyebutkan pentingnya MPR menampung khasanah budaya daerah sebagai bagian dari penghargaan terhadap kebhinekaan Indonesia. “Saya mengusulkan, ke depan MPR mengagendakan acara seperti ini tiap tahun,” sebutnya.(*)
Baca juga: Prikogading Dinakhodai Tengku Irwansyah Siap Menggebrak Hari Didong 5 Agustus
Baca juga: Seni Gayo, Seni Didong dalam Empat Periode, Awal Disebut Didong "Teka-Teki atau Berkal-akalen"
Baca juga: Otih Roda, Salah Satu Didong dari Grup Didong Lakiki, Diaransir Jadi Lagu
| Keberadaan Aksara Gayo Masih Perlu Bukti Ilmiah |
|
|---|
| Sanggar Pegayon Hidupkan Kembali Seni Tradisi Gayo Lewat "Donang Banan" dan "Tepok Runcang" |
|
|---|
| Seni Gayo, Wajah Gayo dalam Puisi Indonesia, Diperkenalkan Banyak Seniman |
|
|---|
| Mengenal Beberapa Istilah dalam Seni Didong Gayo, Ada Sare dan Tep Onem |
|
|---|
| Seni Gayo, Seni Didong dalam Empat Periode, Awal Disebut Didong "Teka-Teki atau Berkal-akalen" |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gayo/foto/bank/originals/Grup-ini-pernah-berdidong-di-Senayan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.