Marak Penimbunan Danau Lut Tawar

Aktivis Soroti Dugaan Oknum APH Terlibat Reklamasi dan Pembangunan Ilegal di Danau Lut Tawar

Danau Lut Tawar adalah milik rakyat, bukan milik aparat. Keindahannya bukan untuk dikavling demi kepentingan pribadi, tapi untuk dijaga demi generasi.

Penulis: Alga Mahate Ara | Editor: Sri Widya Rahma
Dokumen Pribadi/Agus Muliara
REKLAMASI DANAU LUT TAWAR - Aktivis Lingkungan Agus Muliara soroti dugaan adanya keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mendirikan bangunan dan lahan di sepadan danau yang dinilai merusak lingkungan dan berpotensi menghilangkan keasrian danau lut tawar. Agus Muliara meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah segera hentikan seluruh aktivitas pembangunan ilegal di kawasan Danau Lut Tawar tanpa pandang bulu. 

Laporan Alga Mahate Ara | Aceh Tengah

TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Aktivis Lingkungan Agus Muliara soroti dugaan adanya keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mendirikan bangunan dan lahan di sepadan danau yang dinilai merusak lingkungan dan berpotensi menghilangkan keasrian danau lut tawar.

"Di saat masyarakat sipil berjuang menjaga keasrian Danau Lut Tawar sebagai simbol alam dan kehidupan masyarakat Gayo, justru oknum berseragam diduga dengan leluasa menancapkan kuasAa.

Serta kepentingannya di wilayah lindung yang seharusnya steril dari aktivitas pembangunan," kata Agus Muliara kepada TribunGayo.com pada Rabu (18/6/2025).

Menurutnya Danau Lut Tawar bukan sekadar lanskap indah ciptaan tuhan, tetapi juga menjadi sumber kehidupan masyarakat lokal sekaligus ikon ekologis yang tak tergantikan.

Namun kini, keindahannya terancam hancur akibat maraknya reklamasi ilegal, bangunan liar, dan alih fungsi lahan yang dibiarkan terus berlangsung.

Ditengah aktivitas tersebut, muncul dugaan kuat bahwa pelaku dari sebagian aktivitas ilegal ini justru berasal dari kalangan penegak hukum itu sendiri.

Agus menyebutkan, seorang pejabat tinggi berseragam disebut-sebut memiliki lahan dan bangunan yang sedang dalam proses pembangunan tepat di sempadan Danau Lut Tawar sebuah kawasan yang oleh hukum ditetapkan sebagai zona lindung dan tidak boleh diganggu gugat.

“Ini bukan hanya pelanggaran hukum, ini pengkhianatan terhadap mandat dan moralitas sebagai penegak hukum. Bagaimana mungkin rakyat disuruh taat, jika hukum sendiri diinjak oleh mereka yang bersumpah menjaganya?,” ujarnya.

Dirinya menyoroti aktivitas tersebut telah melanggar sejumlah regulasi diantaranya, Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 69 ayat (1) huruf a) yang Melarang setiap orang melakukan perusakan lingkungan secara sengaja.

Kemudian, PP No 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan: Mewajibkan seluruh kegiatan usaha yang berdampak lingkungan untuk memiliki izin yang sah.

“Dan juga, Permen PU No 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Danau: Garis sempadan danau diatur minimal 50 meter dari tepi danau untuk danau alami dan 100 meter untuk danau buatan (waduk),” sebutnya.

Agus juga menambahkan, bahwa terdapat sejumlah kegiatan yang di larang dilakukan di daerah sempadan danau seperti:

Mendirikan bangunan permanen (rumah, hotel, cafe, dll), menebang pohon atau merusak vegetasi alami di sepadan danau, membuang limbah atau membuat saluran pembuangan langsung ke danau, dan Mengeruk, mengurangi atau mempersempit badan air danau.

“Jika aparat saja tak segan melanggar hukum, lalu siapa yang bisa dipercaya? Jika bangunan tanpa izin milik masyarakat kecil dibongkar, tapi proyek milik oknum aparat dibiarkan, maka ini bukan sekadar ketimpangan, ini adalah bentuk kematian keadilan,” tegas mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Takengon tersebut.

Halaman
12
Sumber: TribunGayo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved