Kupi Senye
Kelangkaan Gas Elpiji di Aceh Tengah: Cermin Lemahnya Pengawasan dan Ketimpangan Distribusi Subsidi
Fenomena kelangkaan gas elpiji 3 kilogram (Kg) yang kembali terjadi di Kabupaten Aceh Tengah beberapa waktu terakhir.
Oleh: Rachmat Jayadikarta SE *)
Fenomena kelangkaan gas elpiji 3 kilogram (Kg) yang kembali terjadi di Kabupaten Aceh Tengah beberapa waktu terakhir, bukan sekadar persoalan pasokan sesaat.
Kondisi ini mencerminkan lemahnya sistem distribusi, pengawasan di lapangan, dan ketidakseimbangan antara kuota dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Harga gas elpiji bersubsidi di pasaran kini menembus Rp 35.000 per tabung hingga Rp40.000 per tabung, jauh
di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah yakni sekitar Rp 18.000 per tabung hingga Rp 20.000 per tabungnya.
Situasi ini tentu menambah beban rumah tangga kecil dan pelaku usaha mikro yang sangat bergantung pada energi bersubsidi.
Kuota Tak Seimbang dengan Kebutuhan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Aceh Tengah mencapai sekitar 224 ribu jiwa dengan perkiraan 50 ribu rumah tangga.
Jika setiap keluarga membutuhkan rata-rata dua tabung gas 3 kg per bulan, maka kebutuhan daerah ini seharusnya mencapai 100 ribu tabung per bulan.
Namun, kuota pasokan dari agen dan subpenyalur diduga belum sebanding dengan kebutuhan tersebut.
Ketimpangan ini membuat gas cepat langka di tingkat pangkalan dan memicu spekulasi harga.
Selain itu, distribusi juga tidak merata. Kecamatan padat penduduk seperti Bebesen, Lut Tawar, dan Pegasing kerap kehabisan stok lebih cepat.
Sistem pengawasan yang lemah membuat penyaluran antar pangkalan tidak proporsional dan sulit dikontrol.
Dugaan Permainan Oknum Pangkalan
Fakta lain yang memperburuk keadaan adalah dugaan praktek spekulatif sejumlah pangkalan elpiji.
Banyak pangkalan yang lebih memilih menjual gas ke pedagang eceran ketimbang langsung ke masyarakat karena gas lebih cepat habis dan uang lebih cepat berputar.
Bahkan, tidak sedikit pangkalan yang jarang buka atau hanya buka ketika pengecer datang memborong gas dalam jumlah besar, sementara masyarakat umum yang datang langsung ditolak dengan alasan stok habis.
Praktik seperti ini jelas melanggar aturan Pertamina dan ketentuan pemerintah daerah yang mewajibkan pangkalan:
- Menjual langsung kepada konsumen rumah tangga dan usaha mikro
- Menyediakan catatan penjualan
- Menjual sesuai HET yang berlaku
| Peran Baitul Mal Aceh Tengah dalam Mengentaskan Kemiskinan Ekstrem di Kampung Keramat Mupakat |
|
|---|
| Tataniaga Kopi yang Manusiawi untuk Menyelamatkan Ekonomi Rakyat Gayo |
|
|---|
| Pasar Handicraft Gayo: Membangun Pusat Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Aceh Tengah |
|
|---|
| Air Mata di Balik Senyuman Seorang Guru |
|
|---|
| Menjaga Spirit Ibadah di Usia Senja: Hikmah Wudhu dan Shalat bagi Kesehatan Jasmani dan Ruhani |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gayo/foto/bank/originals/Pengamat-Ekonomi-dan-Kebijakan-Daerah-Rachmat-Jayadikarta-SE.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.