Kupi Senye

Pokok-pokok Pikiran Blueprint Pendidikan Aceh Tengah

Ulasan ini bisa dikatakan pokok-pokok pikiran pendidikan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan blueprint pendidikan.

FOTO IST
Pemerhati Pendidikan, Dr Johansyah MA. 

Oleh:  Dr Johansyah MA *)

Pada tahun 2016 lalu, saya berdiskusi dengan Drs Arifin Banta Cut (Alm). Beliau adalah salah seorang tokoh dan pemerhati pendidikan Aceh Tengah.

Sangat peduli dengan pendidikan. Menjadi sosok yang gigih dalam memajukan pendidikan.

Di akhir hayat, beliau tercatat sebagai ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kabupaten Aceh Tengah.

Saya tanya beliau, apakah Aceh Tengah memiliki blueprint (cetak biru) pendidikan?

Menurut beliau, bahwa tahun 1996 memang pernah diselenggarakan lokakarya.

Fokus kajiannya adalah pendidikan akhlak, kurikulum muatan lokal bahasa Gayo, serta pemajuan sektor ekonomi dan wisata di kabupaten Aceh Tengah (termasuk kala itu Bener Meriah). 

Tapi tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi yang dihasilkan dari lokakarya tersebut.

Padahal itu bisa menjadi bahan dasar dalam menyusun blueprint pendidikan.

Belakangan saya menemukan buku hasil lokakarya tersebut dan membacanya. Hasilnya persis seperti yang beliau caritakan.

Di tahun 2022 lalu, kebetulan saya juga ikut dalam sebuah diskusi pendidikan Aceh Tengah secara terbatas dengan komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah.

Saat itu ada wacana meniru sebuah pesantren di Aceh Besar yang pembiayaannya didukung oleh Baitul Mal Aceh Besar.

Pada sesi tanggapan, saya pun memberikan pandangan agar program- program pendidikan yang dikembangkan di Aceh Tengah didasarkan pada sebuah blueprint, sehingga jelas apa yang ingin dicapai dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

Pengembangan pendidikan Aceh Tengah kiranya tidak sekedar meniru daerah lain tanpa dasar kajian yang jelas.

Tidak lama berselang setelah diskusi, saya pun mengulas pentingnya blueprint pendidikan Aceh Tengah dalam sebuah opini yang diterbitkan oleh sebuah media online.

Tapi tetap saja, hingga kini juga blueprint tersebut masih dalam wilayah gagasan, belum terwujud.

Persoalan ini kemudian sempat direspon oleh Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh Tengah.

Mereka mengupayakan terselenggaranya Focus Group Discussion (FGD) tentang penyusunan blueprint pendidikan yang kebetulan mendapat support dana dari Baitul Mal Aceh Tengah.

Dengan berbagai dinamikanya, FGD ini baru sekali diselenggarakan.

Padahal sedianya sesuai rencana, FGD ini harus dilakukan beberapa kali lagi di samping juga ada tahapan yang harus dilalui hingga tersusunnya rancangan blueprint pendidikan Aceh Tengah.

Hingga kini program ini untuk sementara masih dalam status parkir. 

Dalam situasi seperti ini, tentu tidak ada salahnya untuk terus mendiskusikan persoalan ini dalam berbagai kesempatan.

Agar muncul beragam pandangan dan gagasan pendidikan yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan perimbangan dalam mengkaji dan merancang blueprint pendidikan dimaksud.

Ulasan ini bisa dikatakan pokok-pokok pikiran pendidikan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan blueprint pendidikan.

Untuk tujuan dimaksud, tulisan ini akan dibagi kepada beberapa pembahasan.

Bagian pertama dan kedua adalah pemetaan tentang permasalahan pendidikan Aceh Tengah.

Adapun bagian ketiga akan membahas perubahan sosial masyarakat Gayo dan tuntutan dunia global dalam kaitannya dengan pendidikan.

Bagian akhir akan menguraikan rancangan formulasi pendidikan Gayo dalam rangka menjawab tantangan dunia global, sekaligus di sisi lain berupaya mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.

Menyangkut permasalahan pendidikan di Aceh Tengah, saya akan menyoroti dari dua dimensi, yakni dimensi struktural dan kultural.

Dimensi pertama dimaksudkan untuk melihat persoalan pendidikan dalam lingkup pemerintahan kabupaten, terutama tentang kebijakan dan perannya dalam menyelenggarakan pendidikan formal.

Adapun yang kedua menyoroti tentang persoalan kultural pendidikan, diantaranya tentang semangat dan orientasi pendidikan yang telah terbangun sejak lama dalam kehidupan masyarakat Aceh Tengah.

Terkait dengan masalah struktural pendidikan, ada beberapa persoalan mendasar yang menurut saya berpengaruh terhadap laju perkembangan pendidikan.

Pertama, kepemimpinan pendidikan di Aceh Tengah belum sepenuhnya berorientasi pada peningkatan mutu di berbagai sektor pendidikan.

Terutama pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), serta belum memiliki kebijakan strategis dalam membangun pendidikan Aceh Tengah.

Masalah kedua, belum terbangunnya komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dengan stake holders pendidikan.

Terutama para tokoh pendidikan untuk membincangkan secara serius kondisi kekinian dan masa depan pendidikan Aceh Tengah

Padahal komunikasi dengan para tokoh pendidikan ini sangat penting dalam upaya menggali berbagai permasalahan pendidikan dan bentuk gagasan pendidikan sebagai solusi alternatifnya.

Masalah ketiga, masih minimnya inovasi para administrator pendidikan, dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Aceh Tengah.

Aktivitas pendidikan yang diselenggarakan selama ini cenderung masih berkutat pada pendidikan yang bersifat rutinitas sesuai dengan petunjuk nasional; sertifikasi guru, pengawasan, menyelenggarakan evaluasi, dan aktivitas rutin lainnya.

Masalah keempat, sebagian besar guru belum bisa kritis-kontributif dalam menyikapi perubahan sosial dan perkembangan praksis pendidikan.

Bahkan banyak dari guru masih bersifat ’dingin’ dalam merespon perubahan sosial.

Mereka kurang termotivasi untuk meningkatkan profesionalitas guna menghadapi gempuran perubahan dan persaingan global.

Salah satunya buktinya adalah sering terlambat dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi.

Begitu pula dengan sikap guru dalam mengikuti arus perkembangan teori dan praktik (praksis) pendidikan, kerap membuat mereka kelimpungan ketika menghadapi perubahan kurikulum.

Padahal konsep dasarnya gurulah yang menjadi kurikulum inti.

Artinya perubahan kurikulum dalam bentuk apapun itu, pada hakikatnya lebih banyak pada hal-hal yang administratif saja.

Selebihnya secara teknis gurulah yang memahami apa persoalan pembelajaran di kelas, dan dialah yang harus mencari cara untuk menyelesaikannya.

Maka persoalan struktural pendidikan ini harus menjadi bahan mentah yang penting untuk diolah dalam merumuskan blueprint pendidikan Aceh Tengah.

Dengan memahami persoalan struktural pendidikan ini, kebijakan pemerintah ke depan diharapkan mengarah kepada penyelesaian persoalan sebagaimana yang disebutkan pada poin-poin di atas.

*) Penulis adalah Pemerhati Pendidikan, saat ini tinggal di Jongok Meluem Kebayakan, Aceh Tengah.

KUPI SENYE adalah rubrik opini pembaca TribunGayo.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

 

Sumber: TribunGayo
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved