Penonton perempuan biasanya terpisah dari penonton laki-laki.
Baca juga: Perang Gayo - Alas Lawan Belanda: Pertempuran Tenge Besi dan Enang-Enang tak Dilaporkan
Para pemain didong yang terdiri dari dua grup (kelop) dalam suatu pertunjukan didong, duduk bersila dalam lingkaran yang terpisah.
Mereka menepuk tangan atau kanvas kecil secara serempak dan teratur disertai variasi gerak-gerak tubuh secara serentak pula.
Tepukan tangan berfungsi sebagai ritme mengiringi puisi-puisi didong yang didendangkan oleh para ceh.
Salah seorang ceh didong¸Ibrahim Kadir, dalam satu wawancara dengan saya di Takengon, Aceh Tengah, pada Mei 2011, menjelaskan bahwa para pemain didong tampil dengan pakaian kemeja putih, mengenakan kopiah hitam, dan sarung samarena.
Sedangkan untuk ceh, dilengkapi dengan tambahan aksesoris berupa syal dengan warna mencolok melilit di leher.
Pada pertunjukan didong terdapat beberapa bagian yaitu sare, persalaman, kisah, tep onem, dan diakhiri dengan didong morom atau didong saling bermaafan antara kedua grup didong di penghujung pertandingan.
Sare, adalah atraksi variasi bunyi yang dibawakan secara koor sehingga mampu menghangatkan suasana dan diteruskan dengan puisi pendek.
Persalaman, adalah lirik yang mengandung sapaan kepada penonton, tamu undangan dan lawan tanding.
Baca juga: Bank Indonesia Siap Tambah Fitur Baru dalam Layanan QRIS, Bisa Tarik hingga Setor Tunai
Bagian lain adalah kisah, yaitu puisi yang berisi tentang cerita perjalanan hidup dengan segala duka-citanya, termasuk ke dalamnya adalah kerinduan terhadap kampung halaman, atau kisah-kisah tertentu tentang adat, lingkungan dan sebagainya.
Puisi yang mengisahkan tentang kampung halaman acap didendangkan oleh grup didong yang diundang bertanding di luar daerah Gayo, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan lain-lain.
Ada lagi yang disebut tep onem yaitu lirik yang mengandung sindiran “halus dan tajam” kepada lawan tanding.
Lirik-lirik sindiran dan serangan ini biasanya diperdengarkan pada tengah malam atau dini hari. (Melalatoa, 2001).
Didong morom atau didong bersimaapen memuat tentang permohonan maaf kepada lawan tanding, karena selama semalaman saling “menyerang dengan puisi” yang mungkin saja menyinggung perasaan. (*)
Update berita lainnya di TribunGayo.com dan GoogleNews